Oleh: Muhammad Zidan Pratama
Identitas jika kita tarik secara etimologis, berakar dari Bahasa Latin essentitas, yang berarti "ada," dan identidem, yang berarti "berulang." Maka, identitas bukanlah sesuatu yang lahir seketika, tapi ia adalah hasil dari pola-pola yang kita ulang dalam keseharian. Ia tumbuh dari kebiasaan, baik atau buruk, yang terus kita jalani dan percayai. Dengan kata lain, identitas adalah refleksi dari repetisi yang bernilai.
Ketika seseorang merasa kehilangan arah hidup atau semangat menjalani hari-hari, sering kali akar permasalahannya bukan karena dunia terlalu kejam, melainkan karena dari awal kita belum benar-benar menetapkan tujuan. Tanpa arah yang jelas, hidup menjadi seperti kapal tanpa kompas, berlayar, tetapi tak tahu ke mana. Lelah yang kita rasakan pun bukan sekadar karena beban, tetapi karena kehilangan makna.
Karenanya, perlu ada momen jeda. Kita butuh waktu untuk merefleksikan kembali arah hidup: ke mana kita berjalan, apa yang sebenarnya kita kejar. Ini adalah proses penting dalam membangun kembali identitas dan memperjelas orientasi eksistensial. Filsuf Viktor Frankl, dalam karyanya ”Man's Search for Meaning”, memberitahu banyak orang, bahwa manusia yang memiliki makna dalam hidup akan mampu bertahan dalam kondisi seberat apa pun. Artinya, menemukan makna adalah upaya paling fundamental dalam merawat kehidupan.
Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah melalui literasi perbaikan diri, atau dikenal sebagai self improvement. Buku-buku dalam genre ini bukan sekadar bacaan ringan, melainkan jendela untuk memahami diri sendiri. Mereka mengajak kita menyelami ke dalam, menilik ulang kebutuhan, luka, dan potensi yang selama ini mungkin terabaikan.
Saya sendiri menemukan pencerahan dalam buku ”Atomic Habits” karya James Clear. Buku ini tidak hanya menawarkan strategi membentuk kebiasaan baru, tetapi menyadarkan saya bahwa perubahan besar dimulai dari perubahan kecil. Prinsip 1% setiap hari yakni perbaikan kecil namun konsisten menjadi fondasi revolusi personal. James juga mengingatkan bahwa ”setiap tindakan adalah suara bagi tipe orang yang ingin kita jadikan,” maka, menjadi pribadi disiplin bukan hanya soal kebiasaan, tapi juga pembentukan identitas.
Mengapa disiplin penting? Karena tanpa struktur dan konsistensi, tujuan hanya akan menjadi ilusi.m, oleh sebab itu kebiasaan adalah infrastruktur menuju prestasi. Orang-orang yang berhasil, yang kita anggap inspiratif, bukanlah mereka yang tiba-tiba melompat ke puncak. Mereka adalah mereka yang setia menapak setiap anak tangga selama bertahun-tahun. Sebagaimana pepatah Jepang mengatakan, "Keberuntungan akan datang kepada mereka yang bersiap."
Mari kita susun kembali hidup kita. Tidak perlu menunggu tahun baru atau momentum besar. Mulailah dari sekarang. Jadwalkan tidur yang cukup, sisihkan waktu untuk bergerak, dan lebih penting lagi, rawat pikiran. Karena jiwa yang sehat tidak lahir dari tubuh semata, tapi dari pemahaman diri yang jernih.
Ya paling tidak dengan kita disiplin yang perlahan namun konsisten, kita sedang menulis ulang siapa diri kita. Dan dalam proses itu, kita pelan-pelan membentuk identitas baru, bukan sebagai produk dari masa lalu, tetapi sebagai proyeksi dari masa depan yang ingin kita bangun.
Penulis: Muhammad Zidan Pratama, Mahasiswa Program Studi Manajemen Haji dan Umroh, UIN Sjech M.Djamil Diambek Bukittinggi