Pengaruh Algoritma Media Sosial Terhadap Kehidupan Masyarakat Serta Publik Personanya

Memasuki tahun 2024 kita sudah tidak bisa lagi memungkiri bahwa kehidupan yang ada pada saat ini adalah kehidupan yang berbasis digital. Salah satu dari pengaruh digital yang saat ini bisa dibilang tidak dapat terpisahkan dari keseharian manusia adalah handphone dan media sosial. Di Indonesia sendiri, pengguna aktif media sosial mencapai angka 56% atau setara dengan 150 juta orang (Irwanto & Haratiningsih, 2019).

Tentunya jumlah tersebut bukan lagi jumlah yang kecil, artinya lebih dari setengah rakyat Indonesia sudah menggunakan media sosial. Persentase tersebut menunjukkan perkembangan yang ada pada masyarakat yang menjadikan media sosial salah satu kebutuhan dalam masyarakat. Media sosial bisa memberikan banyak manfaat bagi para penggunanya, namun di sisi lain media sosial ini juga dapat memberikan dampak negatif bagi para penggunanya.

Media sosial memang banyak memberikan dampak positif, seperti memudahan dalam mengakses suatu informasi, membuat suatu urusan menjadi lebih efektif dan efisien dengan fitur-fitur canggihnya, memudahkan kita dalam berkomunikasi, membantu seseorang dalam mencari pekerjaan, bahkan dari media sosial banyak yang bisa mengumpulkan rupiah, seperti dari berjualan online, menjadi seorang content creator ataupun influencer. Namun, seperti yang sudah disebutkan juga sebelumnya, media sosial juga memiliki dampak negatif bagi kita.

Dalam media sosial ada algoritma tertentu yang secara tidak langsung memberikan kenyamanan akses bagi para penggunanya, contohnya ketika kita mencari suatu topik di media sosial kita, TikTokmisalnya, selesai mencari topik tersebut biasanya halaman TikTok kita atau FYP TikTok kita akan menyajikan hal serupa seperti yang kita cari sebelumnya. Sistem ini dipengaruhi oleh sebuah sistem algoritma  yang dapat memudahkan pengunanya menemukan kembali konten yang mereka akses serta konten serupa dengan konten yang pernah diakses sebelumnya, algoritma ini disebut dengan Filter Bubble.

Filter Bubble ini dapat mengisolasi seseorang secara intelektual, yang mana orang tersebut akan fokus pada sudut pandangnya sendiri sesuai dengan apa yang sering menjadi topik yang sering ia lihat di media sosialnya, serta dapat membuat seseorang menjadi pribadi yang ignorant yaitu ia seolah-olah sudah mengetahui semua hal yang terjadi di sekitarnya padahal pada faktanya tidak seperti itu.

Dari filter bubble ini juga dapat mempengaruhi kita untuk menjadi pribadi yang lebih konsumtif, misalnya ketika kita sedang memikirkan suatu produk, sepatu misalnya. Awalnya kita hanya iseng saja mencari dengan keyword “sepatu” di media sosial kita atau mungkin hanya menyukai salah satu postingan yang berisi tentang sepatu, maka algoritma media sosial akan berusaha untuk mempengaruhi kita dengan terus menyajikan topik yang kita akses sebelumnya yaitu sepatu yang membuat kita semakin tertarik, dari yang sebelumnya kita belum ada berpikir untuk membelinya dalam waktu dekat, menjadi berpikir ingin membelinya sesegera mungkin, dan hal ini juga berlaku untuk seterusnya dari waktu ke waktu algoritma tersebut semakin meningkat .

Selain filter bubble ini masih banyak sekali dampak negatif media sosial ketika kita tidak menggunakannya dengan bijak, dampak negatif lainnya yaitu tingginya rasa inferior pada diri sendiri, hal ini dikarenakan ketika membuka sosial media baik itu TikTok atau mungkin Instagram, muncul rasa rendah diri, tidak percaya diri atau jika lebih lanjut bisa pada tahap rasa iri ketika melihat orang lain lebih darinya, rasa rendah diri atau inferior ketika melihat orang lain lebih dari kita baik dari segi prestasi ataupun materi secara tidak langsung juga dapat membuat kita sebagai masyarakat mencari validasi, dan biasanya validasi ini didapatkan dengan melihat ke orang yang kita merasa dirinya dibawah kita, atau bisa juga dengan mencari celah atau sisi buruk dari orang yang membuat rasa  inferior-nya tinggi tadi untuk bisa ia bicarakan dari sisi buruknya. Tentu saja hal ini bersifat mengganggu kenyamanan kita secara pribadi, atau bahkan bisa mengganggu sampai ke lingkungan atau publik juga.

Selain rasa inferior ini, kita juga pastinya sering melihat aksi bullying di media sosial atau yang disebut dengan cyber bullying, peristiwa ini dapat terjadi begitu saja bahkan tanpa adanya maksud buruk dari korban bullying, korban bisa  tetap dibuli karena ada yang memulai, misal ketika ada satu komentar yang membahas cara bicara pada video TikTokmaka orang lain juga akan memberi perhatian pada hal tersebut dan ikut-ikutan membulinya, dan hal ini sering sekali terjadi dimedia sosial lainnya.

Cyber bullying ini juga mengakibatkan seseorang tidak mempunyai rasa tanggung jawab, sebab ia berpikir bahwa ia tidak akan mendapatkan ganjarannya karena tidak ada orang yang mengenalnya, ia tidak akan bertemu dengan orang yang dibulinya ataupun dengan orang yang sependapat dengan dia karena ia bisa menggunakan akun anonim untuk hal tersebut.

Orang-orang di media sosial dengan standar penilainnya melihat suatu hal baik itu foto maupun video dari persepsi yang berbeda-beda dan hal ini juga lah yang membuat banyak orang menjadi berpikir sekali ketika akan mengunggahsesuatu di media sosialnya, yaitu dikarenakan adanya rasa takut akan dibicarakan oleh orang lain atau mungkin juga bisa dibulioleh orang lain, bahkan ada orang yang rela mengahabiskan waktunya hingga berjam-jam hanya untuk memikirkan apakah ia akan memposting suatu foto atau suatu video ini atau tidak, atau mungkin memikirkan caption yang tepat yang pada kenyataannya orang juga tidak menaruh perhatian sebegitunya, namun karena adanya peristiwa-peristiwa pembulian yang terjadi sebelum-sebelumnya yang membuat orang mau mengahabiskan waktunya untuk hal tersebut.

Media sosial memiliki dampak positif dan negatif secara bersamaan, maka dari itu kita harus lebih bijak lagi dalam bermedia sosial, dan mampu memfilter mana yang sebaiknya diikuti dan mana yang tidak, mampu mengelola waku dengan baik, serta lebih aware dengan setiap peristiwa yang terjadi baik itu di media sosial ataupun di lingkungan kita, maka dari sananya muncul pengguna media sosial yang lebih bermutu.

*Penulis: Shielsa Nurhayyuni (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Operasi Tangkap Tangan (OTT) telah menjadi instrumen yang sangat efektif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski demikian,
OTT Itu Penting: Sebuah Bantahan untuk Capim KPK Johanis Tanak
Pada tahun 2024 ini pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan digelar di 10.846 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah pemilih
Menolak Politik Uang: Menjaga Integritas Demokrasi di Sumatra Barat
Konsep multiverse atau "alam semesta jamak" telah lama menarik perhatian ilmuwan dan filsuf sebagai cara untuk memahami potensi keberadaan
Multiverse: Dimensi Paralel dalam Sains dan Budaya Populer
Pasaman Barat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatra Barat, dikenal dengan keberagaman etnis dan budayanya. Wilayah ini dihuni oleh
Romantisme Asimilasi di Pasaman Barat
Indak karambia amak ang ko do..!" Ungkapan dalam bahasa Minang itu pernah terlontar dari Bapak Republik ini kepada kolonial Belanda yang saat
Amarah Tan Malaka: Umpatan dalam Bahasa Minang kepada Kolonial Belanda
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad berkembang di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang akidah dan moralnya sangat rusak, sehingga
Kejayaan Ilmu Pengetahuan Islam: Inspirasi dari Masa Lalu untuk Kebangkitan Masa Kini