Membaca Ery Mefri dalam Buku "Salam Tubuh pada Bumi"

Dalam dunia kesenian, tidak semua jalan disediakan. Tidak semua panggung dibuka, dan tidak semua pelaku diberi ruang. Namun Ery Mefri, maestro tari dari Ranah Minang, menghadirkan satu gagasan yang sangat kuat dan relevan untuk siapa pun yang sedang berproses dalam dunia kreatif: “Bila panggung tak disediakan, maka bangunlah panggung sendiri.” Kalimat itu bukan sekadar slogan perlawanan, tetapi sebuah filosofi hidup dan etika berkesenian yang menjelma nyata dalam karya, tubuh, dan sikap hidup Ery Mefri. Buku Salam Tubuh pada Bumi tidak hanya menyajikan biografi seorang maestro, tetapi menghadirkan perjalanan spiritual, budaya, dan sosial yang membentuknya menjadi sosok pencipta yang teguh, mandiri, dan berakar kuat pada tanah tempatnya berpijak.

Setiap lembar dalam buku ini mengantar saya masuk ke lanskap tubuh dan pikiran seorang seniman yang tidak hanya hidup dari tari, tetapi menyatu sepenuhnya dalam tubuh sebagai media, tafsir, dan pencarian makna. Buku ini menyibak bukan hanya siapa Ery Mefri, tetapi bagaimana tubuh diperlakukan sebagai panggung perenungan, jembatan spiritual, dan alat komunikasi budaya.

Dalam konsep Salam Tubuh pada Bumi, saya menangkap semangat yang begitu dalam bahwa tari tidak semata bentuk, tetapi sikap, etika, dan ketundukan pada sesuatu yang lebih besar dari diri: alam, adat, dan sejarah.

Buku ini menjawab banyak pertanyaan yang dulu hanya berputar dalam kepala saya sebagai anak muda yang tumbuh dalam dunia seni. Siapa Ery Mefri? Apa yang menjadikannya berbeda? Bagaimana tubuh Minangkabau bisa berbicara sampai ke panggung dunia? Jawabannya hadir pelan-pelan: melalui ketekunan, kesadaran, dan keberanian untuk menciptakan jalan sendiri saat jalan tidak tersedia.

Empat Karya, Empat Jejak Dunia

Dalam buku ini juga terekam empat karya tari yang menjadi catatan istimewa dan tonggak sejarah bagi kiprah Ery Mefri dan kelompok Nan Jombang di kancah internasional. Keempat karya ini telah mengelilingi panggung-panggung besar, di Australia, Eropa, Asia, dan Amerika, dipentaskan puluhan kali dan membuka ruang dialog budaya yang mendalam antara Minangkabau dan dunia. Dua karya pertama, “Sarikaik” dan “Rantau Berbisik”, menjadi kunci pembuka yang membawa nama Ery Mefri dikenal secara luas dalam jaringan seni pertunjukan dunia. Dua karya lainnya tercipta saat proses tour berlangsung: “Sang Hawa” dan “Tarian Malam.” Kedua karya ini lahir dari refleksi perjalanan, dialog lintas budaya, dan perenungan mendalam terhadap persoalan eksistensi manusia, sosial, dan spiritualitas perempuan.
Ery tidak hanya membawa karya, tetapi juga menyerap pengalaman dan membalasnya dengan penciptaan baru.

Setiap karya bukan hasil spontanitas artistik, tetapi hasil dari kontemplasi panjang, keterlibatan emosional, dan keberanian untuk memaknai ulang luka, tradisi, dan perubahan. Bagi Ery, menari bukan hanya soal bentuk, melainkan tentang merawat ingatan, menyuarakan kegelisahan, dan menyampaikan doa-doa yang tidak bisa disampaikan dengan kata-kata.

Aspek Lingkungan

Salah satu kekuatan buku ini adalah kemampuannya menggambarkan bahwa lingkungan hidup Ery Mefri bukan sekadar latar cerita, tetapi menjadi bahan bakar utama penciptaan dan kekuatan bertahan.

  • Alam Minangkabau sebagai Inspirasi Estetik dan Spiritual
    Gunung, sawah, kabut pagi, gemuruh air, dan suara angin menjadi elemen yang menyatu dalam tubuh Ery. Alam Minang tidak diimitasi dalam karya-karyanya, tapi dihirup, diresapi, dan kemudian dilahirkan kembali sebagai gerak yang hidup. Filosofi alam takambang jadi guru menjadi dasar tubuh koreografis yang Ery bangun selama puluhan tahun.
  • Tekanan Sosial dan Kesederhanaan yang Menempa
    Ery lahir dari kesederhanaan, tumbuh dalam keterbatasan. Tetapi dari situlah muncul keberanian untuk tidak bergantung, tidak menunggu, dan tidak mengeluh.“Orang-orang sederhana dan miskin, dalam keadaan kepepet tetapi kreatif, memang lebih mudah mencari jalan keluar dari kebekuan dan pesimisme,” ucapnya. Ini bukan sekadar kritik sosial, tapi pernyataan sikap. Bahwa kreativitas lahir dari krisis, dari kepepet, dari tekad untuk hidup bermakna meski tanpa kemewahan. Lingkungan keras justru membentuk disiplin dan daya lenting yang tak tergoyahkan.
  • Adat dan Tubuh Budaya Minangkabau
    Lingkungan adat Minangkabau dengan nilai-nilai lisan, membentuk tubuh Ery menjadi tubuh yang menyimpan memori kolektif. Ia menciptakan bukan untuk nostalgia, tapi untuk menafsirkan ulang nilai-nilai itu dalam konteks masa kini dan masa depan.
  • Komunitas dan Kebersamaan Nan Jombang
    Lingkungan Nan Jombang bukan hanya tempat berkarya, tetapi juga ruang pertumbuhan bersama. Ery menciptakan sistem belajar, berbagi, dan mencipta secara kolektif. Di sanalah prinsip membangun panggung sendiri menjadi nyata dan dapat diwariskan lintas generasi.

Membangun Panggung, Menciptakan Kesempatan
Dari seluruh kisah dalam buku ini, satu pesan paling kuat yang terus bergema adalah tentang keteguhan untuk menciptakan ruang sendiri ketika ruang tidak disediakan. Ery Mefri percaya bahwa menunggu adalah bentuk kematian pelan bagi seniman. Karena itu, ia membangun panggung, menciptakan program, memanggil komunitas, bahkan menciptakan tubuh-tubuh baru yang dapat berbicara dalam bahasa budaya sendiri. “Bagi Ery, tak ada jalan lain. Bila tak diberi kesempatan, maka ciptakan kesempatan itu sendiri.” Itulah semangat yang mendorongnya menembus batas kampung dan tampil di panggung dunia.

Bagi kami, generasi muda, buku ini adalah semangat zaman. Dalam zaman yang sibuk mengejar validasi digital dan panggung instan, Ery Mefri mengingatkan kami: Karya tidak dibangun dalam satu malam. Ia tumbuh dari kesetiaan, dari latihan panjang, dari tubuh yang menunduk dan membaca bumi. Sebagai anak muda, saya percaya bahwa buku ini adalah ajakan untuk kembali melihat tubuh sebagai ruang belajar, melihat akar sebagai arah, dan melihat kesenian sebagai jalan hidup, bukan sekadar pencapaian.

Catatan Kritis: Kekosongan Penjabaran Metode

Salam Tubuh pada Bumi merupakan buku yang sangat penting, terutama dalam merekam jejak panjang seorang maestro tari Minangkabau, Ery Mefri. Buku ini menyajikan refleksi spiritual, kisah perjuangan, serta kekayaan karya yang telah bergaung di panggung-panggung internasional. Namun, sebagai pembaca sekaligus pelaku dan pengajar seni, saya mencatat satu celah yang cukup signifikan: tidak tergambarnya secara eksplisit metode penciptaan dan pelatihan tubuh yang menjadi dasar pembentukan karya-karya Ery Mefri.

Sebagai tokoh yang telah mengembangkan tubuh-tubuh koreografis seperti Angga Mefri dan Rio Mefri dan penari lainnya, tentu publik terutama kalangan akademik mempunyai rasa ingin tahu yang besar: bagaimana proses pembentukan tubuh artistik mereka dilakukan? Apa sistem kerja, pola latihan, atau prinsip pengolahan tubuh yang digunakan dalam proses kreatif Ery Mefri? Sayangnya, dalam buku ini, informasi tersebut tidak dijelaskan secara sistematis maupun teknis.

Dalam konteks pendidikan seni, terutama di ranah akademik, metode bukan sekadar catatan tambahan, ia adalah tulang punggung yang menopang ilmu dan keberlanjutan pengetahuan seni. Kita mengenal:

  • Tadashi Suzuki dengan Suzuki Method of Actor Training,
  • Anne Bogart dengan Viewpoints,
  • Rudolf Laban dengan Laban Movement Analysis.

Tokoh-tokoh tersebut dikenal bukan hanya karena karya mereka, tetapi karena mereka berhasil mewariskan sistem berpikir dan metode kerja kepada generasi berikutnya. Hal yang sama juga dibutuhkan dari seorang Ery Mefri terutama karena tubuh yang ia kembangkan bukan sekadar tubuh tari, tapi tubuh spiritual, tubuh tradisi, dan tubuh kontemporer yang hidup.

Sebagai dosen dan seniman yang menyaksikan karya-karya Nan Jombang serta mengikuti dinamika perkembangan seni di Sumatera Barat, saya meyakini bahwa metode itu ada, hidup dalam proses, namun belum dituliskan secara eksplisit. Padahal jika metode tersebut dijabarkan, dirumuskan, dan didokumentasikan, maka ia bisa menjadi acuan penting dalam pendidikan seni pertunjukan, penelitian koreografi, maupun pengembangan pelatihan kepenarian Minangkabau.

Harapan saya ke depan, Ery Mefri atau tim yang terlibat dalam kerja artistik Nan Jombang, dapat menyusun sebuah modul atau deskripsi metodologis tentang proses kerja, agar jejak penciptaan yang selama ini kuat dalam praktik, dapat pula kuat dalam ranah teori dan pedagogi. Karena metode bukan sekedar alat kerja, tetapi cara berpikir, cara membangun tubuh, dan cara menghadirkan nilai yang layak diwariskan sebagai ilmu. Jika metode Ery Mefri terdokumentasi dengan baik, Sumatera Barat akan memberikan kontribusi besar dalam khazanah metodologi tari Nusantara. Mahasiswa yang menekuni seni, khususnya tari, akan diperkaya dengan pengetahuan yang berakar pada kekayaan lokal dan dapat dijadikan landasan dalam proses penciptaan karya.

Itulah salah satu cara agar warisan ini tidak hanya ditonton, tetapi juga diketahui, dipahami, dan dikembangkan lebih jauh. Karena kesenian bukan hanya soal karya yang selesai ditampilkan, tetapi tentang bagaimana ia menjadi sistem pengetahuan, menginspirasi generasi, dan membuka pintu masa depan. Salam tubuh pada bumi, dan semoga tubuh-tubuh kita tetap berpijak pada akar, tetapi tidak berhenti tumbuh ke langit.

Venny Rosalina, S.Sn, M.Sn
Dosen FBS Universitas Negeri Padang, Koreografer & Pendiri
Komunitas Payung Sumatera Dance Theater

Tulisan untuk kolom ini diedit seperlunya dari makalah yang disampaikan dalam Bedah Buku "Salam Tubuh pada Bumi" yang digelar di Ladang Tari Nan Jombang, Senin 23 Juni 2025

Baca Juga

Profesor Unand Terbitkan Buku 'Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Rakyat, Teori, Fakta dan Aplikasi'
Profesor Unand Terbitkan Buku 'Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Rakyat, Teori, Fakta dan Aplikasi'
Sumatera Barat, sebuah provinsi yang dikenal memiliki sejarah politik yang kaya dan beragam, selalu menunjukkan dinamika politik yang unik.
Gejolak Perang Israel-Iran dan Dampaknya bagi Ekonomi Nasional
Juni, Bung Karno, dan Sumatera Barat: Dari Rumah Singgah ke Fakta Sejarah
Juni, Bung Karno, dan Sumatera Barat: Dari Rumah Singgah ke Fakta Sejarah
Waspada Teori Muslihat Eskalasikan untuk Legitimasi Melenyapkan
Waspada Teori Muslihat Eskalasikan untuk Legitimasi Melenyapkan
Ulil Abshar Abdalla dan Logika yang Tidak Selaras
Ulil Abshar Abdalla dan Logika yang Tidak Selaras
Bulan Peringatan Hari Purbakala: Apa Kabar Pemberdayaan Situs Cagar Budaya?
Bulan Peringatan Hari Purbakala: Apa Kabar Pemberdayaan Situs Cagar Budaya?