Peran Mahasiswa di Era Digital

Peran Mahasiswa di Era Digital

Salman Shiddiq. (Foto: Dok. Pribadi)


Era digital yang digadang-gadangkan oleh generasi alpha dan generasi z membawa
dampak yang begitu besar dalam kehidupan. Merubah seluruh sektor menjadi cepat dan praktis
hanya dalam satu genggaman. Begitu pula yang terjadi pada dunia pendidikan. Integrasi antara
pendidikan dan digital menjadi satu fokus pembahasan yang terus diperbincangkan. Dengan
perubahan ini, peranan mahasiswa juga sangat penting sebagai agent of change dalam
menghadapi tantangan di era digital.

Menilik data yang dirilis oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII)
pada tahun 2024, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 221.563.479 orang. Angka
tersebut diambil dari total populasi penduduk Indonesia pada tahun 2023, yang berjumlah
278.696.200. Berdasarkan usia, kelompok yang memiliki penetrasi internet tertinggi adalah
mereka yang berusia 13-18 tahun, mencapai persentase 99,16%. Kelompok usia berikutnya
adalah 19-34 tahun, dengan persentase 98,64%.

Informasi dari worldbank.org mengatakan bahwa usia muda dan usia belajar secara
intensif memiliki akses internet dan menggunakannya untuk komunikasi, media sosial dan
aplikasi hiburan. Rata-rata orang Indonesia menghabiskan 6 jam untuk melakukan kegiatan
online per harinya. Ini sejalan dengan data yang diperoleh dari APJII. Hal ini mengindikasi
bahwa dunia digital bukan lagi sosok yang asing dalam kehidupan para pelajar. Mungkin dunia
digital sudah menjadi sahabat yang paling dekat dengan kita. Seperti lagu yang pernah booming
pada zamannya “persahabatan bagai kepompong”, mampu merubah setiap lini dalam
kehidupan. Sejalan dengan itu, Dr. Nizam, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, menekankan pentingnya mahasiswa dalam mendorong
transformasi digital di Indonesia. Ia percaya bahwa mahasiswa harus aktif berpartisipasi dalam
pengembangan teknologi dan inovasi yang dapat meningkatkan daya saing bangsa di kancah
global.

Menoleh kebelakang, bagaimana perjuangan para mahasiswa terdahulu di tahun 1966
merupakan bukti perjuangan bersejarah mahasiswa. Dengan rumusan tuntutan yang dikenal
dengan Tiga Tuntutan Rakyat (TRITURA). Aksi memuncak pada 24 Februari 1966, Kesatuan
Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) menggelar demonstrasi di depan istana negara dengan
presidennya Soekarno pada masa itu. Demonstrasi ini menewaskan 1 mahasiswa dari
Universitas Indonesia, Arif Rahman Hakim

Maju ke tahun 1998, gerakan mahasiswa besar-besaran juga terjadi di Indonesia. Dengan
latar belakang ketidak puasan terhadap pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan
Soeharto. Puncaknya, sekitar 15.000 mahasiswa menduduki Gedung DPR/MPR dan
melengserkan pemerintahan Soeharto pada masa itu. Pergerakan ini tak lain adalah untuk
melakukan reformasi di Indonesia. Perubahan yang dituntut oleh mahasiswa dengan
menurunkan presiden Soeharto.

Jagat digital 3 bulan terakhir juga diramaikan dengan pesan gambar biru “PERINGATAN
DARURAT” yang ramai di posting di aplikasi X atau Instagram. Bentuk ketidakpuasan
terhadap demokrasi yang sempat kritis di negara Indonesia. Bulan Agustus kemarin,
mahasiswa beserta beberapa partai politik melakukan aksi demonstrasi di depan DPR/MPR
dalam aksi penolakan UU Pilkada 2024. Aksi ini membuahkan hasil, sehingga DPR
membatalkan untuk pengesahan UU Pilkada.

Sehingga jika dilihat dari zaman ke zaman, mulai adanya pergeseran metode yang
dilakukan mahasiswa dalam bertindak. Gerakan mahasiswa dan dunia digital merupakan dua
entitas yang tidak dapat dipisahkan dan saling terkait untuk menggerakkan perubahan sosial
dan politik. Dilansir dari Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) Wonosobo, Fahmi
Hidayat (25/3/2024) bahwa dunia digital semakin memperkuat gerakan mahasiswa dalam
menyuarakan aspirasi, mengorganisir aksi dan menyebarkan informasi. Peran mahasiswa pada
era digital tidak hanya mampu pada penggunaan teknologi, tetapi mahasiswa harus mampu
menggali potensi dunia digital agar dapat dimanfaatkan sebagai alat bantu dalam menjalankan
perannya.

Mahasiswa Sebagai Agent of Change

Sebagai agen perubahan, mahasiswa bukan hanya sebagai penggagas. Namun dengan
adanya teknologi di era digital ini, mahasiswa dapat menciptakan solusi-solusi dalam
menjawab permasalahan ditengah masyarakat. Melalui proyek-proyek digital seperti aplikasi
untuk mendukung pendidikan, kampanye dan workshop bahkan membuka peluang bisnis bagi
masyarakat yang kurang beruntung.

Mahasiswa Sebagai Social Control

Dengan memanfaatkan platform digital, mahasiswa berperan penting sebagai alat
pengendali sosial. Mahasiswa dapat mempromosikan nilai-nilai positif dan keadilan sosial
melalui dunia digital. Menyuarakan hak-hak masyarakat yang belum mereka dapatkan,
menjadi suatu aksi yang penuh makna. Melalui diskursus dan debat di ruang publik dapat
mendorong masyarakat untuk mempertimbangkan perspektif yang berbeda.

Mahasiswa Sebagai Iron Stock

Mahasiswa merupakan agen inovasi, memiliki ide-ide baru dan memanfaatkan teknologi
untuk menciptakan solusi baru. Perubahan yang pesat pada era digital menempah mahasiswa
menjadi sosok yang mudah dalam beradaptasi. Fleksibilitas dan ketahanan mahasiswa sudah
teruji dalam mengahadapi perubahan yang begitu cepat. Sehingga beberapa faktor ini
menjadikan mahasiswa sebagai stok yang kuat, dapat bertahan dalam perkembangan situasi
apapun.

Rumus Menaklukkan Era Digital

Prestasi = Kesempatan (Intelektual + Motivasi). Untuk menggapai prestasi maka
kesempatan, kecerdasan intelektual dan motivasi menjadi faktor utama dalam menggapai
mimpi-mimpi di dunia digital. Perubahan yang ikut terbawa oleh era digital menciptakan lahan
kesempatan yang sangat melimpah, mulai dari pendidikan, bisnis, sosial, politik, budaya dan
lainnya. Tinggal lagi bagaimana kita sebagai mahasiswa mampu membentuk dan
meningkatkan kualitas diri. Pengetahuan yang sudah tersebar di dunia internet dapat dijadikan
bahan untuk meningkatkan intelektual diri. Platform media sosial, tempat berbagi cerita dapat
dijadikan sebagai media menggali motivasi hidup.

Jumlah mahasiswa di Indonesia di tahun 2023 mencapai 9.656.252 , dikutip dari
Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDikti). 9 juta bukanlah angka yang sedikit. Kekuatan
terbesar dari pergerakan suatu negara terletak pada para mahasiswa. Itulah alasan mengapa
mahasiswa merupakan moral force terbesar. Mereka mampu mempengaruhi perubahan sosial,
politik, atau kebijakan melalui argumen moral dan etika, bukan melalui kekerasan atau
paksaan.

Perlukah Aktivis Digital Turun ke Jalan?

Bentuk aksi demonstrasi turun kejalan memiliki nilai simbolis yang sangat kuat. Simbol
solidaritas antara mahasiswa dengan masyarakat tergambar jelas dengan aksi turun kejalan.
Ketika masalah dianggap mendesak, aksi langsung turun kejalan dapat menjadi panggilan
untuk perubahan yang tidak bisa diabaikan.

Di sisi lain, era digital memberikan mahasiswa alat yang kuat untuk menyuarakan
pendapat. Media sosial, blog, video singkat, dan platform digital lainnya memungkinkan
mahasiswa untuk mencapai audiens yang luas tanpa batasan geografis. Gerakan “Tagar”
menjadi salah satu senjata untuk menyuarakan topik yang sedang hangat dibahas.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa era digital harus dijadikan senjata dalam peperangan
mahasiswa melawan ketidak adilan dan menjunjung hak-hak yang semestinya didapat.
Taobahnya seperti tangan kanan dan tangan kiri, mahasiswa dan teknologi digital saling
melengkapi dan saling menguatkan.

*Penulis: Salman Shiddiq (Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Imam Bonjol Padang)

Baca Juga

Operasi Tangkap Tangan (OTT) telah menjadi instrumen yang sangat efektif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski demikian,
OTT Itu Penting: Sebuah Bantahan untuk Capim KPK Johanis Tanak
Pada tahun 2024 ini pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan digelar di 10.846 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah pemilih
Menolak Politik Uang: Menjaga Integritas Demokrasi di Sumatra Barat
Konsep multiverse atau "alam semesta jamak" telah lama menarik perhatian ilmuwan dan filsuf sebagai cara untuk memahami potensi keberadaan
Multiverse: Dimensi Paralel dalam Sains dan Budaya Populer
Pasaman Barat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatra Barat, dikenal dengan keberagaman etnis dan budayanya. Wilayah ini dihuni oleh
Romantisme Asimilasi di Pasaman Barat
Indak karambia amak ang ko do..!" Ungkapan dalam bahasa Minang itu pernah terlontar dari Bapak Republik ini kepada kolonial Belanda yang saat
Amarah Tan Malaka: Umpatan dalam Bahasa Minang kepada Kolonial Belanda
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad berkembang di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang akidah dan moralnya sangat rusak, sehingga
Kejayaan Ilmu Pengetahuan Islam: Inspirasi dari Masa Lalu untuk Kebangkitan Masa Kini