Langgam.id - Pengamat politik dari Universitas Andalas (Unand) Asrinaldi memberikan penilaian terkait pernyataan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri yang kembali menyoroti Sumbar dalam pidatonya.
Asrinaldi menyebut, ada dua sisi yang perlu dipahami. Pertama, Megawati sebagai orang yang juga keturunan Minangkabau. Sehingga sedikit banyaknya Megawati juga memahami tentang kebudayaan Minang di Sumbar.
"Dia menyadari adanya perubahan yang sedang berlangsung di tengah masyarakat Minang, perubahan dalam arti luas, mungkin dalam arti peran orang Minang di percaturan politik nasional dalam menentukan kebijakan berkurang dibanding masa lalu," katanya.
Dia menilai wajar Megawati menilai begitu karena Megawati melihat dan mengalami sendiri.
Kedua terangnya, sebagai ketua PDIP dinilai sebagai partai yang memperjuangkan nasionalisme. Sementara PDIP kurang mendapat tempat di Sumbar. Padahal PDIP sangat memperjuangkan nasionalisme dan Pancasila.
"Orang Minang yang dulu menegakkan nasionalisme bangsa tetapi mengapa hari ini berkurang, barangkali begitu karena PDIP ideologinya nasionalisme," katanya.
Dia menilai apa yang disampaikan Megawati soal musyawarah dan mufakat ia mengakui ada pergeseran. Ada identitas lain yang muncul seperti keagamaan. Porsinya lebih banyak agama dibanding nasionalisme. Hal ini barangkali dilihat oleh Megawati.
Menurutnya, seolah dianggap Sumbar berubah dengan bergesernya ke agama karena adanya adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Padahal itu tidak juga karena tren perubahan ideologi masyarakat tidak statis tetapi dinamis tergantung konteks saat itu.
"Barangkali itu yang menjadi makna dari ucapan bu Mega yang saya pahami," ujarnya.
Dia mengatakan, dalam konteks nasionalisme memang Pancasila itu perlu juga diperhatikan. Jadi sangat perlu keseimbangannya, bukan hanya isu agama saja yang sering mencuat di Sumbar.
Selain itu kata Asrinaldi, soal seringnya Megawati yang menyinggung Sumbar saat pidatonya itu adalah suatu yang perlu diapresiasi positif. Dari 34 provinsi di Indonesia, Sumbar menjadi sering perhatian.
"Perlu diapresiasi, beliau juga mengalir darah Minangnya, jangan kita anggap kritik itu suatu yang salah, tidak. Syukurlah masih ada yang kritik sehingga menjadi perhatian bagi kita untuk evaluasi," katanya.
Soal musyawarah dan mufakat yang telah hilang menurut Megawati, ia menilai ada benarnya. Misalnya pemilihan wali nagari saat ini hanya dengan voting saja. Tidak ada musyawarah dan mufakat.
"Kalau dulu ada para wakil masyarakat, kaum adat, cerdik pandai itu mereka membicarakan siapa yang layak jadi wali nagari, bukan satu orang satu suara. Jadi wajar saja disebut musyawarah dan mufakat sudah hilang," katanya.
Sebagaimana diketahui, Megawati dalam pidato Hari Ulang Tahun (HUT) ke-49 PDIP, mengatakan Sumbar berubah.
Megawati menyebutkan bahwa Indonesia berbeda (beragam-red) atau Bhineka Tungal Ika. Namun, kata Megawati, bahwa Indonesia sebenarnya punya tradisi ninik mamak, dan kemudian ia langsung menyingung soal Sumbar.
Baca juga: Kembali Sorot Sumbar Saat Pidato, Megawati Sebut Tradisi Musyawarah dan Mufakat Hilang
"Saya sering bicara dengan Buya Syafi’i Maarif. Saya tanya, kenapa Sumatra Barat menjadi berubah ya buya? Sudah tidak adakah tradisi bermusyawah mufakat oleh ninik mamak itu?,” ungkap Megawati.
Kemudian, Megawati juga menyebutkan saat ini Sumatra Barat juga sepi. “Sekarang saya tanya saja ke orang di Sumatra Barat, rasanya kok jadi kayak sepi begitu ya, di sana,” katanya.