Media massa adalah sarana atau medium yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak luas.
Fungsi media massa cukup penting dalam perkembangan komunikasi yang terjadi di dalam masyarakat. Dengan mengacu pada perkembangan teknologi informasi, media massa merupakan alat transportasi komunikasi massa yang dapat menyebarkan sebuah berita atau informasi dengan jangkauan yang lebih luas, cepat dan efisien.
Menurut Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc, dalam bukunya yang berjudul Pengantar Ilmu Komunikasi (2021), media massa digolongkan sebagai media lama (old media) yang terbagi ke dalam 2 (dua) tipe yakni media massa cetak, dan media massa elektronik.
Media massa cetak yang dikenal selama ini antara lain surat kabar, majalah, buletin, buku, dan media lini bawah. Surat kabar dan majalah adalah dua bentuk media massa cetak yang menguasai pasaran informasi sebelum adanya media digital.
Namun seiring dengan perkembangan zaman, para pembaca sudah banyak yang beralih ke media online. Ada anggapan bahwa surat kabar hanya dibaca oleh orang orang tertentu saja, kebanyakan orang orang tua ataupun segelintir penikmat berita yang lebih suka membaca dengan cara memegang koran karena dianggap lebih afdol. Sedangkan generasi muda lebih banyak membaca berita melalui media online dengan alasan gampang untuk diakses.
Media massa yang kedua adalah media massa elektronik seperti film, radio dan televisi. Media ini juga banyak mengalami pergeseran, contohnya saja film yang dahulunya hanya bisa dinikmati melalui layar televisi, sekarang sudah bisa dinikmati di bioskop, atau bahkan melalui layanan berbayar seperti Netflix. Kemudian radio yang semakin kehilangan pangsa pendengar nya, namun radio ini masih memiliki tempat di hati pendengar nya yang kadang suka bernostalgia.
Media media ini kemudian mengalami apa yang disebut sebagai konvergensi media atau integrasi media melalui digitalisasi yang dilakukan oleh industri media. Sebagai contoh kita dahulu mengenal Kompas sebagai salah satu media cetak yang hadir dalam bentuk koran. Namun sekarang Kompas sudah merambah melalui adanya portal berita Kompas.com, dan channel Youtube Kompas TV. Atau contoh lain nya seperti Tribun yang sudah melakukan konergensi media dengan adanya Tribunnes.com
Berbicara mengenai industri media tentu tidak akan ada habisnya, terutama industri media yang ada di Indonesia. Apalagi jika dikaitkan dengan komunikasi politik, karena media menjadi sarana dalam penyampaian proses komunikasi antara aktor politik dan masyarakat. Media berperan penting dalam pembentukan opini masyarakat, dan tidak jarang menjadi “alat” bagi kaum elite politik untuk menyampaikan agenda maupun tujuan nya dengan maksud agar diketahui masyarakat luas.
Di Indonesia sendiri ada media media yang dikuasai oleh beberapa orang ataupun kelompok politik yang memiliki kekuatan cukup kuat, atau bisa disebut dengan “oligarki media”. Oligarki media sendiri bisa digambarkan sebagai suatu media yang berpihak pada satu orang maupun kelompok politik tertentu yang memiliki akses lebih yang bisa digunakan untuk menunjukkan kekuatan ataupun kekuasaan si pemilik.
Setelah adanya reformasi, muncul harapan harapan baru akan adanya demokratisasi media. Bahwa media tidak lagi dikuasai sepenuhnya oleh Pemerintah ataupun kekuasaan terpusat. Namun pada kenyataan nya, oligarki media justru semakin menguat, dengan dibuktikan nya banyak nya pemilik pemilik media yang bermunculan. Pemilik modal beralih ke industri media dikarenakan kekuatan media yang sangat besar sehingga bisa menyampaikan pesan ataupun kepentingan si pemilik. Hal seperti ini justru mengurangi independensi berita yang disampaikan kepada masyarakat, karena terkesan mendukung satu kelompok tertentu saja. Dan bisa jadi dengan berita yang disampaikan tersebut akan mengakibatkan pembodohan publik.
Menurut riset yang diterbitkan oleh Yanuar Nugroho dan tim pada tahun 2013, hampir semua perusahaan media di Indonesia dikuasai oleh 12 besar. Kaum oligarki media ini biasanya adalah pemilik media yang memulai karir dari televisi ataupun media cetak.
Sebenarnya adalah hal yang sah dan wajar ketika media menjadi tempat opini publik. Tapi lain halnya ketika berita yang dimunculkan bukan lagi untuk kepentingan publik, namun untuk kepentingan si pemilik media, ditambah lagi jika si pemiliki media sudah ikut masuk ke dalam arena politik, maka media sudah menjadi “kendaraan” baik itu untuk menyampaikan agenda politik maupun untuk kepentingan bisnis yang ujung ujungnya akan menguntungkan bisnis media.
Hal ini sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Teori Pilihan Public (Public Choice Theory), dimana teori ini memberikan gambaran terkait motivasi para pelaku politik dinasti yang berusaha mempertahankan kekuasaan nya dalam rangka memenuhi kepentingan pribadi mereka. Pemilik media akan mewariskan apa yang sudah mereka rintis kepada anggota keluarganya. Kita ambil contoh salah seorang pengusaha yang bergerak di bidang media adalah Hary Tanoesoedibjo atau biasa dipanggil Hary Tanoe. Memiliki kerajaan bisnis dengan nama MNC Group yang terdiri dari empat jaringan televisi swasta (RCTI, MNCTV, GTV dan INews), radio, surat kabar dan majalah tabloid. Selain fokus di media, usaha ini juga merambah ke jasa keuangan, entertainment hospitality, e-commerce dan digital. Selain itu seorang Hary Tanoesoedibjo adalah Ketua Umum Partai Perindo, dan sedang mencalonkan diri sebagai anggota DPR dalam pemilihan umum 2024, berikut dengan istri dan anak anaknya.
Hary Tanoesoedibjo juga menjadi jajaran orang tekaya di Indonesia berkat hasil dari media yang dia miliki, sudah sangat jelas bahwasanya media merupakan salah satu wadah untuk mencari kekayaan, pamor dan popularitas yang tidak terbantahkan, dan saat ini sebagai salah seorang pemilik media terbesar di Indonesia, sudah pasti seorang Harry Tanoe mempersiapkan keturunannya (anak-anaknya) untuk meneruskan usahanya media masa yang saat ini di jalankan. Dan sebagai seorang yang bergerak di bidang politik, sedikit banyak nya akan ada pengendalian media yang terkait dengan kepentingan kepentingan politik dan juga bisnisnya.
Singkatnya oligarki media secara tidak langsung akan menentukan wajah pemberitaan yang disampaikan. Kita sebagai penikmat berita diharapkan untuk lebih cerdas untuk memilih dan memilah berita yang akan kita baca, serta memahami apa pesan pesan yang hendak disampaikan olehnya.
Penulis: Dwi Fitri Meirina Sari (Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas)
DAFTAR PUSTAKA
Stanley J. Baran, Dennis K, Davis, 2010, Teori Dasar Komunikasi ; Pergolakan, dan Masa Depan Massa, Salemba Humanika
Prof. Dr. H. Hafied Cangara, M.Sc, 2021, Pengantar Ilmu Komunikasi, Raja Grafindo
Susi Setiawati, 2023, Kerajaan Bisnis Hary Tanoe & Potensi Cuan Jika Ganjar Menang, CNBC Indonesia