KKI WARSI & Masyarakat Adat Dorong DPRD Limapuluh Kota Sahkan Perda Pengakuan MHA

KKI WARSI & Masyarakat Adat Dorong DPRD Limapuluh Kota Sahkan Perda Pengakuan MHA

Dok. KKI Warsi

Langgam.id - Pengakuan hukum terhadap Masyarakat Hukum Adat (MHA) bukan sekadar soal legalitas, tetapi menjadi benteng penting bagi kelestarian hutan, tanah ulayat, dan identitas budaya yang diwariskan turun-temurun. Kesadaran itulah yang mendorong Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) WARSI bersama masyarakat adat Nagari Ampalu mendatangi DPRD Kabupaten Limapuluh Kota, Jumat (8/8), untuk menggelar audiensi dan mendorong lahirnya Peraturan Daerah (Perda) tentang Pengakuan dan Perlindungan MHA.

Ketua DPRD Limapuluh Kota, Doni Ikhlas, menerima langsung rombongan di ruang pertemuan. Dalam sambutannya, ia menegaskan dukungan terhadap inisiatif ini.

“Pengakuan terhadap masyarakat hukum adat penting untuk menjamin keberlanjutan nagari dan kearifan lokal di Lima Puluh Kota,” ujar Doni.

Program Manager KKI WARSI, Riche Rahma Dewita, menjelaskan bahwa seluruh 79 nagari di Lima Puluh Kota sejatinya adalah kesatuan masyarakat hukum adat, sebagaimana diakui Perda Provinsi Sumbar No. 7 Tahun 2018. Namun, tanpa Perda kabupaten, status itu belum memiliki kekuatan hukum penuh.

“Perda kabupaten akan menjadi payung hukum lokal untuk melindungi hak-hak masyarakat adat,” tegas Riche.

Dengan luas kawasan hutan ±169.837 hektare atau 50,6% dari total wilayah, pengakuan MHA menjadi kunci menjaga keberlanjutan lingkungan sekaligus kesejahteraan masyarakat.

KKI WARSI memaparkan hasil kajian MHA di Nagari Ampalu yang telah memenuhi lima syarat pengakuan sesuai PP No. 23 Tahun 2021 dan PermenLHK No. 9 Tahun 2021. Nagari ini memiliki struktur adat yang kuat, mekanisme penyelesaian sengketa, pengelolaan tanah ulayat, dan pemanfaatan hutan secara lestari. Wilayah adatnya telah dipetakan seluas 13.391 hektare, termasuk 10.647 hektare di kawasan hutan negara.

“Nagari Ampalu adalah contoh nyata MHA yang hidup, menjalankan adat, dan menjaga hutan. Kami berharap pengakuan ini segera dituangkan dalam Perda,” ujar Wakil Direktur KKI WARSI, Rainal Daus.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Prof. Dr. Kurnia Warman, menambahkan bahwa riset di Ampalu dapat menjadi pintu pembuka bagi pengakuan MHA di nagari-nagari lain.

“Ini penting agar masyarakat nagari dapat mempertahankan wilayah adat dan mengelolanya sesuai kebutuhan setempat,” ujarnya.

Wali Nagari Ampalu, Asrizal, juga menyampaikan harapan yang sama.

“Kami tidak ingin kehilangan tanah, hutan, dan adat hanya karena tidak ada perlindungan hukum,” katanya.

Anggota DPRD, Ubetra Syandra, menilai Perda ini juga akan memperjelas batas nagari sekaligus memberi ruang bagi pemanfaatan hutan ulayat untuk kesejahteraan rakyat.

“Kita perlu mengakuinya secara resmi melalui Perda,” tegasnya.

Audiensi ini diakhiri dengan harapan bersama agar DPRD segera mengambil langkah konkret. Bagi KKI WARSI dan masyarakat adat, Perda MHA bukan hanya instrumen hukum, tetapi juga jaminan keberlanjutan sosial, budaya, dan ekologi di Limapuluh Kota. (*/Yh)

Baca Juga

Solok Selatan Panen 33 Usaha Berbasis Masyarakat dari Program Perhutanan Sosial
Solok Selatan Panen 33 Usaha Berbasis Masyarakat dari Program Perhutanan Sosial
Perhutanan Sosial sebagai Kunci Menjaga Tutupan Hutan di Sumbar
Perhutanan Sosial sebagai Kunci Menjaga Tutupan Hutan di Sumbar
Sumbar dan Jambi Bahas Peluang Pendanaan Iklim
Sumbar dan Jambi Bahas Peluang Pendanaan Iklim
Pemkab Limapuluh Kota dan KKI Warsi Bersinergi Tangani Dampak Perubahan Iklim
Pemkab Limapuluh Kota dan KKI Warsi Bersinergi Tangani Dampak Perubahan Iklim
Leksikon adalah kumpulan kata-kata yang ada di dalam kepala seseorang. Leksikon ini didapat dari pengalaman perorangan melalui interaksinya
Galodo Soko dalam Kontestasi Kepala Daerah
KKI Warsi Catat Ada Penambahan 3.000 Ha Tutupan Hutan di Sumbar
KKI Warsi Catat Ada Penambahan 3.000 Ha Tutupan Hutan di Sumbar