Bantuan sosial atau disingkat bansos merupakan program strategis dari Kementerian Sosial dalam bentuk pemberian uang dan sembako kepada masyarakat yang tergolong mengalami kesenjangan dan kelemahan ekonomi. Tujuannya agar dapat meningkatkan sumberdaya manusianya dan mampu hidup secara mandiri. Hakikat bantuan tersebut adalah untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan terjadinya situasi buruk yang diakibatkan oleh proses sosial di tengah-tengah masyarakat.
Wabah virus corona yang melanda berbagai negara di dunia dan termasuk Indonesia, telah menyebabkan kelemahan-kelemahan dari banyak sisi kehidupan, terutama sisi perekonomian masyarakat. Atas kondisi itu, pemerintah pusat melalui pemerintah daerah berupaya mencarikan jalan keluar untuk meringankan beban masyarakat yang terkena dampak pandemi virus tersebut.
Salah satu kebijakan pemerintah untuk meringankan beban masyarakat korban kebijakan penanganan covid-19 adalah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) berupa pemberian uang senilai Rp 600 ribu per bulan. Harapannya, bantuan itu benar-benar tepat sasaran dan meringankan beban masyarakat hingga wabah ini berakhir.
Proses pemberian bansos merupakan bagian dari proses komunikasi antara negara atau pemerintah dengan masyarakat dalam bentuk kebijakan yang diimplementasikan. Tanpa implimentasi kebijakan yang baik, maka akan mempengaruhi hakikat dari bantuan sosial itu sendiri.
Dalam hal ini, kebijakan tersebut harus ditunaikan secara transparan dan tepat sasaran. Selain itu, masyarakat juga harus mengawasi setiap proses yang terjadi di lapangan. Jika warga menemukan penerima yang tidak sesuai dengan kriteria yang sudah ditentukan, maka dapat melaporkannya kepada pihak-pihak tertentu.
Situasi seperti inilah yang patut kita awasi bersama-sama, karena banyak kejadian yang dialami oleh beberapa daerah, masih terdapat penerima bansos yang tidak sesuai dengan kriteria yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Lemahnya Sumber Daya Manusia
Badan atau Lembaga yang bertanggung jawab untuk mengimplementasikan bansos covid-19 harus memiliki kompetensi yang baik dan ukuran tertentu. Sebab, kondisi sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki oleh suatu badan atau birokrasi akan mempengaruhi prosesnya di lapangan. Jika kualitas SDM masih belum terlatih dan masih banyak kekurangan, maka berpotensi menimbulkan persoalan yang tidak baik serta dapat melahirkan persoalan baru. Alhasil, implementasi kebijakan akan dinilai tidak berjalan dengan efektif.
Ditambah lagi jika ada orang yang menjalankan kebijakan tersebut tidak memiliki latar belakang pengalaman tertentu. Mereka yang akan menjalankan kebijakan terkait bansos covid-19 ini harus mengetahui apa yang seharusnya mereka lakukan, serta mampu berkomunikasi dengan masyarakat. Artinya, masyarakat paham dan mengerti kenapa mereka berhak menerima bansos covid-19 dan kenapa mereka tidak berhak menerima bansos covid-19.
Efektifitas seperti inilah yang harus diperhatikan oleh birokrasi terkait sebelum kebijakan tersebut diimplementasikan. Kemudian, agar kebijakan bansos covid-19 ini berjalan maksimal, harus ada dukungan dari masyarakat setempat supaya birokrasi tersebut dapat bekerja secara optimal dan bertanggung jawab terhadap apa yang sudah ditetapkan bersama.
Disamping itu, juga diperlukan mental dan kedisiplinan birokrasi untuk dapat menjalankan kebijakan bansos covid-19 yang sudah ditetapkan sebelumnya, agar kebijakan yang sudah dijalankan akan membawa manfaat bagi masyarakat serta tidak menimbulkan persoalan dikemudian hari. Apabila masih ada sikap protes dari masyarakat, persoalan tersebut tidak menggugurkan nilai-nalai yang terdapat dalam bansos covid-19, yaitu tepat sasaran dan transparan. Namun, apabila sikap protes tersebut menggugurkan salah satu dari nilai yang terkandung, maka yang dipertanyakan bukan kebijakannya, tetapi birokrasinya. (**)
(Penulis merupakan Magister Ilmu Komunikasi Unand)