Menyoal Pemahaman Pejabat Publik tentang Hukum Pers

Menyoal Pemahaman Pejabat Publik tentang Hukum Pers

Ilhamdi Putra, SH. MH. (Foto: Dok. Pribadi)

SATU bulan terakhir masyarakat pers Sumatra Barat (Sumbar) disibukan oleh sikap buruk pejabat publik terhadap jurnalis. Pertama, pada 14 April 2023, tatkala gubernur Sumbar melontarkan tuduhan bahwa pers banyak memproduksi berita bohong setelah pemberitaan penggunaan mobil dinas untuk mudik lebaran. Kedua, pada 9 Mei 2023 ketika sejumlah oknum pegawai Pemprov menghalang-halangi seraya mengusir jurnalis saat pelantikan wakil wali kota Padang dengan dalih pers tugas wartawan bisa digantikan press release. Ketiga, 14 Mei saat Ketua KPU Solok Selatan, Nila Puspita, memaki dan mengusir jurnalis setelah pemberitaan yang mewartakan ketakhadiran komisioner KPU Solok Selatan pada hari pertama pengajuan nama bacaleg beberapa hari sebelumnya.

Tiga peristiwa yang terjadi berdekatan ini memperlihatkan betapa pejabat publik sangat tidak paham dengan hukum pers, dan kenyataan itu mengandung persoalan hukum  yang tidak boleh disepelekan.

Langkah Taktis dan Hak Jawab bagi Gubernur

Tampaknya Pemprov Sumbar perlu mengadakan kursus tafsir bagi wartawan agar dapat menarik kesimpulan tepat atas hasil wawancara dengan gubernur yang gemar menjawab lain dari pertanyaan. Hal itu dapat dilihat pada wawancara perihal boleh-tidaknya penggunaan mobil dinas untuk mudik lebaran yang berujung pada penarikan kesimpulan oleh wartawan, yang menurut gubernur, merupakan berita bohong. Kekeliruan tafsir wartawan itulah yang memantik lidah gubernur mengeluarkan pernyataan “media ini banyak membuat berita hoaks”.

Tuduhan hoaks atau bohong dalam ekosistem pers bukanlah masalah enteng, di dalamnya terkandung kredibilitas jurnalistik yang tengah diluluhlantakan dan itu merupakan persoalan serius. Bila transkrip wawancara yang menjadi pangkal masalah ini disimak benar, terang bahwa gubernur tidak menyatakan larangan mobil dinas digunakan mudik dan tidak pula memagari peruntukan mobil dinas pada hari lebaran. Pola komunikasi yang bermasalah itu ditambah dengan rilis yang dikeluarkan Biro Adpim Pemprov Sumbar melalui kanal resmi grup WhatsApp Publikasi Gubernur dan Wagub yang membolehkan penggunaan mobil dinas untuk mudik. Wawancara dan rilis itulah yang digunakan wartawan sebagai sumber pemberitaan yang ditanggapi secara serampangan oleh Gubernur.

Fenomena ini ditambah lagi dengan langkah tak tepat Plt. Kepala Biro Adpim Setda Provinsi Sumbar yang menyampaikan permintaan maaf atas lidah tajam gubernur terhadap karya jurnalistik dengan mengatasnamakan Pemprov Sumbar.

Ketimbang asal bunyi, seyogianya gubernur lebih taktis menyelesaikan persoalan dengan terlebih dahulu meluruskan persoalan internal di Biro Adpim Pemprov Sumbar. Sementara terhadap karya jurnalistik yang dirasa merugikannya karena kemungkinan menimbang elektabilitas politik yang sangat sakral itu, gubernur sebenarnya dapat menggunakan hak jawab yang diatur secara jelas lagi terang pada Pasal 5 Ayat (2) UU Pers. Hak Jawab merupakan hak yang dimiliki seseorang atau sekelompok orang untuk memberi tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Bila Gubernur menggunakan hak jawabnya atas pemberitaan yang berpotensi menggerus kepercayaan publik karena membolehkan penggunaan aset daerah di luar fungsinya, hal itu akan menampilkan betapa elegannya Pemprov Sumbar di bawah pimpinan Mahyeldi. Hanya saja hal itu meniscayakan pemahaman yang baik atas UU Pers, sedangkan merupakan pemahaman umum bahwa pejabat publik begitu sibuk dengan ini-itu sehingga tidak sempat belajar. Setidaknya gubernur dapat memerintahkan bawahannya yang membidangi urusan hukum untuk mempelajari mekanisme hukum pers yang tidak serumit peta perpolitikan Sumbar yang madani. Setelahnya gubernur dapat belajar dari pengetahuan bawahannya.

Dugaan Tindak Pidana

Tindakan oknum pegawai Pemprov yang melakukan pengusiran kepada awak media yang mengakibatkan jurnalis tidak dapat meliput pelantikan Wawako Padang patut diduga bukanlah spontanitas. Sebab dari pengakuan salah seorang wartawan, upaya penghalangan kerja jurnalistik itu telah dimulai bahkan sejak awak media memasuki gubernuran melalui tindakan pegawai pemprov yang menghalangi jurnalis. Perbuatan pembawa acara yang diduga dari bagian protokoler juga tidak mungkin terjadi tanpa adanya perintah. Hal itu dibarengi kehadiran oknum anggota Satpol PP lainnya yang menegaskan bahwa wartawan harus keluar, dan diperkuat oleh oknum pegawai Pemprov yang menyatakan wartawan cukup menunggu press release sehingga tidak perlu melakukan peliputan.

Sementara yang juga disesalkan, pernyataan Ketua KPU Solok Selatan, Nila Puspita. Berdasar rekaman wartawan klikpositif.com, Nila terlihat bukan sekadar mengusir wartawan klikpositif.com karena keberatan pada karya jurnalistiknya, tapi dalam kesempatan yang sama ia juga merendahkan profesi jurnalis dan menantang wartawan tersebut untuk memviralkan perilaku dan tudingan wartawan abal-abal.

Dua peristiwa ini telah mempertontonkan betapa oknum pegawai Pemprov dan Ketua KPU Solok Selatan benar-benar tidak paham, bahkan barangkali sama sekali tidak mengenal UU Pers. Perbuatan itu diperparah oleh pelaku yang berlatar belakang sebagai orang-orang yang memegang jabatan publik, dan berpotensi menghasilkan preseden buruk di lingkungan penyelenggara pemerintahan.

Kalaulah para pelaku mau belajar, terdapat ketentuan Pasal 4 Ayat (3) UU Pers yang memberi hak bagi wartawan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi. Bukan hanya itu, UU Pers juga menjamin adanya sanksi pidana atas perbuatan penghalang-halangan kerja jurnalistik melalui pengaturan Pasal 18 Ayat (1) yang menyediakan sanksi maksimal penjara selama 2 tahun atau denda maksimal Rp500 juta. Semoga sejumlah peristiwa di atas, dapat jadi hikmah dan pelajaran, pentingnya pejabat publik mempelajari hukum pers dengan tekun. (*)

Ilhamdi Putra, S.H., M.H. merupakan dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Andalas, Manajer Riset LBH Pers Padang dan Peneliti di Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Fakultas Hukum Universitas Andalas. Mengampu beberapa mata kuliah, salah satunya Hukum Pers dan Demokrasi.

Baca Juga

Gamawan Fauzi
Semua Ada Akhirnya
Reformasi (Bagian II): Introspeksi
Reformasi (Bagian II): Introspeksi
Demi Kemajuan Sumatra Barat, Kita Lebih Butuh Pulang Kampung daripada Merantau
Demi Kemajuan Sumatra Barat, Kita Lebih Butuh Pulang Kampung daripada Merantau
Reformasi (Bagian I): Retrospeksi
Reformasi (Bagian I): Retrospeksi
Gosip Online
Gosip Online
Jokowi Sumbar, pengamat,
Dinamisnya Pencalonan Presiden