Langgam.id - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang mengecam tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian kepada masyarakat Nagari Buayan, Lubuk Alung, Kabupaten Padang Pariaman. Tindakan itu merupakan buntut penolakan masyarakat terhadap tambang galian C yang ada di daerah itu.
Tembang galian tersebut dikelola PT Zulia Mentawai Rik yang awalnya berstatus eksplorasi menjadi operasi produksi atas kebijakan Gubernur Sumbar pada 14 Oktober 2020 seluas 3,5 hektar. Namun masyarakat menolak adanya lokasi tambang karena dekat aliran sungai dan tanah garapan.
Beberapa kali aksi penolakan dilakukan masyarakat setempat, hingga menghadang kendaraan keluar dari lingkungan tambang. Masyarakat meminta aktivitas tambang dihentikan.
"Masyarakat meminta aktivitas penggalian dihentikan. Berselang dua hari, aktivitas mobil penggalian kembali beroperasi," kata Direktur LBH Padang, Wendra Rona Putra kepada wartawan, Selasa (20/1/2021).
Dikatakannya, ketika masyarakat melakukan pengadangan kendaraan untuk keluar dari lingkungan tambang terjadi tindakan represif aparat. Sejumlah masyarakat didatangi pihak kepolisian.
"Pada 18 Januari 2021, ada sekitar delapan orang masyarakat di depan area gerbang, tiba-tiba didatangi lima anggota kepolisian. Pihak kepolisian menarik kerah baju masyarakat dan memiting serta mengeluarkan senjata api," jelasnya.
"Juga ada anggota kepolisian yang menembakkan senjata api dua kali ke udara. Kami memandang keberadaan aparat kepolisian tentu harus independen dan profesional," sambungnya.
Menurut Wendra, pihak kepolisian seharusnya tidak hanya melihat masyarakat dalam persepektif perusahaan yang mungkin menghambat produksi. Tapi juga mengakomodir keluhan yang disampaikan oleh masyarakat.
"Oleh karena itu, kami mengecam tindakan represif yang sejauh ini diperlihatkan anggota kepolisian yang berseragam maupun tidak. Terutama terkait soal penggunaan senjata api," tegasnya.
Wendra mengungkapkan, dalam situasi penanganan konflik seperti ini tentu akan memicu situasi yang lebih rumit dan bisa mengarah lebih luas.
"Kita tidak ingin situasi konflik mengarah kepada yang lebih luas, yang tadinya protes masyarakat terhadap perusahaan, sekarang muncul sikap aparat keamanan yang cenderung represif," ujarnya.
Apalagi, kata dia, di tengah isu sekarang bahwa reformasi kepolisian dan harus penanganan lebih humanis. Seharusnya kepolisian memberikan contoh bagaimana tata cara penanganan situasi konflik dan tidak mengutamakan pendekatan represif.
"Terutama penggunaan senjata api. Setelah ini, kami akan membuat laporan pengaduan ke Propam Polda Sumbar, sehubungan dengan dugaan kode etik dan tindak tidak profesional," katanya.
LBH Padang akan melakukan pendalaman terlebih dahulu terkait aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif berasal dari kesatuan mana. Namun yang jelas total anggota yang melakukan tindakan represif berjumlah lima orang.
"Pelanggar ini diduga dilakukan aparat kepolisian, waktu itu tidak berseragam hanya saja dia bersama anggota kepolisian yang berseragam dan membawa senjata api," ucapnya.
"Maka kami akan membuat laporan ke Polda Sumbar terkait dugaan pelanggaran etik, profesional dan tindakan sewenang dalam mengunakan senjata api dalam pengamanan," tambahnya.
Wendra berharap Kapolda Sumbar dapat menarik sementara personel yang berjaga di lokasi tambang untuk mensterilkan suasana. Karena secara psikologis tembakan senjata api akan mempengaruhi kondisi psikologi masyarakat.
Begitupun juga diharapkan ke depan pihak kepolisian mendorong penyelesaian secara dialogis dan tidak menggunakan pendekatan yang represif.
"Ada yang traumatis, karena tidak semua nyaman dengan suara letusan tembakan. Apalagi pada saat itu tidak ada situasi yang urgen yang memaksa. Berbeda dengan hal situasi ricuh, tembakan untuk menenangkan massa itu situasi berbeda. Ini situasi sepi, hanya delapan orang, letusan tembakan memancing massa keluar," tuturnya. (Irwanda/ABW)