Ombudsman Sumbar Verifikasi Laporan Keluarga Bayi Meninggal di RSUP M Djamil

Domisili Palsu, ombudsman rotasi

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumbar Yefri Heriani (Foto: Rahmadi/langgam.id)

Langgam.id - Keluarga bayi satu bulan yang meninggal diduga akibat ditelantarkan pihak RSUP M Djamil, akhirnya membuat laporan ke Ombudsman Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar). Laporan dilakukan melalui saluran video call dan diterima Ombudsman pada Selasa (5/5/2020).

Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar Yefri Haryani mengatakan dalam laporan itu, pihak keluarga menyampaikan berkaitan prosedur pelayanan di RSUP M Djamil Padang. Dalam hal ini, diduga terjadi maladministrasi yang berakibatkan meninggalnya bayi pelapor.

"Pelapor mengeluhkan prosedur pelayanan RSUP M Djamil Padang yang diduga lamban dalam menangani pasien gawat darurat yang dialami oleh bayinya," kata Yefri dalam keterangan tertulisnya diterima Langgam.id, Selasa (5/5/2020) malam.

Keterangan pelapor, bayinya dilakukan isolasi dengan status pasien dalam pengawasan (PDP). Penyelenggaraan bayi pelapor juga menggunakan protokol covid-19.

"Menurut pelapor tidak ada hasil tes anak pelapor sebagai pasien covid-19," ujarnya.

Yefri mengungkapkan pelapor akan melengkapi kronologis pasca laporan diterima. Pihaknya akan melakukan verifikasi formil dan materil. "Kami juga meminta klarifikasi ke terlapor yakni RSUP M Djamil Padang," tuturnya.

Sebelumnya, peristiwa ini terjadi pada Rabu (29/5/2020). Bayi malang ini merupakan buah hati pasangan Fery Hermansyah dan Rydha warga asal Kota Pariaman.

Bayi perempuan diberi nama Isyana Putri Aisyah itu, meninggal sebelum mendapatkan perawatan medis di RSUP M Djamil. Ibu kandung bayi itu, Rydha mengungkapkan kejadian bermula ketika itu anaknya baru saja disusuinya, kemudian mengalami tersedak.

Berbagai cara upaya alternatif dilakukannya saat itu agar anaknya kembali normal, namun ternyata tidak membuahkan hasil.

"Beberapa alternatif cara untuk agar penyakit yang saya lihat tersebut bisa saya selesaikan sendiri di rumah. Ternyata tidak bisa, maka sebagai orang tua saya merasa cemas," ujar Rydha dalam videonya yang diizinkan untuk dikutip langgam.id.

Melihat kondisi anaknya itu, ia kemudian langsung membawa bayinya ke Rumah Sakit Aisyiyah Kota Pariaman. Kala itu, paramedis mencoba menangani, namun bayi Rydha harus mendapat pertolongan lebih lanjut dengan alat medis yang memadai.

"Karena mereka (Aisyiyah) tidak memiliki alat-alat yang lengkap. Maka saya dikasih referensi untuk memilih salah satu rumah sakit yang ada di kota Padang. Dan saya minta pendapat mana rumah sakit yang memiliki peralatan bayi yang paling banyak. Dikasih referensi itu M Djamil, dan saya akhirnya memilih M Djamil," katanya.

Dengan kecepatan tinggi ambulans melaju dari Kota Pariaman menuju Kota Padang. Rydha berangkat bersama suaminya, Fery Hermansyah beserta perwakilan dari Rumah Sakit Aisyiyah menuju RSUP M Djamil.

Kala itu, yang ada di benak pasangan ini bagaimana anak mereka dapat diberikan pertolongan segera. Namun ternyata, harapan itu tak sesuai dengan apa yang diinginkannya. Ketika sampai di IGD RSUP M Djamil, Rydha dan Fery Hermansyah beserta bayinya dibiarkan begitu saja.

"Semuanya cuek, tidak ada yang datang menanya dari mana, apa segala macam. Tidak seperti yang saya alami di RS Aisyiyah datang langsung disambut, itu tidak saya terima sama sekali di sana (RSUP M Djamil)," sesalnya.

Pada saat itu, Rydha menyebutkan, hanya ada security. Kemudian, perawat Rumah Sakit Aisyiyah yang ikut dalam ambulans langsung masuk kedalam IGD. Antara perawat berkonsultasi, dan akhirnya barulah salah seorang pihak dari RSUP M Djamil keluar.

"Dan pas dia keluar, itu yang mereka lakukan hanya cek suhu, suhu tubuh anak saya yang lagi berada di ambulans. Bukan disambut, diboyong dibawa masuk kedalam, tidak, itu tidak sama sekali," ungkap Rydha.

Hampir sekitar 20 menit lamanya Rydha dan sang suami menunggu. Dirinya kemudian masuk ke dalam, untuk disuruh mengurus administrasi pendaftaran. Namun, tiba-tiba perawat memutuskan bahwa ruang bangsal anak penuh.

"Lalu saya berdebat, langsung saya berikan hasil info yang saya terima sebelum kita jalan, kalau saya ada teman dan famili yang kerja di sana. Kalau bangsal anak itu sebenarnya kosong, lagi sepi," ujarnya.

"Akhirnya saya bilang ibu pembohong, bapak pembohong, saya tahu di sini ruang (bangsal) anaknya sepi. Karena Ungkapan tersebut akhirnya mereka mau terima," sambungnya.

Diputuskan Harus Masuk Ruang Isolasi

Setelah perdebatan, akhirnya pihak rumah sakit mau menerima, tetapi memutuskan bayi tersebut harus masuk ruang isolasi terlebih dahulu. Rydha kesal, perawat bukan mendahului menangani atau memberikan pertolongan.

"Karena saya berontak, tetap berontak tidak mau anak saya masuk ke sana. Karena saya rasa sangat-sangat kritis sekali anak saya pada hari itu. Memang butuh pertolongan yang sangat sangat dibutuhkan pertolongan oleh seorang bayi yang masih kecil yang umurnya baru 30 hari," ucapnya dengan berurai air mata.

Rasa sangat senang Rydha ketika mengetahui anaknya akan dibawa ke rumah sakit memiliki alat medis yang lengkap, berubah seketika menjadi kecemasan.

"Sampai saya mengeluarkan kata-kata sama orang tersebut, saya ikuti prosedur ibu sama bapak kalau memang itu juga yang bapak inginkan saya ikuti. Tapi kalau seandainya nanti terjadi apa-apa sama anak saya, apa kalian mau bertanggung jawab? saya sempat melontarkan kata-kata tersebut," katanya.

Karena tak ada pilihan, apalagi untuk berpindah rumah sakit lain, akhirnya keluarga ini memutuskan untuk mengikuti prosedur RSUP M Djamil. Fery Hermansyah selaku ayah kandung, menemani buah hatinya masuk ke ruangan yang disebut ruang isolasi untuk tes covid-19.

Di ruang itu, hanya boleh masuk untuk satu orang. Dari kata perawat yang disampaikan kepada Rydha, di ruang isolasi memiliki peralatan yang lengkap dan ditangani medis di sana.

"Pas masuk disana ternyata tidak langsung juga dilakukan tes covid-19, juga lama menunggu. Suami saya juga sudah nelpon-nelpon, nih Kok lama di tesnya, anak saya sudah semakin kritis kata suami saya," jelasnya.

Tepat pada pukul 17.30 WIB, paramedis datang ke ruang isolasi menemui. Mereka pun hanya melakukan rontgen, namun untuk tes darah belum dilaksanakan. Rydha mengira penanganan di ruang itu cepat, namun nyatanya tidak seperti yang diharapkan.

Bahkan, kata Rydha, alat medis yang lengkap yang sebelumnya disampaikan ternyata tidak ada sama sekali. Hingga akhirnya, pukul 17.00 WIB, buah hati pasangan ini meninggal dunia dan perawat pergi begitu saja.

Fery Hermansyah dan jenazah bayinya berada di ruangan isolasi itu sampai pukul 21.00 WIB, tanpa ada kabar dari perawat selanjutnya. Padahal, saat itu suami Rydha yang puasa juga tidak mendapat minum air putih segelas pun untuk berbuka puasa.

Hanya menangis yang bisa dilakukan Fery Hermansyah, kala melihat anaknya telah terbujur kaku. Ia sempat berontak dan ingin membawa anaknya untuk keluar, namun Rydha mencoba menenangkan. Tak berselang, datang seorang perawat yang ingin mengambil sampel darah.

"Entah perawat, entah dokter, entah apa saya tidak tahu. Katanya mau mengambil sampel darah anak saya yang kala itu suami dan saya masih ikhlas untuk diambil darah. Ternyata dia kaget melihat darah anaknya sudah beku dan mungkin tidak bisa diambil," tuturnya.

Salah seorang perawat itu sempat menanyakan kepada Fery Hermansyah kenapa darah bayinya bisa membeku. Mendengar hal itu, ia pun marah dan berontak. "Sudah tahu anak saya meninggal jam 17.00 WIB sampai 21.00 WIB, bertanya juga kamu kenapa darah anak saya beku. Seharusnya kamu yang tahu," ucap Rydha menirukan perkataan suaminya.

Hingga akhirnya, perawat tersebut kembali meninggal keluarga ini. Sampai sekarang tanpa ada kejelasan soal penyakit dan status yang diderita anak Rydha dan Fery Hermansyah. Begitupun data-data lain, juga tidak mereka terima dari pihak rumah sakit.

"Kami pulang dengan sendirinya karena sudah tidak tahan lagi dengan apa yang mereka lakukan. Dan mereka bahkan bilang akan mengkremasi anak saya dengan cara covid-19 karena statusnya dia bilang PDP," tuturnya.

Rydha heran, apabila anaknya betul-betul diduga terpapar virus hingga akhirnya ditetapkan PDP, kenapa kenapa Rumah Sakit Aisyiyah tidak membawa ke RSUD Pariaman yang juga merupakan rujukan rumah sakit khusus covid-19 yang lebih dekat.

Padahal kronologi awal sudah disebutkan apa penyebab, bahwa anaknya tersedak setelah menyusui. Maka dari itu, keluarga ini berontak untuk melakukan swab terhadap bayinya. Mereka berharap hal seperti ini tidak terjadi kembali kepada masyarakat lain.

"Karena di sini saya lihat dari jawaban klarifikasi mereka itu proses administrasi jauh lebih penting dan prosedur, lebih dari menyelamatkan nyawa seseorang. Nauzubillah Min Dzalik, padahal semua sudah diatur oleh undang-undang. Apakah undang-undang jauh lebih lemah dibanding dari aturan mereka. Saya tidak tahu hanya pemerintah yang bisa menjelaskan dan menjawabnya terima kasih," tuturnya. (Irwanda/ICA)

Baca Juga

Pemko Padang mendukung penuh pengembangan RSUP M Djamil. Dukungan itu disampaikan oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Padang, Andree Algamar
Pj Wako: Pemko Padang Dukung Penuh Pengembangan RSUP M Djamil
Walhi Sumatra Barat secara resmi melaporkan dugaan maladministrasi terkait penundaan pembongkaran bangunan hotel
Walhi Laporkan Dugaan Maladministrasi Soal Penundaan Pembongkaran Hotel di Lembah Anai ke Ombudsman
Soal Kasus PT LIN dan KPP MAK di Pasaman Barat, Ombudsman RI Datangi Pemprov Sumbar
Soal Kasus PT LIN dan KPP MAK di Pasaman Barat, Ombudsman RI Datangi Pemprov Sumbar
Pengawasan Dokumen Adminduk, Ombudsman RI Kunjungi Kota Padang
Pengawasan Dokumen Adminduk, Ombudsman RI Kunjungi Kota Padang
Ombudsman Temukan Indikasi Maladministrasi Pencairan KUR di BRI Padang
Ombudsman Temukan Indikasi Maladministrasi Pencairan KUR di BRI Padang
Ombudsman RI sudah merilis hasil penilaian penyelenggaraan pelayanan publik terhadap Pemerintaah Provinsi Sumatra Barat, 19 Pemerintah
18 Kabupaten/Kota di Sumbar Raih Rapor Hijau dari Ombudsman, 1 Daerah Zona Kuning