Langgam.id - Ombudsman RI Perwakilan Sumatra Barat (Sumbar) meminta Dinas Pendidikan Sumbar mempertimbangkan dengan matang soal penambahan daya tampung siswa SMA dan SMK di sejumlah sekolah. Rencananya itu lahir untuk mengakomodir siswa yang tinggal di wilayah non zonasi dan tidak lulus PPDB online.
Kepala Ombudsman Perwakilan Sumbar Yefri Heriani mengatakan, Disdik akan menambah daya tampung siswa sampai 40 siswa per lokal. Dia meminta pelaksanaan pendaftaran harus tetap menggunakan sistem online dan berdasarkan zonasi, prestasi, afirmasi dan kepindahan orang tua.
"Terkait zonasi, Ombudsman menyarankan agar pemerintah tidak lagi mengeluarkan surat keterangan domisil (SKD), tapi berbasis KK saja," katanya dalam keterangan tertulis, Selasa (14/7/2020).
Kebijakan penambahan ini, menurutnya, juga harus mempertimbangkan kecukupan siswa bagi sekolah swasta. Jangan sampai sekolah swasta yang selama ini turut menopang pendidikan kekurangan siswa.
Sampai saat ini, kata Yefri, usulan penambahan daya tampung atau kebijakan itu belum memiliki dasar yang jelas. Pasalnya, Permendikbud Nomor 22 tahun 2016 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar Dan Menengah mengatur jumlah maksimum peserta didik untuk SMA per rombongan belajar maksimal 36 siswa.
"Sebelum dijalankan pemenuhan daya tampung maksimal sampai 40 siswa per lokal itu, mesti betul-betul mendapat izin resmi dari Kemendikbud," katanya.
Pihaknya khawatir, nanti akan timbul masalah baru. Soal inputan data Dapodik, siswa tidak akan mendapatkan Nomor Induk Siswa (NIS), tidak dapat dana BOS, siswa tidak akan terdaftar, atau dianggap ilegal.
Meskipun nanti disetujui, maka ia menyarankan dalam pengisian atau pemenuhan daya tampung, tetap merujuk kepada Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 tentang PPDB. "Tentu saja tetap memenuhi prinsip transparan dan akuntabel. Sebagaimana telah diterapkan sejak awal," katanya.
Pemenuhan daya tampung yang sangat memungkinkan adalah melalui jalur zonasi dan afirmasi, karena kuota zonasi dan afirmasi lebih fleksibel. Jalur zonasi bisa lebih dari 50 persen dari daya tampung. Sehingga tidak harus semua sekolah zonasi mesti 50 persen. Bagi daerah-daerah yang dianggap blank zone, kekurangan sekolah, zonasi bisa lebih dari 50 persen.
Demikian juga dengan afirmasi, masyarakat yang tidak mampu harus diprioritaskan di sekolah negeri, karena biaya lebih murah. (*/Rahmadi/ICA)