Langgam.id - Ketua Majelis Ulama (MUI) Sumatra Barat (Sumbar), Buya Gusrizal Gzahar menyebutkan bahwa pelaksanaan salat Idul Fitri saat Pandemi Corona tidak akan ada diterbitkan Maklumat baru. Namun, tetap mempedomani Maklumat sebelumnya, yaitu nomor 007.
Menurutnya, hasil rapat Komisi Fatwa MUI Sumbar, Sabtu (16/5/2020), telah disepakati soal penyelenggaraan salat Idul Fitri tersebut, dengan tetap mempedomani Maklumat 007 dan MUI kan menambahkan bayan (penjelasan) yang masih relevan atas Maklumat Nomor 007/MUI-SB/V/2020 tersebut.
"Keputusan rapat itu, MUI Sumbar akan mengeluarkan bayan, atas Maklumat 007 agar tetap relevan dan sesuai dengan kondisi perkembangan Sumbar saat ini," ujarnya, Senin (18/05/2020).
Meskipun secara umum MUI Pusat telah menerbitkan fatwa tentang penyelenggaraan salat Idul Fitri, katanya, secara spesifik MUI Sumbar tetap akan segera mengeluarkan bayan.
Sementara itu, dalam maklumat Nomor 007/MUI-SB/V/2020 yang diterbitkan 3 Mei 2020 menjelaskan bahwa bagi daerah yang tidak ada lagi menunjukkan gejala Covid-19, secara bertahap salat bisa ditunaikan di masjid.
Selama ada jaminan dari pemerintah setempat bahwa masjid di daerah tersebut aman dari penularan Covid-19. Kemudian daerah tersebut ditutup dari kemungkinan bercampurnya orang yang sehat dan orang yang sakit.
Masjid yang menyelenggarakan ibadah dapat memastikan bahwa jemaahnya merupakan jemaah tetap. Kemudian pelaksanaan salat diiringi dengan prosedur protokol kesehatan, salat dilakukan dengan sederhana atau iqtishad.
"Bagi daerah yang minim risiko atau terkendali, ini lah peluang masyarakat untuk menunaikan ibadah salat Ied," jelasnya.
Lebih lanjut, dijelaskannya, bahwa harus ada pengawalan ketat bagi masyarakat dalam penyelenggaraan Idul Fitri, sehingga terlindungi dari kemungkinan penularan wabah. Pengawalan bisa dalam bentuk penerapan prosedur Covid-19 dengan konsisten dan disiplin.
Ia berharap pemerintah memfasilitasi umat dengan berbagai kebutuhan yang diperlukan, seperti penyediaan hand sanitizer yang halal, mengingat ada alkohol yang berasal dari najis ada yang tidak, atau minimal sabun cuci tangan.
Kemudian, tidak terlalu banyak membuat kerumunan. Tempat ibadah yang selama ini disatukan, mungkin bisa diklasterisasi, dibuat di beberapa tempat sehingga tidak rumit untuk mengawasi dan mengawal masyarakat demi menghindari kerumunan.
"Masyarakat juga dianjurkan untuk berwudu di rumah, menjaga disiplin waktu agar tidak menunggu lama untuk salat, salat dilakukan sederhana, dan khutbah disampaikan secara singkat," ucapnya.
Konsultasi dilakukan dengan pihak berwenang di daerah tersebut. Jika Gugus Tugas setempat menilai lokasi itu aman, dan dikoordinasikan dengan MUI daerah setempat, maka penyelenggaraan salat bisa dilakukan.
“MUI Sumbar mengimbau masyarakat berperan aktif mengawasi daerah masing-masing dan menggerakkan potensi warisan budaya dan kearifan lokal,” katanya.
Buya mengatakan umat Islam punya pilihan jika di daerah itu punya risiko tinggi. Misalnya Kota Padang, MUI Sumbar sendiri mengkhawatirkan jika tidak ketat, maka masyarakat Padang dapat menimbang antara emosional keagamaan dengan tuntunan keilmuan.
Jika ada di sekitar masjid warga yang positif Covid-19 atau ODP, maka bersabar dan jangan paksakaan diri. Apalagi salat Idul Fitri bukan satu kewajiban, tetapi sunnah muakad. (Ramhadi/ZE)