Langgam.id - Helatan budaya Musinuruk ka Simaeruk, yang berlangsung di Aula Desa Maileppet, Kecamatan Siberut Selatan, Mentawai, sejak 29 Oktober 2024, resmi ditutup pada 1 November 2024 dengan beragam pertunjukan budaya yang memukau. Mulai dari tarian, teater, hingga musikalisasi puisi, acara ini menjadi bukti kekayaan budaya Mentawai yang patut dilestarikan.
Penutupan acara dimeriahkan oleh Turuk Toropipi, pertunjukan tari yang mengisahkan gerakan capung bermain dan mandi di sungai, karya Ignas dan Inong. Ignas, yang juga guru di Sanggar Desa Maileppet, serta Inong, seorang pegiat budaya muda, menghadirkan keunikan tradisi Mentawai dalam gerakan yang memukau. Pertunjukan lainnya, Mentawai Blue, sebuah tarian kreasi karya Inda Saurei yang dipentaskan oleh anak-anak Desa Maileppet, menggambarkan keindahan alam Mentawai yang menjadi daya tarik wisatawan.
Tak hanya tari, Musinuruk ka Simaeruk juga menyuguhkan tiga pertunjukan teater dari program Nan Tumpah Masuk Sekolah 2024, yang mengangkat cerita lokal Desa Maileppet. Mumain Simakerek, pertunjukan yang mengisahkan dilema anak-anak dalam mempertahankan permainan tradisional versus permainan digital, mencerminkan perubahan budaya akibat teknologi. Pertunjukan Asal Usul Pohon Sagu mengangkat cerita rakyat setempat tentang seorang anak yang menjadi pohon sagu, sedangkan Ayam Dahulu, Anak Kemudian menceritakan perjuangan anak-anak sekolah yang kerap terlambat akibat tugas rumah yang menumpuk.
Tenku Raja, salah satu pelatih dari Komunitas Seni Nan Tumpah, mengapresiasi semangat peserta dari SMA Negeri 1 Siberut Selatan, SMA Lentera Mentawai, SMP Negeri 1 Siberut Selatan, dan SMK Negeri 2 Kepulauan Mentawai. “Hanya dalam tiga hari pelatihan, anak-anak ini mampu menampilkan pertunjukan dengan sungguh-sungguh, meski waktu sangat terbatas,” ujarnya.
Turuk Uliat Bilou, sebuah pertunjukan yang dilatih Ignas bersama anak-anak Desa Maileppet, juga mencuri perhatian penonton. “Saya senang melihat antusiasme anak-anak ini dalam belajar, upaya kami untuk mewariskan budaya Mentawai pada generasi muda mulai terlihat hasilnya,” ungkap Ignas.
Acara penutupan ini juga dihadiri oleh Camat Siberut Selatan dan Kepala Desa Maileppet, yang turut menyampaikan apresiasi. Hijon, dalam sambutannya, menegaskan pentingnya mempertahankan acara semacam ini sebagai upaya memperkaya budaya setempat. Senada dengannya, Sarno Cependi, pembina Komunitas Sinuruk Mattaoi, berjanji akan mengupayakan agar Musinuruk ka Simaeruk dapat digelar setiap tahun.
Pada 2 November, acara dilanjutkan dengan diskusi tentang Tata Kelola Organisasi dan Pembangunan Relasi bersama Yusuf Fadly Aser, Ketua Rumah Ada Seni. Menurut Yusuf, keragaman kecakapan, kedisiplinan, dan semangat anggota Komunitas Sinuruk Mattaoi merupakan bekal kuat untuk masa depan komunitas ini. “Memperdalam kekayaan budaya Mentawai adalah prioritas, baru kemudian kita asah kemampuan teknis,” sarannya.
Menggali Nilai Luhur Budaya dalam Kebersamaan
Bagi Mahatma Muhammad, Ketua Komunitas Seni Nan Tumpah, Musinuruk ka Simaeruk bukan sekadar pameran dan pertunjukan. “Ini adalah upaya mengenali kembali kekayaan Desa Maileppet dan menyambung regenerasi pewaris budaya. Lima atau sepuluh tahun lagi, mereka yang di sini akan memetik hasil dari apa yang kita tanam sekarang,” ungkapnya.
Sejak pembukaan, kegiatan ini sudah terasa istimewa dengan pameran karya seniman Martin Depores, Nogita Saurei, Euwdes Farendra, serta foto-foto perjalanan Komunitas Sinuruk Mattaoi. Musikalisasi puisi dari SMA Negeri 1 Siberut Selatan, pemenang lomba tingkat Sumatera Barat, serta Turuk Laggai yang memukau, membawa penonton larut dalam keindahan tradisi Mentawai.
Di hari kedua, pertunjukan teater Jam Belajar Tambahan menyapa siswa SMA Negeri 1 Siberut Selatan dan SMA Lentera Mentawai. Di aula, pelatihan melukis dan mewarnai diikuti antusias oleh siswa TK dan SD, dibimbing anggota Komunitas Sinuruk Mattaoi dan Jefi Rozi Trianda dari Komunitas Seni Nan Tumpah. Program pelatihan ini terus berlanjut hingga pertunjukan teater pada malam hari, lengkap dengan pemutaran film dokumenter tentang budaya Mentawai dari Watchdoc dan Mancogu Kreasi.
Pada malam penutupan, bazaar produk kriya khas Mentawai juga ramai dikunjungi, memperlihatkan produk budaya yang khas dan autentik. Srikandi Putri, penyelenggara acara, menutup acara dengan harapan besar. “Melalui kegiatan ini, kami hendak meneruskan semangat gotong royong kepada generasi mendatang. Semoga Desa Maileppet terus semarak dengan kegiatan budaya seperti ini.”
Helatan Musinuruk ka Simaeruk tahun ini menjadi bukti bahwa masyarakat Maileppet dan Mentawai siap menjaga dan melestarikan kekayaan budaya mereka, agar tetap hidup dan berkembang di tengah gempuran zaman. (*/Yh)