Mengenalkan Energi Terbarukan sebagai Metode Bertani; Mungkin Bisa Membantu Petani di Kaki Bukit Barisan Lepas dari Belenggu Anomali Cuaca

Mengenalkan Energi Terbarukan sebagai Metode Bertani; Mungkin Bisa Membantu Petani di Kaki Bukit Barisan Lepas dari Belenggu Anomali Cuaca

Darmini memperlihatkan potensi air di Sungai Lubuak Kasai Indah, yang mungkin bisa dikelola menjadi energi terbarukan untuk kebutuhan pertanian berkelanjutan, sebagai upaya adaptasi terhadap perubahan iklim di Nagari Sungai Gayo Lumpo, Kabupaten Pesisir Selatan. Foto: Yose Hendra

Langgam.id - Hari itu, Darmini (69) segera melucuti pakaiannya yang bersimbah lumpur dan menggantinya dengan pakaian yang lebih bersih. Jam baru menunjukkan pukul 10 pagi, namun hujan tiba-tiba mengguyur, mengganggu agenda menanam benih di sawahnya. Darmini pun beralih mengurus tanaman sayuran di pekarangan rumah.

Cuaca hari itu berubah cepat, dari terik menjadi hujan deras. Setelah Zuhur, hujan ringan turun lagi hingga sore. Darmini memanfaatkan waktu yang tersisa hingga Magrib untuk kembali menanam benih.

Darmini, yang telah bertani sejak 1975, tinggal di kaki Pegunungan Bukit Barisan, Nagari Sungai Gayo Lumpo, Kecamatan IV Jurai, Pesisir Selatan, Sumatra Barat. Anomali cuaca telah mengganggu pertanian di kampungnya selama 15 tahun terakhir, menyebabkan banyak petani mengalami gagal panen.

"Dalam ingatan saya, transisi cuaca dulu lebih pasti. Musim hujan biasanya dimulai Agustus hingga Desember, sisanya musim kemarau. Namun, 15 tahun terakhir, hujan sering terjadi pada November-Desember dan Januari-Februari, meskipun tidak selalu pasti," katanya, tempo hari.

Rizky Armei Saputra dari BMKG Sumatera Barat mengatakan, perubahan iklim telah menyebabkan ketidakpastian musim hujan. Hal ini cukup berdampak bagi petani, terutama mereka yang bekerja di sawah.

Darmini harus bijak memanfaatkan waktu untuk menanam padi di tengah cuaca yang sering berubah tiba-tiba. Perjuangannya adalah cerminan dari banyak petani di Nagari Sungai Gayo Lumpo yang berusaha menjaga pertanian mereka di tengah perubahan cuaca yang tidak dapat diprediksi.

Perubahan iklim yang melanda Nagari Sungai Gayo Lumpo tidak hanya membingungkan petani dalam mengelola sawah, tetapi juga merusak jaringan irigasi dan berdampak pada produksi padi.

Darmini, seorang petani setempat, menunjukkan kepada Langgam.id kondisi buruk di sisi timur Nagari Sungai Gayo Lumpo, hulu pengairan daerah tersebut. Longsor di beberapa titik sepanjang saluran irigasi mengancam putusnya jaringan, sementara saluran irigasi mengering akibat kurangnya pasokan air dari Sungai Lubuak Kasai Indah.

Menurut Darmini, longsor yang merusak jaringan irigasi disebabkan oleh penebangan kayu secara masif di kawasan hutan setelah gempa 2009. Kayu-kayu yang tumbang terbawa derasnya air saat hujan lebat, menyumbat saluran dan memicu banjir bandang.

Lampiran Gambar
Darmin, salah seorang petani di Nagari Sungai Gayo Lumpo menunjukkan titik longsor yang mengancam bandar . Hal demikian dipengaruhi hujan lebat. Sisi lain, di belakangnya bandar agak minim mengalirkan air, karena musim kemarau mendera di antara musim hujan. Perubahan iklim di kampung itu menjadi tantangan berat bagi petani dalam mengelola sawah. Foto: Yose Hendra

"Saya sudah bertani sejak 1975, tetapi 15 tahun terakhir saluran irigasi ini sering rusak akibat longsor. Hal ini karena penebangan hutan di atas, yang menyebabkan banjir dan longsor," kata Darmini.

Perubahan iklim menyebabkan petani sering mengalami kegagalan panen. Air irigasi yang seret dan serangan hama tikus menambah kesulitan. Banyak petani di Sungai Gayo Lumpo menanam varietas padi seperti ampek duo, madang pulau, sikuriak, dan bujang marantau, tetapi serangan tikus menghancurkan hasil panen mereka.

"Keadaan sekarang, baru satu bulan siap tanam, sudah dimakan tikus," ujarnya. Sebelumnya, Darmini bisa panen 25 karung padi dalam seperempat hektare, tetapi sekarang hanya mendapatkan 7 hingga 15 karung.

Selama tiga tahun terakhir, banyak petani mengalami kegagalan panen, dengan kelompok sawah di sisi timur Nagari Sungai Gayo Lumpo sudah gagal panen selama delapan tahun.

Lampiran Gambar

Dengan penduduk 927 jiwa, 65 persen di antaranya hidup sebagai petani yang menggarap sawah seluas total 530 hektare dan mengolah perkebunan karet, kakao, dan durian. Wali Nagari Sungai Gayo Lumpo, Nofrinol Edi, menjelaskan bahwa sebagian sawah di wilayahnya adalah tadah hujan dan sangat bergantung pada curah hujan.

Selama tiga bulan terakhir, terjadi kekeringan yang berdampak pada gagal panen. Sebagai solusi, sebagian petani mengubah sawah menjadi ladang dengan menanam cabai dan timun.

Perubahan iklim yang tidak menentu telah merusak ekosistem dan mengubah ritme bertani di Nagari Sungai Gayo Lumpo, memaksa para petani untuk beradaptasi dengan kondisi yang semakin sulit.

Transisi Energi untuk Petani Terdampak Perubahan Iklim

Perubahan iklim sebagai dampak tak terhindarkan dari pemanasan global telah memiliki dampak serius di sektor pertanian Indonesia. Pola curah hujan yang berubah, frekuensi kejadian iklim ekstrem yang meningkat, dan kenaikan suhu udara serta permukaan air laut menjadi tantangan besar bagi pertanian.

Dosen Teknik Pertanian dan Biosistem dari Universitas Andalas Rahmi Awalina, menyatakan, perubahan pola curah hujan dan kenaikan suhu udara menyebabkan penurunan signifikan dalam produksi pertanian." Hal ini didukung oleh kejadian iklim ekstrem seperti banjir dan kekeringan yang semakin meluas.

"Untuk menghadapi dampak perubahan iklim, dibutuhkan upaya aktif melalui strategi mitigasi dan adaptasi. Teknologi mitigasi bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor pertanian dengan memanfaatkan varietas tanaman rendah emisi dan teknologi pengelolaan air dan lahan," terangnya.

Adaptasi, di sisi lain, mencakup penyesuaian waktu tanam, penggunaan varietas unggul yang tahan terhadap kekeringan dan salinitas, serta pengembangan teknologi pengelolaan air.

Rahmi menjelaskan kegiatan pertanian sangat bergantung pada alam yang tidak sepenuhnya dapat dikendalikan oleh teknologi. Ketika air tidak tersedia, ancaman kecil pun menghantui kehidupan para petani.

"Oleh karena itu, penting untuk membangun sistem pertanian yang mampu beradaptasi dengan perubahan iklim, dengan menggabungkan upaya struktural dan non-struktural," tukasnya.

Dengan demikian, transisi energi untuk petani terdampak perubahan iklim menjadi krusial untuk menjaga keberlanjutan pertanian di Indonesia.

Petani kecil dan menengah di luar jaringan listrik yang melimpah seperti Darmini, tentu alangkah baiknya dikenalkan metode pertanian yang hemat biaya dan emisi, seperti, pompa air tenaga surya, yakni memasang pompa air yang menggunakan tenaga surya untuk irigasi.

Lalu, irigasi hemat air, dengan menerapkan sistem irigasi tetes untuk menghemat penggunaan air. Dan bisa juga lingkungan pertanian yang terkendali, dengan meningkatkan efisiensi air dan energi dengan teknik seperti jaring peneduh, terowongan, dan hidroponik.

    Yaqoob Majeed Cs dalam sebuah makalah, Renewable energy as an alternative source for energy management in agriculture, Energy Reports (El Selvier), tahun 2023, mengidentifikasi ketersediaan melimpah sumber energi terbarukan di bidang pertanian, seperti tenaga surya, biomassa, angin, dan energi panas bumi.

    Menurut mereka, transisi ke sumber energi alternatif di pertanian menjanjikan pengurangan emisi gas rumah kaca, meningkatkan efisiensi energi, dan mendukung keberlanjutan produksi pangan. Namun, mencapai tujuan ini memerlukan upaya bersama untuk mengatasi tantangan dan hambatan, sambil merangkul teknologi energi terbarukan dan praktik manajemen energi yang lebih baik.

    "Dengan memajukan praktik ini, pertanian dapat menjadi lebih berkelanjutan, meningkatkan ketahanan pangan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan secara keseluruhan."

    Lampiran Gambar
    A. Penggunaan tenaga angin dan matahari sebagai sumber energi terbarukan untuk menjalankan berbagai mesin pertanian.
    B. Penggunaan energi hidro dan biomassa secara efisien, serta daur ulang limbah/hasil pertanian.

    Sumber: Yaqoob Majeed Cs, Renewable energy as an alternative source for energy management in
    agriculture, Energy Reports (El Selvier).

    Energi surya diidentifikasi sebagai sumber energi terbarukan yang paling menjanjikan di masa depan. Selain itu, integrasi energi terbarukan di pertanian dapat meningkatkan ketahanan dan swasembada masyarakat pedesaan, terutama di negara-negara berkembang dengan infrastruktur energi terbatas.

    Namun, ungkap Yaqoob dan kawan-kawan, integrasi energi terbarukan di pertanian memerlukan pengembangan kapasitas tambahan, pemasaran yang baik, dan investasi dalam inovasi teknologi. "Efisiensi energi pada peralatan juga perlu ditingkatkan agar solusi teknologi lebih terjangkau."

    Energi Terbarukan Oksigen bagi Petani Melawan Perubahan Iklim

    Bulan Oktober 2021, Institute for Essential Services Reform (IESR) meluncurkan kajian berjudul Beyond 443 GW: Indonesia’s Infinite Renewables Energy Potentials. Kajian ini berisi data pemetaan potensi teknis energi terbarukan di Indonesia menggunakan Sistem Informasi Geografis (Geographical Information System). 

    Dalam kajian ini disebutkan, Indonesia memiliki potensi energi terbarukan yang besar, termasuk tenaga surya, angin, dan pembangkit listrik tenaga air. Total potensi energi terbarukan di Indonesia mencapai 7.879,4 GW (skenario 1) atau 6.811.3 GW (skenario 2) terdiri dari PLTS (7.714,6 GW skenario 1 dan 6.749,3 GW skenario 2), PLTMH (28,1 GW skenario 1 dan 6,3 GW skenario 2), PLTB (19,8 GW – 106 GW), PLTBm (30,73 GW). 

    Dalam konteks pertanian, limpahan matahari sangat potensial untuk pengembangan PLTS dengan perkiraan 7.714,6 GW tanpa pembatasan. Lalu 28,1 GW dari pembangkit listrik tenaga air mikro hingga kecil, dan 106 GW dari tenaga angin dengan kecepatan minimal 6 m/s. Dengan pembatasan demi keberlanjutan ekosistem, kebutuhan listrik masih dapat dipenuhi dengan 6.749,3 GW dari tenaga surya, 6,3 GW dari pembangkit listrik mikro, dan 25 GW dari tenaga angin darat.

    Kajian IESR juga mengungkap, untuk mengatasi variabilitas energi terbarukan, pembangkit listrik biomassa dengan potensi 188,4 GW dan efisiensi 20-35% dapat menjadi solusi. Selain itu, Pumped Hydro Energy Storage (PHES) dengan potensi 7.308,8 GWh dapat membantu mengatasi defisit pasokan dari energi terbarukan yang bervariasi.

    Di antara potensi energi terbarukan seperti tenaga surya atau angin, bisa menjadi sumber pengembangan hidrogen hijau. Caranya memecah udara menjadi hidrogen dan oksigen menggunakan sumber energi terbarukan tersebut.

    Hidrogen ramah lingkungan, sebab memiliki berbagai kegunaan dalam mengurangi dampak perubahan iklim, termasuk sektor dekarbonisasi seperti produksi baja dan semen serta penyimpanan energi ramah lingkungan.

    IESR menekankan pentingnya pengembangan hidrogen hijau untuk masa depan energi berkelanjutan di Indonesia. Analis Senior IESR, Farid Wijaya, menjelaskan bahwa hidrogen hijau diproduksi dari elektrolisis air menggunakan listrik dari sumber terbarukan.

    Menurut Farid, hidrogen hijau tidak hanya memperkuat ketahanan energi nasional, tetapi juga mendukung dekarbonisasi dan ekonomi berkelanjutan. Studi IESR dengan Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menunjukkan bahwa hidrogen hijau memiliki manfaat besar, termasuk meningkatkan suplai listrik, pemerataan energi terbarukan, dan menjadi alternatif efisien untuk bahan bakar fosil.

    Farid menyoroti bahwa hidrogen hijau memiliki densitas energi setara dengan bahan bakar minyak, tetapi dengan dampak lingkungan yang lebih rendah.

    "Produksi hidrogen hijau juga ramah lingkungan, terutama jika menggunakan elektrolisis untuk memisahkan hidrogen dari air, tanpa meninggalkan jejak emisi gas rumah kaca atau polusi udara," katanya dilansir dari tanahair.net.

    Indonesia, dengan potensi energi terbarukan sebesar 3.686 Gigawatt, memiliki kapasitas besar untuk memproduksi hidrogen hijau. Namun, untuk memastikan penggunaan hidrogen hijau berjalan lancar, diperlukan langkah-langkah strategis, termasuk standarisasi, regulasi yang mendukung, akses sumber daya, teknologi, pasar potensial, dan dukungan finansial.

    Farid menyimpulkan bahwa dengan pendekatan yang komprehensif, hidrogen hijau memiliki potensi besar untuk menjadi tulang punggung energi berkelanjutan di masa depan Indonesia. Pernyataan ini menegaskan pentingnya fokus pada solusi energi ramah lingkungan dan berkelanjutan dalam menghadapi tantangan perubahan iklim global.

    Sumbar Kaya Akan Sumber Energi Terbarukan

    Dan Sumatra Barat sebetulnya sangat kaya dengan sumber energi baru terbarukan.

    Menurut data Dinas ESDM Sumbar (2021), potensi energi terbarukan di Sumatra Barat meliputi 1,1 GW untuk energi air (hydropower), 1,7 GWe untuk panas bumi (geothermal), biomassa setara 0,9 GW, biogas setara 34,7 MW, energi angin setara 0,4 GW, energi surya sebanyak 5,9 MWp, serta energi gelombang laut yang dapat diperoleh dari garis pantai sepanjang 186.500 km.

    Kepala Dinas ESDM Provinsi Sumatera Barat Herry Martinus mengatakan terdapat beberapa upaya percepatan transisi energi di Sumatera Barat, salah satunya melalui Surat Edaran Gubernur nomor 671/357/EKTL/DESDM-2022 tanggal 28 April 2022 tentang pemanfaatan PLTS Atap di Sumatera Barat. Melalui surat edaran tersebut mengajak masyarakat menggunakan PLTS atap untuk gedung kantor, UMKM, dan kegiatan ekonomi kreatif, pariwisata dan pertanian.

    "Kita dukung pemanfaatan PLTS melalui surat edaran, dan kita sudah melistriki gedung-gedung pemerintah dengan PLTS sebagai backup listrik PLN," ujar Herry.

    Pakar Pengendalian Pencemaran Udara Universitas Andalas Fadjar Goembira, mengungkapkan bahwa meskipun penggunaan sumber energi terbarukan di Sumatra Barat sudah di atas rata-rata nasional, masih diperlukan usaha lebih lanjut untuk meningkatkan jumlah pemakaiannya, mengingat potensi besar yang dimiliki provinsi ini.

    Fadjar menjelaskan bahwa energi terbarukan adalah energi yang berasal dari sumber yang dapat diperbarui dan biasanya terkait dengan siklus alam yang berulang dalam periode yang relatif pendek. Sumber-sumber ini meliputi panas bumi, bahan bakar biomassa, hydropower, sinar matahari, bahan bakar nabati, biogas, dan energi angin.

    “Sedangkan energi baru adalah sumber energi yang belum pernah secara masif digunakan sebelumnya, seperti energi hidrogen, coal bed methane, gasifikasi batubara, dan energi dari gelombang laut,” jelas Dewan Pakar Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Andalas ini, beberapa waktu lalu.

    Fadjar melanjutkan, perlu menekankan pentingnya usaha untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan berdasarkan potensi yang ada. “Karena Sumatra Barat merupakan provinsi yang dilalui garis khatulistiwa, penyinaran matahari berlimpah sehingga energi surya menjadi salah satu pilihan yang sangat perlu dikembangkan,” terang Dosen Teknik Lingkungan ini, yang juga menjabat sebagai Kepala Laboratorium Kualitas Udara Departemen Teknik Lingkungan.

    Selain itu, topografi wilayah Sumbar yang sebagian dilalui pegunungan Bukit Barisan memiliki perbedaan ketinggian yang signifikan, sehingga pemanfaatan sumber energi air (hydropower) sangat potensial untuk dikembangkan.

    Di sisi lain, Fadjar juga menyoroti pentingnya pemanfaatan limbah biomassa yang dapat berasal dari kegiatan domestik dan pertanian. Biomassa ini sangat potensial untuk dikonversi menjadi bahan bakar alternatif berupa pellet atau briket yang dapat dimanfaatkan oleh industri dan pembangkit listrik tenaga uap melalui proses co-firing dengan batubara.

    “Dengan mengganti sebagian bahan bakar batubara dengan biomassa, kita bisa menyelesaikan dua masalah sekaligus: pengelolaan sampah organik dari kegiatan domestik atau pertanian dan pengurangan penggunaan energi fosil yang menyebabkan peningkatan gas rumah kaca dan pemanasan global,” pungkasnya.

    Nah, sekarang hal yang paling penting tentu saja mengembangkan dan menghadirkan segala potensi energi terbarukan yang dimiliki Sumatra Barat dengan nyata pada masyarakat pedesaaan, terutama di sektor pertanian. Sehingga benar-benar berdaya guna membantu petani gurem seperti Darmini dalam menghadapi perubahan iklim. (*/Yh)

    Baca Juga

    kemarau april
    Hari Lingkungan Hidup 2024: Kehancuran Lahan Mengancam Eksistensi Masyarakat Dunia
    511,52 Hektar Lahan Pertanian Terdampak Galodo, Bupati Eka Putra Ajukan Reklamasi Lahan ke Kementan RI
    511,52 Hektar Lahan Pertanian Terdampak Galodo, Bupati Eka Putra Ajukan Reklamasi Lahan ke Kementan RI
    Pemanfaatan Nira Aren Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan
    Pemanfaatan Nira Aren Sebagai Bahan Bakar Alternatif Terbarukan
    Pameran Foto Kadir van Lohuizen 'Rising Tide' di Erasmus Huis Soroti Krisis Iklim
    Pameran Foto Kadir van Lohuizen 'Rising Tide' di Erasmus Huis Soroti Krisis Iklim
    Sparing: Solusi Tanggap terhadap Perubahan Iklim untuk Meningkatkan Kualitas Air
    Sparing: Solusi Tanggap terhadap Perubahan Iklim untuk Meningkatkan Kualitas Air
    Harmonisasi Rasionalitas dan Kearifan Lokal dalam Manajemen Sistem Irigasi
    Harmonisasi Rasionalitas dan Kearifan Lokal dalam Manajemen Sistem Irigasi