Mengapa Laju Pertumbuhan Ekonomi Naik Turun?

Mengapa Laju Pertumbuhan Ekonomi Naik Turun?

Syafruddin Karimi. (Foto: Ist)

Setiap kuartal, publik menyaksikan angka pertumbuhan ekonomi bergerak naik lalu turun. Banyak yang mengira semuanya sekadar soal “pintar atau tidaknya” pemerintah mengelola anggaran. Pandangan itu terlalu sederhana. Teori pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa laju pertumbuhan memang cenderung berfluktuasi karena interaksi antara modal, teknologi, tenaga kerja, dan kualitas kelembagaan.

Solow (1956) menjelaskan bahwa dalam jangka menengah, pertumbuhan bertumpu pada akumulasi modal dan tenaga kerja. Ketika investasi menguat, infrastruktur bertambah, dan tenaga kerja terserap, ekonomi melaju lebih cepat. Setelah beberapa waktu, hukum hasil yang menurun mulai muncul: tambahan modal tidak lagi menghasilkan lonjakan output yang sama besar. Pada fase ini, pertumbuhan melambat dan membutuhkan sumber dorongan baru berupa inovasi teknologi dan peningkatan produktivitas.

Teori pertumbuhan endogen menambahkan dimensi lain. Aghion dan Howitt menggambarkan pertumbuhan sebagai hasil dari gelombang inovasi dan proses “creative destruction”. Ekonomi akan tumbuh tinggi ketika banyak perusahaan berani mengambil risiko, mengadopsi teknologi baru, dan masuk ke sektor bernilai tambah tinggi. Begitu inovasi melambat, investasi berkurang, dan sektor produktif terjebak di pola lama, laju pertumbuhan ikut melandai. Di negara berpendapatan menengah, Aiyar dan rekan menunjukkan bahwa perlambatan bisa menjadi jebakan ketika produktivitas tidak lagi mampu naik karena reformasi struktural mandek.

Dalam konteks Indonesia, naik turunnya pertumbuhan mencerminkan kombinasi faktor global dan domestik. Ketika harga komoditas naik, ekspor menguat, dan investasi asing mengalir deras, angka pertumbuhan melonjak. Saat harga komoditas turun, ketegangan geopolitik meningkat, dan permintaan dunia melemah, dorongan eksternal menyusut. Di dalam negeri, ketidakpastian regulasi, kualitas birokrasi yang belum solid, dan lemahnya koordinasi pusat–daerah sering menahan minat investasi baru, terutama di sektor manufaktur dan jasa modern yang seharusnya menjadi mesin pertumbuhan jangka panjang.

Laju pertumbuhan juga naik turun karena kebijakan fiskal dan moneter tidak selalu sinkron. Ketika pemerintah menahan belanja produktif di daerah, kontraktor lokal kehilangan pasar dan permintaan kredit menurun. Di sisi lain, bank sentral mungkin sudah menurunkan suku bunga, tetapi dunia usaha enggan meminjam karena prospek penjualan belum meyakinkan. Kondisi ini menciptakan kesan bahwa stimulus tidak berefek, padahal akar masalah berada pada ekspektasi dan kepercayaan.

Pertanyaannya bukan bagaimana membuat pertumbuhan selalu tinggi, melainkan bagaimana mengurangi amplitudo naik turun yang berlebihan. Kuncinya terletak pada konsistensi kebijakan jangka panjang: investasi besar pada pendidikan, kesehatan, dan inovasi; kepastian aturan bagi investor; serta penguatan peran daerah sebagai sumber pertumbuhan baru. Jika fondasi tersebut diperkuat, siklus naik turun tidak hilang, tetapi ekonomi bergerak di lintasan yang lebih stabil dan lebih tinggi dibanding hari ini.

*Penulis: Syafruddin Karimi (Dosen dan Guru Besar pada Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas)

Baca Juga

Bopengnya Kebangsaan Oleh Dominansi Disintegritas
Bopengnya Kebangsaan Oleh Dominansi Disintegritas
Melupakan Tunggul, Mengkhianati Akar: Menggali Makna 'Lah Sanang Hijuak Jadi Tali'
Melupakan Tunggul, Mengkhianati Akar: Menggali Makna ‘Lah Sanang Hijuak Jadi Tali’
Dari Relokasi Menuju Kemandirian: Peran BUMNag dalam Membangun Ekonomi Masyarakat
Dari Relokasi Menuju Kemandirian: Peran BUMNag dalam Membangun Ekonomi Masyarakat
Kepemimpinan Miskin Integritas dan Pengabdian Menyandera Negara Kaya Sumber Daya
Kepemimpinan Miskin Integritas dan Pengabdian Menyandera Negara Kaya Sumber Daya
Redenominasi Rupiah: Ilusi Angka yang Mengganggu Fokus Ekonomi Bangsa
Redenominasi Rupiah: Ilusi Angka yang Mengganggu Fokus Ekonomi Bangsa
Manjapuik Nan Lapuak, Manampuah Nan Lanyau Sebuah Filosofi Ketekunan Tanpa Menyerah
Manjapuik Nan Lapuak, Manampuah Nan Lanyau Sebuah Filosofi Ketekunan Tanpa Menyerah