Langgam.id - Di tengah hamparan sawah dan bukit-bukit Subaladuang, gema frasa “Tagakan Marwah Sako, Pertahankan Pusako” menguat dalam pelaksanaan Musyawarah Wilayah (Muswil) V Serikat Petani Indonesia (SPI) Sumatera Barat, yang digelar pada 11–12 Juli 2025 di Jorong Subaladuang, Nagari Sungai Kamuyang, Kecamatan Luak, Kabupaten Limapuluh Kota. Bukan sekadar semboyan, kalimat itu menjadi ruh perlawanan kaum tani dan masyarakat adat dalam menjaga tanah, budaya, serta sistem pertanian yang diwariskan secara turun-temurun.
Muswil kali ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat konsolidasi gerakan petani di Ranah Minang. Di tengah derasnya arus kapitalisme dan konflik agraria yang makin tajam, SPI Sumbar menegaskan komitmennya untuk terus memperjuangkan reforma agraria sejati, membangun ekonomi berbasis kerakyatan, serta menegakkan kedaulatan pangan dari tingkat nagari hingga nasional.
“Tagakan Marwah Sako, Pertahankan Pusako adalah panggilan moral dan politik kita hari ini. Bukan hanya mempertahankan tanah secara fisik, tapi juga menjaga martabat dan pengetahuan agraria yang telah diwariskan para leluhur,” ujar Rustam Efendi, Ketua DPW SPI Sumbar yang kembali dipercaya memimpin periode berikutnya.
Selama dua hari musyawarah, para peserta dari berbagai nagari di Sumbar menggelar sidang komisi dan pleno yang mengangkat problematika konkret di lapangan. Konflik agraria dan perampasan tanah muncul sebagai isu paling mendesak. Ketimpangan penguasaan lahan membuat sebagian petani kehilangan sumber hidup, sementara ketergantungan terhadap input pertanian industri memperparah ketahanan ekonomi keluarga.
“Kami melihat ironi besar: banyak anak muda kuliah di Fakultas Pertanian, tapi setelah lulus tak kembali ke sawah. Tanah makin sempit, hasil tak menentu, biaya produksi terus naik,” ungkap salah satu peserta.
Harga pasca panen yang tidak stabil, lemahnya akses pasar, serta minimnya dukungan teknis dari pemerintah juga menjadi keluhan yang mengemuka. Para petani kecil masih belum merasakan hadirnya kebijakan yang berpihak dan berjangka panjang.
Menyusun Arah: Agroekologi dan Ekonomi Koperasi
Muswil kemudian melahirkan sejumlah rumusan perjuangan ke depan. Pertama, SPI Sumbar mendorong penerapan pertanian agroekologi sebagai jawaban atas krisis lingkungan dan ancaman ketahanan pangan. Model ini diyakini lebih ramah lingkungan, berbasis kearifan lokal, serta menjamin keberlanjutan bagi generasi mendatang.
Kedua, penguatan koperasi produsen menjadi agenda utama, agar petani memiliki kendali atas komoditas mereka sendiri, mulai dari produksi hingga pengolahan pascapanen. “Kita harus menciptakan nilai tambah di tingkat petani, bukan hanya menjual hasil mentah,” tegas Rustam.
Ketiga, SPI mendorong para kadernya untuk menduduki posisi strategis di berbagai level pemerintahan dan kelembagaan. Menurut Rustam, selama petani tak memiliki representasi dalam pengambilan keputusan, kebijakan publik akan terus berat sebelah.
Dari Nagari, Sinergi Dibangun
Dukungan terhadap gerakan SPI juga datang dari tokoh pemerintahan nagari. Wali Nagari Sungai Kamuyang yang turut hadir menyampaikan pentingnya kerja sama antara SPI dan pemerintahan lokal. Ia menilai, untuk mewujudkan swasembada pangan sebagaimana dicita-citakan Presiden Prabowo, perjuangan harus dimulai dari hak atas tanah.
“Tanah adalah alas tempat berpijak keluarga petani. Jika alas itu tak kuat, mustahil kita bisa bangun kedaulatan pangan,” katanya.
Sementara itu, Sago Indra, petani senior dari Limapuluh Kota yang juga anggota Majelis Petani Nasional SPI, menyerukan agar petani Minangkabau membangun kembali karakter agraris yang kokoh. “Kita harus berdaulat atas tanah, berdaulat atas pangan. Hanya itu jalan untuk berdiri tegak di nagari sendiri,” ujarnya.
Melalui sambungan Zoom, Ketua Umum DPP SPI, Henry Saragih, memberikan dukungannya kepada gerakan SPI Sumbar. Ia mengapresiasi semangat petani Minangkabau yang tak pernah surut dalam menjaga warisan dan pusaka.
“Buktikan bahwa masyarakat adat Minangkabau masih tuan rumah di nagarinya sendiri. Perkuat persaudaraan, jaga solidaritas antarsuku dan kaum, karena di situlah kekuatan kita,” pesannya. Henry juga mengundang seluruh kader SPI Sumbar untuk hadir dalam Kongres Nasional SPI ke-V di Jambi pada 20 Juli 2025.
Muswil ini bukan sekadar pergantian kepemimpinan, melainkan bagian dari perjuangan panjang menuju cita-cita besar: reforma agraria sejati, ekonomi kerakyatan, dan kedaulatan pangan.
“Hari ini kita seperti hanyut di tengah malam. Tapi kita tak boleh menyerah. Kita mesti berenang bersama menuju tepian. Jangan saling menyalahkan, jangan memilih hidup selamat sendiri-sendiri. Ini perjuangan bersama.”
Dengan semangat Tagakan Marwah Sako, Pertahankan Pusako, petani Sumatera Barat melangkah pasti: dari nagari menuju negeri yang lebih adil untuk petani. (*/Yh)