Langgam.id - Ratusan aktivis hingga mahasiswa yang melebur dalam aksi unjuk rasa untuk tetap menjaga demokrasi dan menolak politik dinasti Jokowi di depan Gedung DPRD Sumatra Barat, Kamis (22/8), memastikan akan melanjutkan aksi hingga tuntutan seperti pembatalan pembahasan RUU Pilkada dibatalkan DPR RI.
"Aksi kita akan tetap lanjut. Untuk menyuarakan demokrasi kita akan ajak akademisi, mahasiswa, dan aktivisi lainnya lebih banyak lagi nanti," ungkap Korlap Aksi Muhammad Jalali.
Jalal demikian ia disapa, mengatakan demonstrasi ini penting karena kita harus tetap menjaga demokrasi di Republik Indonesia.
"Belajar dari peristiwa kemarin, DPR RI bukan lagi berpihak pada demokrasi, tapi sudah menjadi bawahan Jokowi," ujarnya.
Oleh sebab itu, kata Jalal, aksi akan dilakukan sampai DPR memutuskan pembatalan RUU Pilkada.
"Besok akan dilanjutkan, ada rencana kemping juga," tukasnya.
Sisi lain, pihaknya juga kecewa terhadap 65 anggota DPRD Sumbar yang tak ada di Gedung DPRD Sumbar. Sehingga pertemuan dengan anggota DPRD pun urung terjadi.
Dalam situasi politik yang semakin memanas, Koalisi Masyarakat Sipil Sumbar (KMSS) yang berasal dari aktivis lintas organisasi, dosen, dan juga mahasiswa mengeluarkan ultimatum tegas kepada pemerintah pusat terkait dugaan upaya perampasan demokrasi oleh Dinasti Jokowi. KMSS menuduh pemerintah telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan menggunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi serta keluarga.
"Tindakan melumpuhkan partai politik dan mengadakan sidang dadakan DPR RI untuk merespons putusan Mahkamah Konstitusi adalah puncak dari angkara murka yang mereka lakukan. Ini adalah pelecehan terhadap MK, penghinaan terhadap konstitusi, dan pembunuhan terhadap kedaulatan rakyat," tegas perwakilan KMSS Hary Efendi Iskandar.
KMSS menyoroti revisi UU Pilkada yang dilakukan dengan cepat oleh DPR setelah putusan MK yang mereka nilai hanya untuk mengakomodasi kepentingan keluarga Jokowi dan para kroninya. Koalisi ini menyebut Koalisi Indonesia Maju sebagai bentuk "pembajakan demokrasi" yang tunduk pada oligarki dan menghegemoni DPR.
"DPR RI yang seharusnya menjadi wakil rakyat, kini hanya menjadi alat kekuasaan Dinasti Jokowi. Banyak regulasi yang seharusnya penting untuk rakyat, seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Pekerja Rumah Tangga, RUU Penyiksaan, dan RUU Perampasan Aset, diabaikan. Sementara revisi UU Pilkada yang menguntungkan dinasti politik diproses dalam hitungan 24 jam," tambah KMSS.
Menanggapi situasi yang dianggap darurat ini, KMSS mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat dan DPR dengan tiga poin utama:
Akhiri Kebijakan yang Memicu Kemarahan Rakyat: KMSS menuntut agar pemerintah segera menghentikan langkah-langkah yang merusak demokrasi dan mengkhianati kedaulatan rakyat.
Hentikan Revisi UU Pilkada: Koalisi mendesak agar pembahasan revisi UU Pilkada yang melawan putusan Mahkamah Konstitusi segera dihentikan.
Boikot Pilkada Jika Tuntutan Diabaikan: Jika pemerintah tetap bersikeras melanjutkan kebijakan yang dinilai menghancurkan demokrasi, KMSS menyerukan rakyat untuk memboikot Pilkada sebagai bentuk perlawanan.
"Kami, rakyat Sumbar, tidak akan diam dalam menghadapi situasi darurat ini. Republik Indonesia bukan milik Jokowi dan kroni-kroninya. Jika mereka tetap ngeyel, rakyat siap turun ke jalan untuk menyelamatkan demokrasi dan republik ini," pungkas KMSS dalam pernyataan penutupnya.
Koalisi Masyarakat Sumbar untuk Demokrasi menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal perkembangan situasi ini dan siap mengambil langkah-langkah lebih lanjut jika tuntutan mereka tidak diindahkan oleh pemerintah pusat.
Sekaitan dengan pernyataan ini, aktivis KMSS beserta mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa di depan Gedung DPRD Sumbar, jalan Khatib Sulaiman. Mereka bergantian berorasi dengan pekikan lantang melawan upaya-upaya pembegalan demokrasi oleh rezim Jokowi.
"Katakan tidak pada…. Jokowi. Katakan tidak pada Jokowi," demikian salah satu penggalan orasi yang disampaikan oleh salah satu anggota KMSS sekaligus Direktur LBH Padang Indira Suryani.
"Republik Indonesia bukan milik Jokowi dan kroni-kroninya. Jika mereka tetap ngeyel, rakyat siap turun ke jalan untuk menyelamatkan demokrasi dan republik ini," pungkas Hary.