Oleh: Angeli Syahputri
Generasi Z atau Gen Z merupakan mereka yang lahir di rentang tahun 1997 hingga 2012, tumbuh diiringi dengan kemajuan digital yang sangat dinamis. Generasi Z tidak hanya memanfaatkan media sosial sebagai alat komunikasi saja, melainkan menjadi tempat untuk mengekspresikan diri, membentuk citra atau identitas diri dan menciptakan hubungan sosial dengan publik luas dari mana saja.
Identitas sosial yang dimaksud merujuk pada cara seseorang melihat dan memahami dirinya dalam kaitan dengan kelompok sosial tertentu seperti komunitas teman sepantaran, budaya, nilai, hingga minat dan bakat. Di era digital ini proses memiliki tanggung jawab baru, yaitu mengarahkan bagaimana mereka mau memperlihatkan dan membentuk identitas diri mereka ke dalam bagian yang mana.
Menurut Traubhaar dan teman-teman dalam Media Now: Understanding Media, Culture and technology (2012), media tidak hanya digunakan dan berfungsi untuk menyampaikan pesan dan informasi, melainkan juga untuk membentuk perspektif, pandangan, dan pola pikir masyarakat terhadap dunia dan dirinya sendiri. Media sosial sangat berperan penting dalam menciptakan identitas diri di dunia maya ini.
Penampilan identitas atau citra diri saat sekarang ini oleh Generasi Z dilakukan secara daring. Penampilan identitas diri ini beragam, seperti memperlihatkan gaya hidup, kepribadian, nilai, dan tren global. Penampilan identitas diri ini berupa dalam bentuk unggahan foto, video, atau caption. Bahkan, terdapat banyak orang yang sampai menggunakan strategi personal branding untuk mengatur kesan seperti apa yang akan diperlihatkan ke publik. Pernyataan sebelumnya sesuai dengan pandangan Erving Goffman dalam The Presentation of Self In Everyday Life (1959), menyatakan bahwa setiap individu akan menampilkan “diri” yang berbeda dengan kehidupan nyata atau panggung. Kini, panggung itulah yang memungkinkan kita untuk mengontrol lebih besar terhadap narasi “diri”.
Namun, pada kenyataanya sesuatu hal bukan hanya mendatangkan manfaat saja, melainkan juga mendatangkan tantangan bagi generasi Z sendiri. Media sosial yang memiliki algoritma sebagai bentuk dari tekanan sosial dan ekspektasi publik dapat membuat Gen Z merasa harus selalu menampilkan identitas diri yang “sempurna”. Kehidupan seperti ini nantinya secara sadar atau tidak akan menciptakan jarak yang jauh antara identitas digital dengan identitas asli mereka di realitasnya. Sudah banyak penelitian yang ada ikut menjelaskan dampak dari kesenjangan identitas digital dengan realitas akan berpengaruh pada kesehatan mental, seperti kecemasan sosial dan ketidakpuasan diri.
Walaupun begitu komunikasi digital juga bermanfaat untuk membuka ruang bagi pembentukan identitas kolektif yang lebih luas lagi. Gen Z akan membentuk komunitas virtual sesuai dengan minat, nilai, tren, atau isu sosial yang mereka minati. Nantinya setelah pembentukan komunitas mereka akan terlibat dalam kampanye digital, aktivisme, dan solidaritas daring yang menggambarkan kepedulian terhadap isu-isu global seperti perubahan iklim, kesetaraan gender, dan kesehatan mental.
Dapat diberi contoh dalam konteks lokal, Gen Z juga akan cenderung untuk mengangkat kembali budaya-budaya lokal dengan menggunakan bantuan media digital. Misalnya saja, banyak sekali anak muda di Sumatera Barat yang menggunakan TikTok, Instagram, X, dan Youtube untuk mempopulerkan budaya minang, mulai dari kuliner seperti rendang, fashion seperti suntiang pengantin, adat minang, hingga bahasa daerah. Hal ini menunjukkan bahwa media digital dapat menjadi alat yang tepat untuk memperkuat fondasi identitas lokal sekaligus tetap mengikuti arus perkembangan yang ada.
Peran komunikasi digital dalam kehidupan sosial Generasi Z tidak bisa dianggap sepele. Komunikasi digital akan menjadi wadah bagi generasi Z untuk mengadopsi nilai, tren, budaya global sesuai dengan apa yang mereka minati, dan nantinya akan terlihat dari bagaimana mereka membuat atau menampilkan identitas diri mereka di dunia sosial. Dengan tantangan dan peluang yang ada itulah nantinya bagi semua pihak mulai dari orang tua, pendidik, pembuat kebijakan atau pemerintah, hingga media untuk diharuskan paham akan dinamika yang sangat dinamis ini. Literasi digital menjadi kunci agar Generasi Z mampu menciptakan identitas diri yang sehat, produktif, dan tidak terdapat kesenjangan antara identitas diri di media digital dengan dunia nyata.
Angeli Syahputri, mahasiswa ilmu komunikasi Universitas Andalas