Meningkatnya Kasus Bunuh Diri di Kalangan Remaja, Mengapa dan Apa Solusinya ?

Meningkatnya Kasus Bunuh Diri di Kalangan Remaja, Mengapa dan Apa Solusinya ?

Faika Amina Shakira (Foto: Dok. Pribadi)

Bunuh diri dianggap sebagai perilaku yang sangat tidak pantas. Agama menganggap bunuh diri atau mengakhiri hidup sebagai dosa besar. Di Indonesia, kasus bunuh diri semakin sering terjadi akhir-akhir ini, terutama di kalangan mahasiswa, dan penyebab utamanya adalah depresi. Akibat depresi itu memunculkan aksi yang berlebih, salah satu nya ingin mengakhiri hidup dengan cara bunuh diri.

Pada tahun 2015, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa bunuh diri merupakan salah satu penyebab utama kematian di kelompok usia 15 hingga 29 tahun. Di seluruh dunia, sebanyak 800.000 orang melakukan percobaan bunuh diri setiap tahun, menyebabkan satu orang meninggal setiap 40 detik.

Angka bunuh diri di Indonesia meningkat setiap tahun sebanding dengan peningkatan global. Per hari, diperkirakan sekitar 1.500 orang di Indonesia melakukan bunuh diri (Hawari, 2010). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), angka bunuh diri di Indonesia berkisar antara 1,6 dan 1,8 persen dari 100.000 jiwa. Jumlah pasien PBD diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun. Pasien percobaan bunuh diri sebagian besar perempuan (75,8%), tidak menikah (51,6%), dan memiliki diagnosis depresi (36,3%) (Ratih, et al., 2020).

Pelaku bunuh diri di Indonesia tidak memandang usia. Mahasiswa bunuh diri, baik mahasiswa baru atau tingkat akhir, telah meningkat akhir-akhir ini.Mahasiswa sendiri adalah salah satu jenis remaja yang memiliki kemungkinan untuk mengembangkan ide atau percobaan bunuh diri. Mahasiswa pasti menghadapi banyak tantangan selama masa transisi dari remaja ke dewasa awal. Proses di mana Anda harus bertanggung jawab terhadap diri sendiri, mengemban amanah besar dalam hal keluarga dan akademik, dan, tentu saja, mewujudkan keinginan Anda untuk hidup bebas.

Kasandra Putranto, seorang psikolog klinis, mengatakan bahwa remaja adalah masa yang sangat sulit dan rentan terhadap depresi karena masa ini adalah waktu di mana banyak perubahan terjadi, termasuk perubahan fisik, emosional, kognitif, dan hubungan sosial.

Ia mengatakan kepada media Republika bahwa menjadi mahasiswa adalah periode pertama dalam hidup mereka yang harus jauh dari orang-orang dan lingkungan familiar mereka. Perubahan  membuat hidup para mahasiswa terasa lebih berat.

Seringkali, seseorang putus asa sehingga menganggap bunuh diri akan menyelesaikan semua masalah dalam hidupnya. Pemikiran untuk mengakhiri hidup mudah muncul bagi mahasiswa yang masih labil dan tidak memiliki dukungan dan dorongan dari orang-orang terdekat mereka. Namun, dari perspektif agama, sosial, dan norma, sangat tidak dibenarkan. Memang benar bahwa kita tidak dapat menentukan kekuatan mental setiap orang. Namun, perbuatan bunuh diri jelas dilarang dalam agama dan kehidupan sosial. Karena dalam salah satu ayat Al-Quran:

"Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan melanggar hak dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukkannya ke dalam neraka. Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah." (QS. An Nisa: 29-30).

Berikut beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya bunuh diri dikalangan remaja, yaitu :

Tekanan Akademik

Tekanan akademik adalah tekanan untuk meningkatkan prestasi akademik, seperti prestasi di kelas, nilai ujian, lulus, dan bahkan melanjutkan studi. Tekanan akademik ini sering kali menjadi faktor utama penyebab mahasiswa untuk mengakhiri hidupnya. Jika mahasiswa tersebut memiliki tekanan akademik, ia akan menjadi depresi dan terlintas untuk melakukan bunuh diri.

Tekanan Keluarga

Setiap keluarga atau yang dapat disebut dengan orang tua  memiliki harapan dan keinginan besar untuk anaknya. Mereka memiliki ekspektasi yang sangat tinggi dari mereka, dan anak-anak merasa tidak mampu memenuhi ekspektasi tersebut, yang dapat menyebabkan stres pada mereka.

Masalah Kesehatan mental

Sebagian besar siswa tidak ingin memeriksa kesehatan mental mereka. Mereka sering melakukan diagnosa secara mandiri, yang kadang-kadang menyebabkan salah diagnosa. Masalah mental seperti kecemasan, depresi, gangguan bipolar, dan lainnya adalah masalah mental yang sering muncul di kalangan remaja. Tidak adanya pendampingan dari para ahli akan menyebabkan masalah tersebut semakin besar dan mengarah kepada aksi bunuh diri.

Faktor lainnya yang membuat mahasiswa bunuh diri adalah Mahasiswa terkadang mengalami banyak kesenjangan sosial di kampus karena berbagai faktor, termasuk beban pendidikan yang berlebihan, biaya kuliah yang tinggi, dan teman baru dari kelas sosial yang berbeda. Ini membuat sulit bagi mereka untuk beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan orang baru.

Masalah sering muncul selama periode ini. Selain itu, mahasiswa tingkat akhir sering merasa cemas dan khawatir tentang proses pembimbingan skripsi dan menyelesaikan tugas akhir atau skripsi. Mahasiswa pada saat ini sering mengalami stress dan depresi akibat tekanan dan harapan keluarga yang menginginkan mereka untuk cepat menyelesaikan wisuda. Oleh karena itu memunculkan ide pada pikiran mahasiswa untuk melakukan Tindakan bunuh diri.

Faktor bunuh diri lainnya adalah merasa kesepian yang memicu perilaku bunuh diri. Mahasiswa ataupun anak muda saat putus cinta ia akan merasa kesepian dan kehilangan objek yang dicintai menyebabkan kemarahan batin yang diwujudkan melalui bunuh diri. Pelaku bunuh diri juga mengira bahwa bunuh diri itu akan menyelesaikan masalah.

Setelah kita melihat faktor-faktor penyebab bunuh diri diatas, tentu ada Upaya pencegahan bunuh diri atau hal-hal yang dapat berfungsi untuk melindungi dari bunuh diri, yaitu:

  1. Keterlibatan dalam jaringan sosial

Keterlibatan dalam jaringan sosial seperti keluarga, teman, rekan kuliah, dosen pendamping akademik. Jaringan yang mendukung kita dalam hal apapun seperti memberi makna pada kehidupan.

  • Memiliki tujuan jangka Panjang yang utama
  • Memiliki hewan peliharaan

Hewan peliharaan seperti kucing atau anjing. Hewan peliharaan membutuhkan kehadiran manusia untuk merawat dan memberi individu alasan untuk tetap melanjutkan hidup. Hewan peliharaan memberikan cinta dan kasih sayang.

  • Memiliki terapis

Fungsi untuk memiliki terapis ini adalah agar mahasiswa dapat dihubungi saat dalam kesulitan. Dengan cara membicarakan dan berbagi perasaan dan pikiran bukan pikiran untuk mengakhiri hidup.

Kita harus memiliki pegangan hidup karena masih ada orang yang harus kita bahagiakan, seperti senyum orang tua kita dan kesuksesan yang akan kita raih. Orang yang selalu berpegang pada Tuhan dan selalu mendekatinya pasti akan menemukan jalan keluar dan kemudahan dalam setiap kesulitan yang mereka hadapi. Karena itu, menyerah bukanlah pilihan yang tepat. karena setiap manusia memiliki bagian mereka sendiri di dunia ini. Agar hidup Anda selalu nyaman, tenang, dan damai, tetap semangat, bersyukur, dan selalu berpikir positif.

*Penulis: Faika Amina Shakira (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Urgensi Berpikir Kefilsafatan dalam Pengembangan Keilmuan di Indonesia
Urgensi Berpikir Kefilsafatan dalam Pengembangan Keilmuan di Indonesia
Wartawan Amplop: Ketika Uang Mengaburkan Fakta
Wartawan Amplop: Ketika Uang Mengaburkan Fakta
Etika Jurnalistik di Persimpangan: Perjuangan Melawan Wartawan Amplop
Etika Jurnalistik di Persimpangan: Perjuangan Melawan Wartawan Amplop
Ketika Hak Tolak Menjadi Pertahanan Utama untuk Jurnalisme Independen
Ketika Hak Tolak Menjadi Pertahanan Utama untuk Jurnalisme Independen
Seberapa Jauh Hak Tolak Bisa Melindungi Wartawan dari Ancaman?
Seberapa Jauh Hak Tolak Bisa Melindungi Wartawan dari Ancaman?
Marriage Is Scary: Memahami Ketakutan Akan Pernikahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya
Marriage Is Scary: Memahami Ketakutan Akan Pernikahan dan Bagaimana Cara Mengatasinya