Langgam.id - Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat meminta masyarakat melaporkan jika ada potensi maladministrasi atau penyimpangan pelayanan publik dalam hal migitasi bencana dan kesiapsigaan bencana.
Hal itu diungkapkan Pelaksana Tugas Kepala Kantor Perwakilan Ombudsman RI Sumbar Adel Wahidi saat bertemu dengan Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Khalid Saifullah, dan Direktur Komunitas Siaga Tsunami (Kogami), Tomi, di kantor Ombudsman RI Perwakilan Sumbar, Kamis, (11/4/2019).
"Saya melihat dalam hal migitasi bencana ini, aduan publik masih tersumbat. Keluhan masyarakat belum begitu didengar. Padahal, basis partispasi masyarakat sangat penting dalam migitasi. Masyarakat harus didengar dan ditindaklanjuti pengaduannya," ujar Adel.
Adel mengatakan, pihaknya menyiapkan diri untuk mengelola pengaduan publik tersebut. Ia menyebut ada dua pengaduan pada tahun ini
"Tahun ini ada dua aduan, pertama soal tertutup akses evakuasi di Lolong Belanti dan lambannya respon pemerintah terhadap potensi bencana tanah bergerak di Villa Tarok," kata Adel.
Menurut Adel, agar laporan diselesaikan oleh Ombudsman tentu masyarakat komplain terlebih dahulu kepada pemerintah. Jika tak ada respon, maka baru diselesaikan lapor ke Ombusman.
"Bagi kami, fenomema aduan publik soal migitasi layaknya gunung es. Yang melapor dua, tapi sebenarnya keluhan masyarakat sangat banyak. Sebut saja misalnya, jalur evakuasi yang belum ada, terbatasnya ketersediaan Tempat Evakuasi Sementara (TES) dan TES yang adapun belum terurus," ungkap Adel.
Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana Sumatera Barat, Khalid Saifullah menambahkan, sebagai daerah potensi bencana, aduan publik soal migitasi harus dikelola dan Ombudsman adalah lembaga yang tepat.
"Kami bersyukur bisa berdiskusi dengan Ombudsman. Basis kami civil society. Karena itu, memang kadang-kadang ada kendala yang tidak bisa kami tembus. Kendala birokrasi, atau kami tidak bisa paksa pemerintah," kata Khalid.
Menurutnya secara eskternal memang harus ada pengawasan terkait pengelolaan pengaduan publik soal migitasi bencana ini. Apalagi, Ombudsman merupakan Lembaga Negara yang punya daya paksa dan posisi tawarnya lebih kuat.
“Kami edukasi, advokasi,dan fasilitasi, dan kami tidak punya daya paksa guna saran kami dilaksanakan," ujar Khalid.
Direktur Komunitas Siaga Tsunami (Kogami), Tomi, menambahkan, bahwa pelaporan administrasi bertujuan agar pemerintah tidak lalai dalam kegiatan mitigasi yang kadang bersifat formalitas.
"Ini baru bagi kami. Sekarang masyakat punya teman baru dalam hal migitasi. Tujuannya baik, bagaimana kita semua siap. Bagaimana supaya pemerintah tidak lalai dan larut dalam kegiatasi migitasi yang kandang bersifat formalistik," katanya. (Rahmadi/SS)