Langgam.id - Musim panas tahun 2021 di masa pandemi, Istanbul, Turki, justru kebanjiran insan di destinasi wisata. Pekan pertama Juli 2021, jalan Istiklal yang tersohor itu, kehidupan sepertinya tidak ada matinya. Pagi hingga pagi berikutnya, jalan sepanjang 1,5 km ini berjejal umat manusia.
Wajah-wajah di jalan yang membentang dari Taman Gezi, Taksim Square hingga mengarah ke Jalan Galipdede dan berarak ke arah Galata Mevlevihanesi (Menara Galata), juga penuh rupa. Dari penduduk lokal, hingga ragam turis asing. Sebagai makna Istiklal dalam bahasa Turki, berarti kemerdekaan, ada jutaan orang mungkin tiap harinya merayakan kemerdekaan di masa pandemi ini.
Kemerdekaan bukan berarti bebas semaunya; menafikan protokol kesehatan atau kenormalan baru menyesuaikan dengan risiko pandemi. Di titik tertentu himbauan soal kepatuhan protokol kesehatan covid-19 bisa dilihat dengan saksama. Sementara di pusat berkumpul seperti hotel atau pun pub, disediakan hand sanitizer hingga masker.
Kembali ke jalan Istiklal, obrolan saya dengan teman Indonesia, seorang wartawan televisi nasional, tentang kehidupan jalan yang dulunya dikenal dengan Grande Rue de Pera (pusat seni dan budaya); ‘kok malam begini masih ramai yah. Apakah orang di sini tidak bekerja besoknya.’
Ya, jalan Istiklal adalah jalan super sibuk, tak pernah tidur. Sejumlah situs pelancongan di Turki menyebutkan sekitar satu juta orang lalu lalang di jalan ini setiap harinya, terutama di musim panas. Jalan Istiklal adalah kamus saku kunjungan ke Turki, sebagai pedestrian yang wajib disambangi.
Jalan ini menghubungkan Taman Gezi di Taksim Square yang terkenal konsentrasi demonstrasi di tahun 2013, hingga Menara Galata, simbol kegemilangan abad pertengahan.
Jalan besar yang membelah distrik Beyoglu, di tengahnya mengiris rel trem berwarna merah yang berbalut nostalgia. Ini menjadi atraksi tersendiri di Istanbul. Kiri kanan penuh dengan semua jenis toko, restoran, kafe, hingga bangunan-bangunan bersejarah seperti St. Anthony of Padua Church.
Bumbu lainnya, atraksi dari penjual es krim, kebab, dan lagu tradisional Turki yang dilantunkan pengamen jalanan membuat suasana begitu meriah.
Jalan Istiklal dipagari dengan bekas istana, mansion, dan kedutaan abad ke-19 yang sekarang menjadi rumah bagi merek-merek terkenal. Sama sibuknya di malam hari dengan banyak toko, bar, kafe, diskotik, klub, dan restoran yang bagus. Dikatakan bahwa hingga satu juta orang berjalan naik atau turun melalui Jalan Istiklal setiap hari.
Jalan Istiklal adalah jalan awal menapaki Istanbul. Selanjutnya kaki dan mata Anda ke mana pun melangkah di tiap sudut Istanbul, adalah suguhan sejarah yang menggairahkan pengetahuan dan simbol kejayaan di persilangan benua Asia dan Eropa.
Di ujung jalan Istiklal, mata terpana melihat sebuat menara yang mencolok mata. Sangat using, tapi tertinggi di banding bangunan sekitarnya. Menara tersebut berdiri di distrik Galata, sehingga disebut Menara Galata (Galata Kulesi).
Terletak dibagian utara Tanduk Emas, dari puncak Menara Galata, bisa dilihat panorama Istanbul 360 derajat. Dari puncak menara setinggi 66 meter dengan diameter 16 meter, warisan persilangan peradaban di Istanbul bisa dipandang dan dipahami.
Kalau Anda naik ke puncak Menara Galata, bisa melihat keindahan Istanbul dalam pandangan 360 derajat. Di sana, Anda bisa lihat Golden Horn (Tanduk Emas), sisi Eropa, sisi Asia, Selat Bosporus,” bilang Osman Osmen, seorang operator tur di Istanbul.
Sepekan mengarungi dua kota besar di Turki, Istanbul dan Ankara, gairah di lokasi objek wisata, terlihat cerah, seiring dengan mulai berdatangannya turis. Gambaran jelas bagaimana wisata Turki sudah mulai pulih, dan dengan semringah menyambut para pelancong.
Langkah Strategis Turki Membuka Kran Pariwisata di Masa Pandemi
Turki salah satu negara yang paling banyak dikunjungi oleh wisatawan mancanegera. Tahun 2019, otoritas Turki menyebutkan, 52 juta wisatawan mengunjungi Turki, sekaligus menempatkan Turki sebagai tujuan wisata paling favorit ke-6 di dunia.
Namun, pandemi yang berlangsung sejak akhir 2019, berimbas pada pariwisata internasional, termasuk Turki.
Diperkirakan PDB global pendapatan pariwisata dapat turun lebih dari 4 triliun dolar pada 2020 dan 2021. Menurut laporan United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) dan United Nations World Tourism Organization (UNWTO), yang menerbitkan laporan terbaru tentang dampak Covid-19 pada sektor pariwisata, pemulihan pariwisata internasional adalah diharapkan pada paruh kedua tahun 2021.
Dalam laporan tersebut, yang menyatakan bahwa sekitar $2,4 triliun hilang pada tahun 2020 karena efek langsung dan tidak langsung dari penurunan tajam dalam kedatangan wisatawan.
Disebutkan bahwa pemulihan sektor pariwisata akan sangat bergantung pada penerapan vaksin Covid-19 secara global, dan tercatat bahwa kerugian serupa dapat terjadi pada tahun 2021.
Lalu bagaimana pariwisata Turki? Laporan dari UNCTAD dan UNWTO, imbas pandemic, menyebabkan penurunan pendapatan pariwisata Turki sekitar 93 miliar dolar Amerika.
Dalam laporan yang menyebutkan bahwa pariwisata internasional menyumbang sekitar 5 persen terhadap PDB Turki dan terjadi penurunan 69 persen kedatangan turis internasional di negara itu pada tahun 2020, penurunan permintaan pariwisata negara itu diperkirakan mencapai 33 miliar dolar.
Total penurunan produksi ekonomi negara mencapai 93 miliar dolar, menyebabkan kerugian di sektor-sektor yang terkait erat dengan pariwisata seperti komunikasi dan transportasi.
Kebijakan pemerintah Turki menghadapi pandemic semisal mempercepat vaksinasi untuk seluruh rakyat, menerapkan PSBB, dan hingga saat ini tetap mewajibkan penerapan protokol kesehatan di area publik, bukan saja menjadi langkah efektif melandaikan penyebaran covid-19, tapi juga mempercepat pemulihan sektor pariwisata.
“Tentu saja beda. Pandemi sangat berdampak, bahkan memukul pariwisata Turki. Tapi sekarang, setelah orang-orang mulai mendapatkan vaksin, destinasi wisata mulai kedatangan turis lagi,” ujar Osman Osmen.
Baca Juga: Turki Setelah Kudeta 15 Juli
Langkah pasti menggairahkan kembali sektor pariwisata tampak dengan jelas pada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah.
Bulan Juni 2020, secara pelan-pelan destinasi wisata kembali dibuka. Lalu di bulan Juli 2020, penerbangan internasional kembali dibuka. Semuanya dibuka dengan menerapkan protocol kesehatan serta beradaptasi dengan kenormalan baru.
Setelah bulan Juli 2020, Kementerian Pariwisata Turki ambil langkah baru untuk Program Pariwisata Aman (Safe Tourism) dengan sertifikat yang dikasih ke hotel, restoran, dan pemandu pariwisata. Mereka terlebih dahulu mengikuti program Safe Tourism setelah dapat edukasi mengenai Covid-19.
Berdasarkan data dari Kementerian Pariwisata Turki, sejak Juli 2020 hingga Juli 2021, sekitar 15 juta wisatawan mancanegara mengunjungi Turki. Turis yang paling banyak berasal dari Rusia, Bulgaria, Jerman, Inggris dan Ukrania.
Salah seorang operator pariwisata Turki, Ramazan, mengatakan pandemi covid-19 berdampak negatif pada agen travel dan operator tur, baik lokal maupun internasional.
“Bulan Maret –Juli tutup, tidak ada grup sama sekali. Karena penerbangan internatisonal tutup. Setelah pemerintah buka kembali mulai Juni 2020, dengan protokol kehidupan normal baru, pelan-pelan mulai normal, pertama dari Negara yang saya sebut, dan Negara lain dengan kasus rendah, termasuk Indonesia,” bebernya.
Kran pariwisata dibuka hingga Desember 2020. Namun kasus covid-19 kembali naik, dan pemerintah ambil kebijakan baru seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Senin-Sabtu tidak boleh keluar, kecuali belanja di mini market.
Imbasnya, grup turis tidak ada masuk. Sementara di lokasi destinasi wisata seperti museum tetap buka, tapi dengan jam diubah. Jika biasanya buka pukul 9 pagi, maka selama PSBB
Kebijakan yang dikeluarkan dalam pengelolaan pariwisata Turki di masa pandemi, menurut Ramazan penting untuk meyakinkan pelancong soal perjalanan dan mengunjungi Turki di masa pandemi.
“Travel agen sudah dapat sertifikat, dan kerja sama dengan pmrintah, Kita menyiapkan tempat karantina dari pemerintah yang gratis, atau tempat menurut wisatawan bisa diatur hotel juga. Kita atur semuanya dengan baik. Fasilitas dari rumah sakit, masih ada ICU, kamar tersedia. Jadi sisi kesehatan dan fasilitas, pemerintah Turki cukup menjamin. Maka orang banyak pilih Turki tempat wisata di masa pandemi ini. Apalagi lokasinya antara Asia-Eropa. Turki buka untuk semua Negara,” terangnya.
Murah, Ramah, Bergelimang Sejarah
Alasan kebanyakan orang melancong ke Turki bisa dikatakan; murah, ramah, dan bergelimang sejarah. Perpaduan ini menyebabkan orang betah di Turki.
Ramazan mengatakan, sejak kran wisata dibuka kembali di masa pandemi, orang Indonesia juga sudah mulai melancong ke Turki. Kebanyakan orang Indonesia menurut Ramazan, pergi ke Istanbul, Canakkale, Bursa, Kuşadası, Pamukkale, Cappadocia, Ankara, Edirne, Şanluurfa, Gaziantep, Adıyaman, Trabzon, Erzurum.
Selain itu, diaspora Indonesia di negeri Belanda dan Negara lainnya di Eropa, juga menjadikan Turki sebagai destinasi wisata yang patut dijajal.
“Tamu kami hanya teman dan orang Indonesia di Belanda. Via mulut ke mulut saja. Sebab, harga tur ke Turki murah meriah. 6 hari di Istanbul plus tiket pulang pergi pas low season, lebih kurang 500 Euro. Kalau harga untuk mengunjungi beberapa kota low season 850-1000 Euro untuk 8-10 hari,” ungkap Erita, seorang agen travel atau tur operator yang tinggal di Belanda.
Selain ikatan historis dan harga terjangkau, kesukaan orang Indonesia datang ke Turki juga karena keramahan orang-orang Turki sendiri.
Ini menjadi beberapa alasan Seorang Spanyol, Enrique Paton beristrikan Hani, asal Cirebon, Indonesia, datang ke Turki dan kemudian berlama-lama tinggal.
Pasangan yang sudah dikaruniai dua orang anak ini, lima tahun terakhir menetap di Bali, Indonesia. Saat ditemui di Museum of Anatolian Civilizations, 10 Juli 2021, ia telah datang ke Turki sejak 19 Juni 2021.
Museum of Anatolian Civilizations terletak di sisi selatan Benteng Ankara di daerah Atpazarı di Ankara, terdiri dari bangunan penyimpanan bazaar Mahmut Paşa tua, dan Kurşunlu Han.
Museum ini magnet bagi mereka pecinta sejarah. Museum ini menghidangkan rumitnya masa lalu kuno Turki. Kita akan dibawa ke masa lalu, bahkan jauh ke belakang; prasejarah.
Kita akan menjumpai ragam artefak dan narasi tentang periode Palaeolithic, Neolitik, Chalcolithic, Bronze Age, Assyrian, Hittite, Phrygian, Urartian dan Lydian.
Pada lantai bawah terdapat koleksi artefak Romawi yang digali di penggalian di dan sekitar Ankara.
“Ini kedua kalinya berwisata ke Turki. Kita sudah mutar-mutar ke mana-mana di Turki dengan mobil rental yang kita pakai sebulan. Cukup bayar Rp.10 juta saja. Terakhir kita akan ke Istanbul, selanjutnya akan terbang ke Spanyol,” kata Paton.
Menurutnya, bertamasya ke Turki tidak lah mahal. Dan menariknya, di Turki dapat suasana barat seperti di Istanbul dan timur atau budaya Asia.
Ia terkesan dengan orang-orang Turki yang begitu ramah, murah senyum, dan sangat terbuka (welcome). “Lima tahun lalu pernah ke sini, dan suka dengan orang Turki, berkesan, maka balik lagi ke sini. Banyak peninggalan sejarah yang bisa jelajahi,” tukasnya.
Kebijakan pemerintah serta ketaatan pelaku wisata menerapkan protocol kesehatan juga menambah keyakinan mereka kalau Turki aman untuk dikunjungi berlama-lama.
“Saya rekomendasikan pergi ke Turki, karena orang-orang sangat terbuka dengan kita-kita. Di masa pandemi ini, pariwisata aman. Di dalam area pakai masker, di luar bisa tidak,” tandas Paton.
Sekretaris Jenderal UNWTO Zurab Pololikashvili menyatakan, jutaan mata pencaharian orang bergantung pada pariwisata. Dia menambahkan, dimulainya kembali pariwisata yang aman dengan memajukan program vaksinasi sangat penting untuk lapangan kerja dan sumber daya yang dibutuhkan, terutama di negara-negara berkembang yang bergantung pada pariwisata internasional.
Musim panas tahun ini kembali merekahnya wisata Turki, membuktikan negara yang dijahit oleh sejarah dan peradaban lampau nan gemilang itu, mulai keluar dari kirisis imbas pandemi. Gapura Eropa dan Asia ini siap menanti tamu dengan tangan terbuka.