Pentingnya Memahami Integritas untuk Mencegah Terjadinya Korupsi oleh Pejabat Negara

Pentingnya Memahami Integritas untuk Mencegah Terjadinya Korupsi oleh Pejabat Negara

Annisa Hakim (Foto: Dok. Pribadi)

Integritas dan korupsi saling bertentangan. Integritas didasarkan pada kesetaraan antara gagasan dan perbuatan, artinya tidak ada pertentangan antara kepentingan diri sendiri dengan tuntutan organisasi atau masyarakat, sedangkan korupsi adalah pola pikir tidak jujur ​​yang didasarkan pada peluang dan tekanan pihak lain.

Nah apakah teman-teman tau kenapa para pejabat negara terseret kasus korupsi? Dan Bukankah gaji para pejabat negara itu bisa dibilang besar{belum lagi tunjangannya) ? Nah itu yang menjadi tanda tanya besar bagi kita semua?

Meskipun terdapat banyak penyebab korupsi yang berbeda, secara singkat hipotesis GONE dikatakan dapat menjelaskan penyebab-penyebab korupsi. Greedy, Opportunity, Need, dan Exposure adalah akronim dari pengertian GONE yang dikemukakan oleh penulis Jack Bologna.

Menurut gagasan GONE, orang yang korup pada dasarnya orang yang tamak dan tidak pernah puas. Ketika peluang dan keserakahan bertabrakan, korupsi dan aktivitas kriminal akan tumbuh subur. Seseorang lebih mungkin melakukan korupsi setelah menjadi kikir dan mempunyai kesempatan jika menjalani gaya hidup boros dan tidak melakukan upaya efektif untuk mencegah pelakunya.

Jika ditelaah lebih jauh, ada dua hal yang menyebabkan terjadinya korupsi: faktor internal dan eksternal. faktor internal merupakan penyebab korupsi dari diri pribadi, sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan luar.

Faktor Penyebab Internal

1. Manusia pada dasarnya tamak dan serakah

Ketamakan dan keserakahan merupakan ciri-ciri yang menyebabkan seseorang tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan selalu menginginkan lebih. Orang yang serakah akan terlalu terikat pada kekayaannya. Meski kemungkinan dia sudah mempunyai kekayaan besar atau kedudukan terpandang. Supremasi keserakahan menyebabkan seseorang lupa mana yang halal dan mana yang haram. korupsi merupakan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang kaya, berkuasa, dan profesional.

2. Gaya hidup konsumen

Gaya hidup konsumeris yang dipadukan dengan keserakahan inilah yang memicu korupsi internal. Gaya hidup konsumsi, seperti membeli barang-barang mahal, mewah, atau mengikuti tren

3. Kurangnya moral

Sangat mudah untuk mengelabui seseorang yang bermoral rendah agar melakukan korupsi. Kurangnya integritas dalam keyakinan, kejujuran, atau rasa malu atas perilaku tidak jujur ​​adalah contoh moral yang buruk. Seseorang yang bermoral rendah akan sulit menahan godaan untuk berbuat korupsi. Bawahan, rekan kerja, atasan, dan pihak-pihak lain yang berpotensi melakukan korupsi, semuanya bisa menjadi sumber godaan.

Faktor Penyebab Eksternal

1. Dimensi Sosial

Kehidupan sosial seseorang, khususnya keluarga, dapat menumbuhkan korupsi. Untuk memuaskan keserakahan mereka, keluarga tersebut secara aktif membantu seseorang yang terlibat korupsi daripada memberikan peringatan atau mencari hukuman. Norma dan sikap masyarakat yang mendorong korupsi juga merupakan faktor sosial. Misalnya, seseorang hanya dihormati di masyarakat jika mereka kaya atau terbiasa memberi tip kepada pejabat pemerintah.

Menurut teori  means-ends scheme Robert Merton, korupsi diartikan sebagai perilaku manusia yang menyimpang dari norma sebagai akibat dari tekanan masyarakat. Teori Merton menyatakan bahwa tingginya tingkat korupsi diakibatkan oleh kondisi masyarakat yang secara berlebihan menghambat keberhasilan ekonomi sekaligus membatasi kemungkinan untuk mencapainya.

2. Unsur Politik

korupsi disebabkan oleh kekuatan luar dan bahwa politik adalah sarana untuk menghasilkan kekayaan besar. Politik uang pada akhirnya diciptakan untuk memperkaya pribadi. Melalui penggunaan politik uang, seorang kandidat dapat memenangkan pemilu dengan membeli pemilih atau membayar pendukung partai politiknya.

Politisi yang menggunakan uang untuk memenangkan jabatan hanya tertarik untuk menghasilkan uang, sehingga melemahkan tugas utama mereka dalam melayani kepentingan publik. Pemimpin yang keluar dari politik uang melalui perhitungan untung-rugi tidak akan peduli dengan nasib pemilihnya; Sebaliknya, ia akan fokus untuk menggandakan atau bahkan melipatgandakan pengeluaran politiknya.

3. Tentang Hukum

Ada dua cara untuk melihat peran hukum dalam korupsi: peraturan dan lemahnya penegakan hukum. Untuk lolos dari kejahatannya, para koruptor akan mencari celah dalam hukum dan aturan. Selain itu, jika penegakan hukum tidak mampu memberantas korupsi, hal ini hanya akan membuat para koruptor semakin berani dan korupsi akan terus berlanjut.

Jika ada kecenderungan undang-undang dibuat untuk menguntungkan pihak tertentu, pasal-pasalnya berbeda makna, dan banyak hukum yang normanya ambigu, maka undang-undang tersebut menjadi salah satu faktor penyebab korupsi. Orang-orang korup yang mendapat sanksi yang tidak proporsional, terlalu lunak, atau tidak tepat sasaran juga lebih besar kemungkinannya untuk mencuri dana publik.

4. Aspek Finansial

Kontributor ekonomi seringkali dipandang sebagai faktor utama terjadinya korupsi. Salah satunya adalah gaji atau tingkat pendapatan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan. Faktanya, mereka yang berpenghasilan pas-pasan bukanlah mereka yang melakukan korupsi. Kenyataannya, orang-orang kaya dan berpendidikan tinggi melakukan korupsi besar-besaran.

Banyak anggota DPR dan pejabat provinsi ditangkap karena korupsi. Kurangnya pendapatan tidak menjadikan mereka korup; Sebaliknya, keegoisan dan kerusakan moral merekalah yang menyebabkannya.

Pegawai pemerintah mempunyai kemampuan untuk memajukan kepentingan mereka sendiri dan kepentingan sekutu mereka melalui penciptaan peluang ekonomi di negara-negara dengan sistem ekonomi monopoli. Kebijakan ekonomi tidak dihasilkan dengan cara yang terbuka, bertanggung jawab, atau partisipatif.

5. Aspek Organisasi

Organisasi tempat koruptor bekerja merupakan unsur lain yang berkontribusi terhadap korupsi eksternal. Kelompok ini seringkali berupaya menghindari korupsi dengan menciptakan berbagai kemungkinan. Misalnya, tidak ada sistem pengendalian manajemen yang kuat, sistem akuntabilitas yang memadai, budaya yang benar, atau pemimpin yang memberikan contoh kejujuran.

Menurut buku Pendidikan Anti Korupsi karya Eko Handoyo, organisasi mendapat keuntungan dari korupsi yang dilakukan anggotanya yang kemudian menjadi birokrat dan memanfaatkan celah hukum. Misalnya, dengan cara inilah partai politik membiayai kelompoknya. Partai politik juga menggunakan pencalonan pemimpin daerah sebagai sumber daya untuk mengumpulkan dana guna menjaga agar organisasi tetap beroperasi secara efisien. Pada akhirnya, politik uang terjadi dan siklus korupsi muncul kembali.

*Penulis: Annisa Hakim (Mahasiswi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Baiturrahmah)

Baca Juga

Urgensi Berpikir Kefilsafatan dalam Pengembangan Keilmuan di Indonesia
Urgensi Berpikir Kefilsafatan dalam Pengembangan Keilmuan di Indonesia
Wartawan Amplop: Ketika Uang Mengaburkan Fakta
Wartawan Amplop: Ketika Uang Mengaburkan Fakta
Etika Jurnalistik di Persimpangan: Perjuangan Melawan Wartawan Amplop
Etika Jurnalistik di Persimpangan: Perjuangan Melawan Wartawan Amplop
Ketika Hak Tolak Menjadi Pertahanan Utama untuk Jurnalisme Independen
Ketika Hak Tolak Menjadi Pertahanan Utama untuk Jurnalisme Independen
Seberapa Jauh Hak Tolak Bisa Melindungi Wartawan dari Ancaman?
Seberapa Jauh Hak Tolak Bisa Melindungi Wartawan dari Ancaman?
Marriage Is Scary: Memahami Ketakutan Akan Pernikahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya
Marriage Is Scary: Memahami Ketakutan Akan Pernikahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya