Danau Singkarak, salah satu danau terbesar di Indonesia, memiliki peran strategis dalam mendukung kehidupan ekologis, ekonomi, dan sosial masyarakat sekitar. Namun, rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di atas permukaan danau memunculkan kekhawatiran terkait dampaknya terhadap ekosistem dan mata pencaharian masyarakat lokal. Partisipasi masyarakat menjadi elemen penting untuk memastikan pembangunan sejalan dengan pelestarian ekosistem dan kesejahteraan sosial. Dengan keterlibatan aktif masyarakat, pembangunan di Danau Singkarak dapat berjalan selaras dengan prinsip keberlanjutan.
Sebagai ekosistem yang unik, Danau Singkarak menjadi habitat bagi keanekaragaman hayati, termasuk ikan bilih (Mystacoleucus padangensis), spesies endemik dengan nilai ekologis dan ekonomis tinggi. Selain itu, danau ini menopang mata pencaharian nelayan lokal, menjadi destinasi wisata, dan mendukung sistem irigasi pertanian. Namun, ancaman dari aktivitas manusia seperti pembangunan infrastruktur, alih fungsi lahan, dan potensi polusi dari proyek PLTS terapung dapat mengganggu keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, pengelolaan yang melibatkan masyarakat sebagai pemangku kepentingan utama sangat penting untuk melindungi ekosistem dan memastikan keberlanjutan pembangunan.
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya alam merujuk pada keterlibatan aktif masyarakat lokal dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kebijakan atau proyek. Pendekatan ini tidak hanya memberikan masyarakat kesempatan untuk menyuarakan kebutuhan dan kepentingan mereka, tetapi juga memungkinkan pengambilan keputusan bersama. Di Danau Singkarak, partisipasi masyarakat sangat penting karena banyak warga bergantung pada hasil perikanan, terutama ikan bilih, sebagai sumber penghidupan utama. Selain itu, masyarakat lokal memiliki kearifan tradisional dalam mengelola sumber daya alam, yang dapat mendukung upaya pelestarian lingkungan.
Partisipasi masyarakat dapat diwujudkan melalui berbagai pendekatan di setiap tahapan proyek. Pada tahap perencanaan, pemerintah dan pengembang harus melibatkan masyarakat dalam diskusi awal terkait rencana pembangunan PLTS terapung. Sosialisasi yang transparan dan konsultasi dengan nelayan, tokoh masyarakat, dan pemuda lokal akan membantu merumuskan kebijakan yang mengakomodasi kebutuhan semua pihak. Pada tahap implementasi, masyarakat dapat dilibatkan sebagai tenaga kerja lokal dalam konstruksi dan pemeliharaan PLTS. Selain itu, mereka dapat diberdayakan untuk memantau dampak lingkungan. Pada tahap evaluasi, pembentukan kelompok pemantau berbasis komunitas akan memastikan dampak proyek terhadap ekosistem dapat diidentifikasi dan dikelola secara tepat.
Keterlibatan masyarakat dalam proyek seperti ini memberikan manfaat signifikan. Dari sisi ekologis, partisipasi masyarakat mendukung pelestarian ekosistem dengan memanfaatkan pengetahuan lokal. Sebagai contoh, nelayan yang memahami pola migrasi ikan bilih dapat memberikan masukan terkait lokasi pembangunan PLTS yang minim dampak ekologis. Dari sisi ekonomi, melibatkan masyarakat lokal menciptakan lapangan kerja baru dan mendiversifikasi pendapatan mereka. Pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan budidaya ikan atau pengembangan ekowisata juga dapat meningkatkan stabilitas ekonomi lokal. Secara sosial, partisipasi menciptakan rasa kepemilikan dan tanggung jawab bersama terhadap pengelolaan danau, sekaligus mengurangi risiko konflik antara masyarakat dan pengembang proyek.
Namun, meningkatkan partisipasi masyarakat menghadapi tantangan tertentu. Kurangnya akses informasi menjadi hambatan utama, karena banyak masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup mengenai manfaat dan dampak proyek. Selain itu, keterbatasan kapasitas, seperti kurangnya pengetahuan atau keterampilan teknis, juga menghambat masyarakat untuk berpartisipasi secara efektif. Ketimpangan kekuasaan dalam pengambilan keputusan sering kali membuat masyarakat hanya dilibatkan secara simbolis, tanpa pengaruh nyata terhadap keputusan strategis.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah dan pengembang proyek harus menyelenggarakan program edukasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya pelestarian lingkungan dan dampak pembangunan terhadap ekosistem. Pendekatan partisipatif seperti musyawarah desa dan konsultasi publik dapat memastikan proyek dirancang sesuai dengan kebutuhan lokal. Selain itu, memberikan kompensasi kepada masyarakat yang terdampak langsung, seperti subsidi atau program pemberdayaan ekonomi, dapat meningkatkan dukungan masyarakat terhadap proyek. Alokasi sebagian hasil proyek untuk meningkatkan infrastruktur publik di sekitar Danau Singkarak juga akan menciptakan manfaat yang lebih inklusif.
Pengalaman dari proyek serupa di negara lain menunjukkan pentingnya partisipasi masyarakat dalam keberhasilan pembangunan berkelanjutan. Misalnya, proyek PLTS terapung di India melibatkan masyarakat lokal dalam pemantauan dampak lingkungan dan pengelolaan infrastruktur, sehingga menciptakan sinergi antara pembangunan dan pelestarian lingkungan. Dengan mencontoh praktik terbaik tersebut, Danau Singkarak memiliki peluang untuk menjadi model pembangunan energi terbarukan yang berkelanjutan.
Partisipasi masyarakat, keberlanjutan ekosistem, dan pembangunan di Danau Singkarak adalah komponen yang saling terhubung. Dengan melibatkan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan proyek PLTS terapung, semua pihak dapat memastikan bahwa manfaat proyek tersebar luas dan berkelanjutan. Pemerintah, pengembang proyek, dan masyarakat harus bekerja sama untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan pembangunan dan pelestarian lingkungan. Langkah ini akan menjadikan Danau Singkarak sebagai contoh sukses pembangunan yang inklusif dan berwawasan lingkungan.
*Penulis: Prof. Dr. Syafruddin Karimi, SE. MA (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas)