Langgam.id - Dalam pembukaan Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) Sumatra Barat 2024, Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah III Sumatra Barat, Undri, menyampaikan pandangan yang menggugah tentang esensi kebudayaan dalam kehidupan masyarakat.
Pidato tersebut bukan sekadar seremonial pembukaan, tetapi sebuah refleksi mendalam yang menantang kita untuk mempertimbangkan apa yang sebenarnya bisa kita banggakan dari tanah Sumatra Barat.
Dengan menggunakan metafora "deposit budaya," Undri menggarisbawahi pentingnya warisan budaya sebagai kekayaan sejati yang tidak pernah habis.
Jika merunut sejarah, Sumatra Barat pernah mengalami masa kejayaan dengan keberadaan Tambang Batu Bara Ombilin di Sawahlunto. Pada masa keemasannya, tambang ini menjadi sumber kemakmuran bagi wilayah tersebut.
Namun, seperti halnya sumber daya alam lainnya, kekayaan ini pada akhirnya berkurang. Kini, tambang yang dulu menjadi tulang punggung ekonomi daerah tidak lagi mampu menopang kehidupan masyarakatnya.
Inilah kenyataan pahit dari sumber daya alam: meskipun melimpah pada awalnya, pada satu titik, mereka akan habis dan meninggalkan jejak penyesalan.
Sebaliknya, Undri menekankan bahwa kebudayaan adalah deposit yang tak pernah kering. "Ada satu yang tidak pernah habis, yaitu deposit budaya," ujarnya, Selasa (2/10/2024).
Kekayaan budaya, baik yang bersifat tangible seperti cagar budaya, maupun intangible seperti adat istiadat, merupakan harta yang tak ternilai. Budaya Minangkabau yang hidup di tengah masyarakat Sumatra Barat memiliki potensi yang sangat besar, asalkan dikelola dengan baik dan dilestarikan secara berkelanjutan.
Di era modernisasi yang semakin mengikis tradisi, kebudayaan sering kali dilihat sebagai sesuatu yang kuno dan tidak relevan. Namun, pidato Undri mengingatkan bahwa budaya bukan sekadar warisan masa lalu, melainkan fondasi identitas dan kesejahteraan masa depan.
Seperti yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, peran penting kebudayaan mencakup perlindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan.
Paradigma Baru dalam Pemajuan Kebudayaan
Pidato Undri menyoroti empat pilar utama yang harus diperhatikan dalam pemajuan kebudayaan. Pertama, perlindungan terhadap aset budaya. Ini bukan sekadar tugas formalitas, tetapi langkah strategis yang dimulai dari pendokumentasian dan inventarisasi warisan budaya.
Dengan menjaga roh budaya ini, generasi masa depan dapat terus menikmati kekayaan yang ada di tengah-tengah mereka.
"Bagaimana kita melindungi aset-aset budaya agar roh budaya itu tetap hidup dan berkembang dalam masyarakat?" tanya Undri retoris.
Pilar kedua adalah pengembangan budaya. Konsep ekosistem kebudayaan yang disebutkan Undri menegaskan bahwa budaya tidak bisa berkembang secara parsial atau terpisah. Dibutuhkan sinergi dari semua pihak—seniman, budayawan, akademisi, dan masyarakat umum—untuk menjaga budaya tetap hidup dan relevan.
Dalam konteks ini, kebudayaan bukan hanya tentang upacara atau festival, melainkan sebuah ekosistem yang terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari.
Pilar ketiga, pemanfaatan, mengajak kita untuk melihat budaya sebagai aset yang dapat memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Melalui kearifan lokal, tradisi, arsitektur, dan teknik-teknik budaya yang ada, masyarakat dapat menciptakan solusi untuk kehidupan yang lebih baik.
i sini, budaya bukan sekadar simbol atau tontonan, tetapi sumber daya yang dapat memberdayakan masyarakat dan memperkuat identitas mereka.
Pilar terakhir adalah pembinaan. Penguatan sumber daya manusia di bidang kebudayaan menjadi kunci untuk menjaga keberlanjutan budaya di masa depan. Dengan memberikan perhatian pada tata kelola yang baik, kebudayaan dapat terus berkembang dan memberi kontribusi signifikan terhadap pembangunan masyarakat.
Kebersamaan dalam Memajukan Kebudayaan
Dalam pidatonya, Undri menegaskan bahwa pelestarian dan pemajuan kebudayaan tidak bisa dilakukan secara sendiri-sendiri. "Kita perlu menciptakan ekosistem kebudayaan," tegasnya.
Sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan para pemerhati budaya menjadi penting dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pelestarian kebudayaan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melalui BPK Wilayah III Sumatra Barat, selalu berkomitmen untuk bersinergi dengan pemerintah daerah dalam upaya memajukan kebudayaan.
"Sinergi dan komunikasi yang baik antara pemerintah dan masyarakat akan menciptakan ekosistem yang mendukung pelestarian budaya," katanya.
Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) Sumatera Barat 2024 yang berlangsung pada 2 hingga 6 Oktober 2024 dengan tema "Rantak Budaya" menjadi momen penting untuk merayakan dan memperkuat budaya lokal.
Melalui berbagai pertunjukan seni tradisional dari seluruh kabupaten/kota, acara ini bertujuan untuk memperlihatkan betapa kayanya warisan budaya yang masih hidup di tengah masyarakat Minangkabau.
Tema "Rantak Budaya" menggambarkan semangat kebersamaan, di mana setiap langkah yang serempak menghasilkan harmoni dalam gerakan budaya yang memperkuat akar kebudayaan lokal.
Pada akhirnya, pesan Undri dalam pidato tersebut sangat jelas: kebudayaan adalah kekayaan yang tak ternilai. Jika dikelola dengan baik, deposit budaya ini bisa menjadi sumber kekuatan yang tak hanya menjaga identitas masyarakat, tetapi juga memperkaya kehidupan mereka secara nyata.
Dalam era modern yang sering kali mengancam keberlangsungan tradisi, pidato ini menjadi pengingat bahwa budaya bukan hanya tentang masa lalu, melainkan kunci untuk masa depan yang berkelanjutan. (yki)