Seperti yang kita ketahui permasalahan korupsi di Indonesia seolah bagian yang tak terpisahkan di dalam sistem pemerintahan. Permasalahan korupsi di Indonesia sendiri bukanlah suatu permasalahan yang baru saja terjadi, tetapi permasalahan ini sudah terjadi dan berlangsung sejak zaman penjajahan Belanda. Budaya korupsi yang diwariskan oleh para penjajah ini kemudian semakin tumbuh subur di Indonesia hingga saat ini.
Sejak pemerintahan Orde Baru hingga saat ini berbagai macam cara dan upaya untuk menyelesaikan masalah korupsi telah dilakukan untuk mencegah dan memberantasnya, akan tetapi penyelesaian itu belum mencapai suatu titik ujung nya.
Pelaku utama dari permasalahan korupsi ini sendiri tidak lain ialah para pejabat pemerintahan yang merupakan tokoh yang di percaya oleh masyarakat untuk menjalankan suatu sistem pemerintahan agar menciptakan keadilan dan kemakmuran suatu negara. Akan tetapi, para pejabat ini melakukan tindakan yang sangat merugikan bagi banyak orang sehingga membuat kepercayaan masyarakat hilang karena budaya korupsi yang selalu mewarnai kehidupan pemerintahan di Indonesia.
Merujuk pada data Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia sepanjang tahun 2022. Jumlah tersebut meningkat sebesar 8,63 persen jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebanyak 533 kasus. Dapat kita lihat begitu banyaknya kasus korupsi yang terjadi di Indonesia, dan mungkin saja akan terus bertambah tiap tahunnya.
Ini artinya kasus korupsi tidak boleh kita anggap sepele saja, tetapi kasus ini harus segera ditangani karena kalau tidak akan berdampak besar kepada kehidupan bernegara dan kehidupan kita sendiri. Penanganan mengenai pemberantasan tindak kasus korupsi ini juga tertera di dalam UU No.20 Tahun 2001 yang merupakan perubahan dari UU No.31 Tahun 1999.
Peranan masyarakat sipil sangatlah penting dalam penyelesaian pemberantasan tindak korupsi ini. Seperti yang dikatakan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pada acara Indonesian Civil Society Forum 2021, Rabu (24/3/2021).
Menurutnya, ada dua hal yang melatarbelakanginya. Pertama, praktik korupsi selalu berpusat pada sumber daya yang dimiliki oleh pemerintahan negara dan pemilik modal, yakni anggaran negara dan kekayaan alam nasional. Dilihat dari sudut pandang yang berbeda, penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi tentu hanya boleh dilakukan oleh aparat penegak hukum.
“Karena itu, kehadiran peran masyarakat sipil senantiasa diperlukan untuk menjadi kekuatan pendorong dan pemaksa agar upaya pencegahan korupsi dilakukan secara sistematik, penegakan hukum dilakukan secara tegas, dan sebagai pengontrol agar tidak terjadi korupsi dalam proses penegakan hukum,” ujar Mahfud MD dalam sambutannya yang dibacakan Deputi Bidang Koordinasi Kesatuan Bangsa Janedjri M Gaffar.
Kedua, faktor budaya sangat menentukan keberhasilan suatu pemberantasan tindak korupsi, karena seperti yang kita ketahui budaya korupsi itu sendiri sudah melekat di negara Indonesia. Sehingga di perlukannya budaya anti-korupsi, budaya peduli dan sadar akan untuk melaporkan para pelaku korupsi merupakan hal dasar yang harus ditanamkan dalam diri masyarakat sipil, serta modal sosial yang akan selalu mendorong dan mengawal pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia.
Untuk itu peranan masyarakat sipil sangatlah besar dalam membantu penyelesaian permasalahan suatu tindak korupsi, karena masyarakat sipil merupakan faktor utama dalam representasi dari publik yang aktif dan berdaya. Sehingga sangat penting agar memastikan keberhasilan dalam perang melawan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan yang terjadi di Indonesia.
*Penulis: Giska Amelia Irvi (Mahasiswi Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas)