Langgam.id - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai rasio kredit bermasalah atau nonperforming loan/NPL kredit perbankan di Sumatra Barat masih terjaga meski terdampak Covid-19.
Kepala Perwakilan OJK Sumbar Misran Pasaribu mengatakan sampai paruh pertama tahun ini kualitas kredit perbankan masih terkontrol di bawah ambang batas yang ditetapkan otoritas sebesar 5 persen.
"Masih sangat terjaga kualitas kreditnya, tetapi tetap harus diwaspadai. Sampai Mei 2020, angka NPL perbankan Sumbar sebesar 2,61 persen, masih terjaga," katanya kepada Langgam.id, beberapa waktu lalu.
Baca juga: OJK Turunkan Target Kredit Perbankan Sumbar
Angka itu, memang sedikit meningkat dari Desember 2019 sebesar 2,16 persen. Meski demikian, Misran meminta perbankan mewaspadai penyaluran kredit modal kerja yang rasio NPL-nya mencapai 4,8 persen atau sudah mendekati angka maksimal sebesar 5 persen.
Adapun, total penyaluran kredit di Sumbar hingga Mei 2020 mencapai Rp52,2 triliun dengan pertumbuhan 2,21 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya atau secara year on year (yoy).
Kredit itu disalurkan dalam bentuk kredit investasi sebesar Rp8,07 triliun atau tumbuh 1,61 persen (yoy) dengan rasio macet sebesar 2,51 persen. Kemudian kredit modal kerja sebesar Rp18,77 triliun atau turun 0,82 persen dengan rasio NPL 4,8 persen.
Selanjutnya, kredit konsumtif sebesar Rp25,35 triliun atau tumbuh 4,77 persen dengan rasio kredit macet sebesar 1,03 persen. OJK mengungkapkan sampai saat ini komposisi penyaluran kredit konsumtif masih tinggi mencapai 48,58 persen. Padahal idealnya porsi kredit komsumtif hanya 30 persen dari total penyaluran kredit.
Terkait dampak Covid-19, OJK menurunkan target penyaluran kredit lembaga jasa keuangan baik perbankan maupun perusahaan multifinance di Sumbar ke angka 5 persen plus minus 1 plus dari sebelumnya 12 persen.
“Sejak Maret dampaknya sudah terasa. Makanya kami turunkan proyeksi kredit ke angka 5 persen plus minus 1 persen,” katanya kepada Langgam.id, beberapa waktu lalu.
Menurutnya, dalam kondisi saat ini, bisa mencapai pertumbuhan 5 persen saja, sudah merupakan prestasi, karena sulitnya tenaga sales perbankan maupun leasing untuk menyalurkan kredit. Apalagi, sektor usaha juga mengalami dampak akibat wabah corona.
Meski menurunkan proyeksi dari 12 persen ke 5 persen plus minus 1 persen, namun OJK Sumbar belum menerima revisi rencana bisnis dari perbankan maupun leasing di daerah itu.
“(revisi rencana bisnis) belum. Biasanya akhir bulan ini, karena kan pengajuan revisi hanya satu kali,” katanya.
Ia menyebutkan sekitar Rp15,35 triliun plafond kredit dari 304.052 nasabah bank dan leasing di daerah itu ikut terdampak dan berpotensi gagal bayar, sehingga dilakukan restrukturisasi atau penundaan pembayaran cicilan.
“Di Sumbar sangat terpengaruh. Data kami yang terdampak Covid mencapai 304.052 nasabah perbankan dan leasing dengan total outstanding pembiayaan Rp15,35 triliun,” kata Misran. (HF)