Pentingnya Efektifitas Mendengar dalam Kelancaran Komunikasi Interpersonal

Pentingnya Efektifitas Mendengar dalam Kelancaran Komunikasi Interpersonal

Puti Nayara. (Foto: Dok. Pribadi)

Proses Mendengar

Pada era modern, komunikasi menjadi salah satu elemen paling penting dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Baik itu dalam lingkungan keluarga, pendidikan, kerja dan kehidupan bermasyarakat. Di dalam komunikasi tidak hanya bergantung pada kemampuan berbicara, tetapi juga pada kemampuan untuk mendengarkan dengan baik. Mendengarkan dalam proses komunikasi sering kali diabaikan atau dianggap sepele, padahal kemampuan mendengarkan menjadi salah satu keterampilan sangat penting dalam membangun komunikasi yang efektif.

Pada buku karya Joseph A.DeVito yaitu The Interpersonal Communication Book, mendengarkan bukan sekadar aktivitas pasif, namun juga proses aktif yang melibatkan lima langkah penting yaitu menerima, memahami, mengingat, mengevaluasi, dan memberikan umpan balik. Berikut ini tahapan-tahapan penting dalam proses mendengarkan, mulai dari menerima hingga memberikan umpan balik.

Pertama, proses mendengarkan dimulai dengan menerima informasi. Menerima bukan hanya soal mendengar kata-kata yang diucapkan, tetapi juga memperhatikan elemen non-verbal seperti intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh. Pada proses ini diharapkan keterampilan mendengar aktif, memberikan perhatian penuh pada pembicara, serta menghindari multitasking atau gangguan internal atau eksternal. Penerimaan yang baik menjadi landasan bagi langkah-langkah selanjutnya.

Selanjutnya adalah proses memahami. Memahami berarti mencerna menganalisis dan menginterpretasikan informasi yang telah diterima dan mengaitkannya dengan konteks yang ada, seperti latar belakang pembicara dan situasi yang sedang terjadi. Hal ini dilakukan agar bisa memaknai pesan yang diberikan oleh pembicara dengan tepat.

Proses selanjutnya adalah mengingat. Ingatan berfungsi sebagai jembatan antara komunikasi saat ini dan interaksi di masa depan. Dalam proses ini, dapat dilakukan pembuatan catatan kecil atau merekam sebuah pesan untuk membantu mengingat detail penting. Ini menunjukkan bahwa kita menghargai pembicara dan sesuatu hal yang disampaikan, juga membantu dalam menyusun argumen atau respons yang lebih baik serta menunjukkan bahwa kita benar-benar terlibat dalam percakapan.

Setelahnya adalah mengevaluasi. Pada tahap ini, pendengar mulai menilai menilai kebenaran pesan yang disampaikan, menentukan validitas argumen, relevansi informasi  dari pesan tersebut dengan cara menganalisisnya secara kritis. Pendengar mulai mempertimbangkan apakah mereka setuju dengan pesan yang didengar atau tidak dan adakah bagian-bagian yang perlu dipertanyakan. Di sinilah kemampuan berpikir kritis sangat penting, karena tanpa evaluasi yang baik, pendengar hanya akan menjadi pasif dan tidak mampu membuat keputusan berdasarkan informasi yang didengarkan.

Tahap terakhir proses mendengarkan adalah merespon atau memberikan umpan balik. Umpan balik terbagi menjadi dua fase yaitu umpan balik langsung dan tumpan balik tertunda. Umpan balik yang baik seharusnya bersifat konstruktif dan relevan dengan topik yang dibahas. Umpan balik bisa berupa pertanyaan, klarifikasi, ketidaksetujuan atau komentar yang menunjukkan keterlibatan kita.

Hambatan Mendengar

            Dalam komunikasi seringkali kita dihadapkan pada berbagai hambatan yang menghalangi proses mendengarkan. Padahal, kunci dari keefektifitasan komunikasi adalah lancarnya proses mendengarkan suatu informasi. Joseph A.DeVito memaparkan hambatan tersebut diantaranya yaitu:

Pertama gangguan fisik dan mental, gangguan ini sering kali mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mendengarkan. Gangguan fisik seperti suara bising atau musik yang keras, lingkungan yang tidak nyaman dapat mengalihkan perhatian pendengar dari apa yang sedang dibicarakan. Sementara itu, gangguan mental seperti stres, kecemasan, atau masalah emosional lainnya dapat membuat seseorang sulit berkonsentrasi pada percakapan. Dalam situasi seperti ini, informasi yang disampaikan mungkin tidak sepenuhnya dipahami atau diingat dengan baik.

Kedua bias dan prasangka, ini juga menjadi hambatan signifikan dalam proses mendengarkan. Ketika pendengar memiliki prasangka tertentu terhadap pembicara atau topik yang dibicarakan, mereka cenderung akan menilai informasi secara sepihak dan tidak objektif. Jenis bias lainnya adalah close minded atau pikiran tertutup. Sebagai pendengar, kita harus memiliki pemikiran bahwa apa yang disampikan oleh pembicara akan berguna dalam beberapa hal, dan tidak sepenuhnya salah atau tidak sesuai denga pemikiran atau sudut pandang kita.

Selanjutnya, rasisme, heteroseksisme, diskriminasi dan seksis adalah hambatan yang lebih luas yang berdampak pada proses komunikasi. Sikap ini mempengaruhi cara kita mendengarkan jika berpegang pada stereotip yang dipegang. Ketika kita mengabaikan argumen yang valid atau menganggap argumen yang tidak valid menjadi valid berdasarkan ras, orientasi seksual, atau jenis kelamin dari pembicara, maka itu hanya akan menjadi sebuah prasangka dan hanya menciptakan lingkungan yang tidak aman bagi pembicara. Hal semacam ini dapat menciptakan jarak antara individu, yang sangat sulit untuk dijembatani.

Kurangnya fokus merupakan hambatan yang seringkali diabaikan. Dalam era digital ini, banyak orang tergoda untuk multitasking saat berkomunikasi, seperti memeriksa ponsel atau menanggapi pesan sementara orang lain berbicara. Orang terkadang hanya mendengarkan informasi yang relevan dengan mereka. Sikap ini dapat mengganggu proses mendengarkan dan menyebabkan salah paham. Untuk berkomunikasi dengan baik, penting untuk memberikan perhatian penuh kepada pembicara dan menciptakan ruang untuk diskusi yang mendalam.

Terakhir, premature judgment atau penilaian dini juga dapat mengganggu proses mendengarkan. Ketika pendengar cepat membuat kesimpulan atau penilaian tentang apa yang dibicarakan sebelum mendengar sepenuhnya, mereka menghalangi kemungkinan untuk memahami pandangan lain. Tak jarang pula pendengar berasumsi bahwa mereka sudah tahu apa yang dibicarakan oleh pembicara sehingga tidak perlu lagi mendengarkannya.

Meningkatkan kesadaran akan hambatan-hambatan ini adalah langkah pertama untuk menjadi pendengar yang lebih baik. Dengan membangun keterampilan mendengarkan yang lebih efektif, kita tidak hanya dapat memperbaiki hubungan, tetapi juga menciptakan lingkungan komunikasi yang menyeluruh.

Gaya Mendengarkan Yang Efektif

Mendengarkan yang efektif adalah kemanpuan yang disesuaikan dengan situasi komunikasi tertentu. Menurut Joseph A.DeVito, mendengarkan bersifat situasional Dimana gaya mendengarkan harus bervariasi sesuai situasi. Kemampuan mendengarkan yang baik adalah fondasi dari komunikasi yang efektif. Ada lima gaya mendengarkan yang perlu dipahami untuk meningkatkan interaksi kita dengan orang lain yaitu:

Pertama, mendengarkan secara empatik dan objektif berarti kita berusaha memahami perasaan dan perspektif pembicara tanpa bias. Ini menciptakan ikatan emosional yang kuat dan menunjukkan bahwa kita menghargai pandangan mereka.

Kedua, mendengarkan secara kritis dan tanpa menghakimi membantu kita menganalisis informasi yang diberikan dengan cermat. Pendengar yang baik tidak tergesa-gesa membuat penilaian, melainkan mempertimbangkan argumen sebelum merespons.

Selanjutnya, ada mendengarkan permukaan dan kedalaman. Mendengarkan permukaan hanya melibatkan mendengarkan kata-kata yang diucapkan, sedangkan mendengarkan kedalaman melibatkan pemahaman konteks dan emosi di balik kata-kata. Gaya ini memungkinkan kita untuk mendapatkan makna yang lebih dalam dari komunikasi.

Mendengarkan dengan sopan dan tidak sopan mencerminkan sikap kita terhadap pembicara. Mendengarkan dengan sopan menciptakan lingkungan yang nyaman, sementara mendengarkan dengan tidak sopan dapat menghalangi komunikasi yang produktif.

Terakhir, mendengarkan secara aktif dan tidak aktif sangat penting. Mendengarkan aktif melibatkan perhatian penuh, pertanyaan, dan umpan balik yang menunjukkan keterlibatan. Sebaliknya, mendengarkan tidak aktif dapat menyebabkan kesalahpahaman dan kurangnya koneksi.

Budaya, Gender, dan Mendengarkan

Setiap budaya memiliki norma dan nilai yang mempengaruhi cara individu berinteraksi. Misalnya, orang yang Bahasa ibunya adalah Bahasa jepang mungkin kesulitan membedakan huruf l dan r karena dari kecil mereka tidak tau perbedaan kedua huruf ini. Ini dapat memengaruhi bagaimana pesan disampaikan dan diterima, serta bagaimana seseorang menafsirkan perhatian dan respons dari orang lain.

Penelitian menunjukkan bahwa perempuan cenderung memberikan banyak isyarat mendengarkan seperti “ya” atau “uh-huh” serta lebih empatik dan responsif saat mendengarkan, sementara laki-laki canderung mendengarkan dengan tenang serta lebih fokus pada penyelesaian masalah. Perbedaan ini tidak hanya menciptakan kesalahpahaman, tetapi juga dapat memengaruhi dinamika dalam percakapan.

Ketika kita mampu mendengarkan dengan baik, kita tidak hanya meningkatkan kualitas interaksi, tetapi juga membangun rasa saling pengertian dan kepercayaan. Dalam dunia yang penuh informasi ini, keterampilan mendengarkan yang baik akan selalu menjadi aset berharga, baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional. Mari kita tingkatkan kemampuan mendengarkan kita, karena komunikasi yang baik dimulai dari mendengarkan dengan sepenuh hati.

*Penulis: Puti Nayara Adzani Subra (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Peran Media Sosial dalam Menggerakkan Partisipasi Politik: Kekuatan atau Bahaya?
Peran Media Sosial dalam Menggerakkan Partisipasi Politik: Kekuatan atau Bahaya?
Digital Discourse: Fenomena Hashtag Activism dan Narasi Visual dalam Partisipasi Politik Gen Z
Digital Discourse: Fenomena Hashtag Activism dan Narasi Visual dalam Partisipasi Politik Gen Z
Kreativitas dalam Mengelola Bouquet Bunga di Kota Padang
Kreativitas dalam Mengelola Bouquet Bunga di Kota Padang
Budaya Minangkabau dan Komunikasi Antarpribadi
Budaya Minangkabau dan Komunikasi Antarpribadi
Rahasia di Balik Persepsi: Kunci Komunikasi yang Lebih Efektif
Rahasia di Balik Persepsi: Kunci Komunikasi yang Lebih Efektif
79 Tahun Merdeka, Petani Indonesia Masih Terjajah
79 Tahun Merdeka, Petani Indonesia Masih Terjajah