Lamggam.id - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat (Sumbar) bersama MUI seluruh kabupaten dan kota di Sumbar menyatakan sikap resmi menolak Rancangan Undang-undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) yang dianggap membangkitkan kembali ideologi komunis.
Sikap tersebut disampaikan dalam surat peryataan MUI Sumbar bersama MUI kabupaten dan kota nomor 008/MUI-SB/VI/2020 tentang penolakan DPP MUI bersama MUI seluruh Indonesia terhadap RUU HIP yang ditetapkan tanggal 13 Juni 2020.
Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar mengatakan Pancasila adalah dasar negara yang juga kesepakatan kebangsaan. Hal itu berfungsi merekat perbedaan keragaman bangsa Indonesia.
"Maka tindakan apapun yang memeras sila-silanya, mengurangi nilai kandungannya, memcampakkan jiwa ketuhananannya dan semisalnya ada pengkhianatan besar yang akan membawa petaka bagi NKRI," katanya, Selasa (16/6/2020).
Dalam pernyataan sikap dijelaskan, penyingkiran dan pengaturan nilai-nilai agama dan pemerasan terhadap nilai-nilai sila Pancasila membuat MUI memperingatkan pemerintah agar menghentikan pembahasan RUU HIP dan tidak perlu diperbaiki karena telah cacat sejak awal pengusulannya.
Mengembalikan Pancasila kepada pemikiran satu tokoh berarti mengabaikan pemikiran tokoh lain dan berarti menghapuskan kesepakatan bersama yang telah tercantum dalam UUD 1945. Hal itu harus dicegah karena Pancasila milik bersama yang mencakup nilai nilai masyarakat yang bertaburan di NKRI.
"Ulama Sumbar tidak akan membiarkan terulangi sejarah pengkhianatan terhadap Pancasila, dengan memerasnya menjadi tiga sila dan satu sila karena itu adalah pembatalan terhadap kesepakatan kebangsaan," ujarnya.
Hal itu bisa menjadi alasan bagi umat Islam untuk melepaskan komitmen bersama. Itu juga berarti memutus ikatan kebhinekaan yang dapat menghancurkan NKRI.
Pihaknya melihat RUU HIP terindikasi kuat memperlihatkan cara cara komunisme dalan memisahkan Pancasila dari ruh yang menjiwainya yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Seperti melecehkan agama dengan mensejajarkannya bahkan membatasinya dengan kebudayaan yang merupakan hasil cipta, rasa, karya dan karya.
"Karena itu, meloloskan RUU HIP menjadi UU berarti membiarkan kembali bangsa ini terpuruk dalam konflik ideologi berdarah dan kami memiliki tanggungjawab syar'i dan tanggungjwab kebangsaan untuk mencegahnya," ujarnya. (Rahmadi/ICA)