Lemahnya Mentalitas Praktisi Hukum di Indonesia

Lemahnya Mentalitas Praktisi Hukum di Indonesia

Zahirah Salsabila. (Foto: Dok. Pribadi)

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan. Hukum memiliki peranan yang sangat penting dalam negara Indonesia terutama mendorong terjadinya perubahan sosial kearah yang lebih baik. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menciptakan keadilan, media pengatur interaksi sosial agar masyarakat menjadi tertib, teratur dan sejahtera.

Hukum juga berfungsi sebagai penggerak pembangunan. Namun banyak hal yang menghambat penegakan hukum di Indonesia salah satunya, lemahnya praktisi hukum yang menjalankannya, seperti jaksa, hakim, pengacara, bahkan polisi. Ini menjadi penyebab munculnya permasalahan hukum di Indonesia.

Banyak kasus yang kita dengar tiba-tiba penyelidikannya berhenti tanpa tahu akhir dan tersangka dibalik kasus tersebut, tertangkapnya sejumlah hakim terkait dugaan suap, dan masih banyak kasus korupsi yang terjadi dan sudah biasa kita dengar dalam kehidupan sehari-hari. Ini semua seakan tidak bisa lepas dari kehidupan di Indonesia walau sudah lebih dari 20 tahun reformasi.

Hal yang menjadi penyebab utamanya adalah mentalitas aparat penegak hukum yang tidak berubah. Para penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum justru terlibat dalam praktik korupsi.

Penegakan hukum di Indonesia akan menjadi kuat dan dihormati jika para penegak hukum bertindak profesional, jujur dan menerapkan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik. Para penegak hukum harus berani dan tegas saat menangani kasus korupsi berbenturan dengan kekuasaan dan politik untuk mengambil keputusan yang seadil-adilnya.

Banyaknya kasus korupsi terjadi karena lemahnya mentalitas praktisi hukum di Indonesia ini mengakibatkan hilangnya rasa percaya masyarakat terhadap penegak hukum. Contoh kasus yang dapat kita lihat dalam kehidupan sehari-hari ialah penilangan kendaraan bermotor yang sering kali tidak disidang dan malah diselesaikan dengan cara “damai” ditempat. Hal ini terjadi terus menerus sehingga sudah menjadi budaya. Akibatnya muncul rasa ketidakpercayaan dan kekesalan masyarakat kepada penegak hukum.

Jika tidak segera dituntaskan, ketidakpercayaan masyarakat ini dapat menimbulkan aksi main hakim sendiri. Masyarakat yang tidak percaya pada penegak hukum dapat lebih memilih untuk menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri bahkan dengan cara kekerasan.  Sehingga harapan untuk hukum yang adil bagi rakyat hanyalah sebatas impian semata.

Ida Bagus Radendra Suastama yang juga dosen Universitas Hindhu Indonesia (Unhi) di Denpasar mengatakan bahwa penegakan hukum di Indonesia harus dilakukan revolusi mental bagi para penegak hukum, sehingga nanti kepercayaan masyarakat akan hukum di negeri ini pulih kembali.

*Penulis: Zahirah Salsabila (Mahasiswi Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Operasi Tangkap Tangan (OTT) telah menjadi instrumen yang sangat efektif dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Meski demikian,
OTT Itu Penting: Sebuah Bantahan untuk Capim KPK Johanis Tanak
Pada tahun 2024 ini pemilihan kepala daerah (Pilkada) akan digelar di 10.846 tempat pemungutan suara (TPS) dengan jumlah pemilih
Menolak Politik Uang: Menjaga Integritas Demokrasi di Sumatra Barat
Konsep multiverse atau "alam semesta jamak" telah lama menarik perhatian ilmuwan dan filsuf sebagai cara untuk memahami potensi keberadaan
Multiverse: Dimensi Paralel dalam Sains dan Budaya Populer
Pasaman Barat adalah sebuah kabupaten yang terletak di Sumatra Barat, dikenal dengan keberagaman etnis dan budayanya. Wilayah ini dihuni oleh
Romantisme Asimilasi di Pasaman Barat
Indak karambia amak ang ko do..!" Ungkapan dalam bahasa Minang itu pernah terlontar dari Bapak Republik ini kepada kolonial Belanda yang saat
Amarah Tan Malaka: Umpatan dalam Bahasa Minang kepada Kolonial Belanda
Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad berkembang di tengah masyarakat Arab Jahiliah yang akidah dan moralnya sangat rusak, sehingga
Kejayaan Ilmu Pengetahuan Islam: Inspirasi dari Masa Lalu untuk Kebangkitan Masa Kini