Langgam.id - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Hadi Tjahjanto mengunjungi Ranah Minang, sekaligus menuntaskan janji kepada para ninik mamak yang tergabung dalam Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) untuk menyerahkan sertipikat bagi masyarakat adat di Sumatra Barat.
Sebagai pilot project, Menteri ATR/Kepala BPN menyerahkan Sertipikat Hak Pengelolaan (HPL) kepada Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sungayang, Kabupaten Tanah Datar.
"Peristiwa ini adalah peristiwa yang istimewa karena pertama kali negara memberikan sertipikat HPL kepada tanah ulayat masyarakat hukum adat," kata Menteri ATR/Kepala BPN, dikutip Rabu (11/10/2023).
Sertipikat yang diserahkan berupa tiga Sertipikat HPL atas nama Kerapatan Adat Nagari Sungayang yang di dalamnya terdiri dari empat suku, yaitu Suku Chaniago, Suku Piliang, Suku Kuti Anyir, dan Suku Mandailing. Dengan penggunaan untuk lahan pertanian seluas 107.714 m2.
Ia kemudian menjelaskan, penyerahan Sertipikat HPL ini bertujuan untuk melindungi eksistensi dan menjaga kepemilikan tanah masyarakat hukum adat. "Negara melindungi dan memberikan jaminan hak atas tanah masyarakat hukum adat dan melindungi kelestarian tanah ulayat, sehingga tidak ada lagi mafia tanah yang bisa bermain-main di atas tanah ulayat," tutur Menteri ATR/Kepala BPN.
Menteri Hadi juga mengucapkan terima kasih kepada Universitas Andalas yang telah menyelesaikan kaidah-kaidah hukumnya. “Dengan sinergi dan kolaborasi ini permasalahan-permasalahan tanah adat bisa diselesaikan sebelum tahun 2024,” ujarnya.
Sementara itu, Rektor Universitas Andalas Prof. Yuliandri mengucapkan terima kasih atas kerja sama yang telah dilaksanakan dalam penelitian tentang pilot project Penatausahaan Tanah Ulayat di Sumatera Barat, guna menindaklanjuti hasil inventarisasi dan identifikasi tanah ulayat.
Disampaikannya, pilot project penatausahaan tanah ulayat merupakan kegiatan yang dilakukan dalam upaya pendaftaran bidang tanah ulayat yang sudah diketahui subyek, obyek dan hubungan hukum berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Hal ini harus dilihat pada sekurang-kurangnya tiga indicator terkait dengan keadaan tanah ulayat, yang meliputi : pertama tanah ulayat tidak berada dalam Kawasan hutan, kedua tanah ulayat tidak masuk dalam peta pendaftaran hak atas tanah di kementerian ATR/BPN, Ketiga tanah ulayat bebas dari sengketa atau potensi yang menggiring masalah baik secara social maupun hukum,” terangnya.
Rektor Yuliandri mensyukuri melalui kajian yang telah dilakukan maka kegiatan ini merupakan tindak lanjut yang kemudian dapat diambil manfaat optimal terkait dengan keberadaan tanah ulayat demi kepentingan anak kemenakan.
Ia berharap semoga kebijakan yang telah diambil oleh Kementerian ATR/BPN terutama dalam melindungi keberadaan tanah ulayat, senantiasa dapat dilanjutkan dan Universitas Andalas siap untuk melakukan berbagai kajian terkait untuk itu.(*/Fs)