Langgam.id - Mahkamah Konstitusi memutuskan partai politik yang sudah lolos parliamentary threshold (PT) dalam pemilu terakhir tidak perlu melewati verifikasi vaktual untuk pemilu selanjutnya. Aturan itu dianggap tidak memenuhi keadilan dalam sistem partai politik di Indonesia.
Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas (PUSaKO Unand), Feri Amsari, menyebut putusan 55/PUU-XVIII/2020 itu janggal karena berbeda dengan putusan MK sebelumnya yang meyatakan semua partaiu harus melewati verifikasi faktual.
"Janggal jadinya karena MK sebelumnya bilang harus verifikasi faktual semuanya. Tiba-tiba tidak, hanya yang ada di parlemen, yang 9 ini (tidak perlu verifikasi vaktual)," kata Feri saat berbincang dengan langgam.id, Senin (14/6/2021).
Putusan MK itu membuat partai politik yang punya kursi di parlemen hanya perlu mengikuti verifikasi administrasi saja untuk jadi peserta pemilu. Peraturan itu, kata Feri, rawan dimainkan oleh partai politik dengan membuat data yang mengada-ada agar lolos verifikasi administrasi.
"Dampaknya pada sistim partai politik, partai yang harusnya bekerja di daerah tidak menjadi jembatan antara kader dan publik di daerah secara sungguh-sungguh. Sebenarnya kantor (parpol di daerah) itu hanya kamufalse saja, ada tapi tidak ada pengurusnya," ucapnya.
Apalagi, kata dia, sampling keanggotaan dilakukan oleh partai politik sendiri, bukan oleh penyelenggara pemilu. Kecurangan dalam proses verifikasi itu juga sudah ditemukan dalam pemilu sebelumnya.
Dia menyebut, aturan itu juga akan mempermudah langkah partai yang sudah duduk di parlemen. "Artinya kalau partai di parlemen dipermudah. Lalu yang dipersulit partai yang lain, tentu persaingan tidak berimbang," ucapnya.
Senada dengan Feri, Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil, mengganggap putusan MK membuat pemilu 2024 tidak seramai pemilu sebelumnya, sebab partai yang belum punya kursi di parlemen harus melewati verifikasi ketat. Ditambah lagi, kondisi partai yang tidak melewati verifikasi faktual belum tentu sama dengan pemilu sebelumnya.
Dengan adanya putusan itu, partai yang sudah ada di parlemen bisa memulai persiapan pemilu lebih awal.
"Itu perlu diuji juga, apakah partai politik itu eksistensi organisasinya secara struktur masih sama dengan lima tahun lalu. Harusnya kan berangkat dari titik yang sama, data realtime, karena situasi pemilu 2024 pasti akan berbeda dengan situasi pemilu 2019 lalu," kata Fadli.
"Partai politik untuk jadi peserta pemilu itu memang harus dipermudah, tapi yang penting fair. Misalkan tidak diverifikasi semua, atau diturunkan syaratnya," imbuhnya.
Menurutnya, partai-partai baru yang lolos jadi peserta pemilu 2024 nanti bisa saja lebih kuat dibanding partai lama yang ada di parlemen. Hal itu karena partai baru harus menyiapkan berkas dan kosolidasi untuk lolos verifikasi faktual.
"Secara kerapian organiasi mungkin, dan menggambarkan situasi hari ini," ucapnya. (*ABW)