Langgam.id— Stasiun Kereta Api Padang Panjang yang mulai beroperasi 1 Juli 1891 untuk keperluan angkutan tambang batu bara, lalu mengawali layanan reguler pada 1893, ternyata memiliki peranan penting terhadap kemajuan pendidikan Islam di kota berhawa sejuk ini.
Dialog Kebudayaan dengan menghadirkan para pembicara seperti Ketua Kerapatan Adat Nagari (KAN) Bukit Surungan, Faiz Fauzan El Muhammady Datuak Bagindo Maharajo, Ketua Yayasan Thawalib Padang Panjang, Dr. Abrar, Akademisi, Fikrul Hanif Syofyan, dan Budayawan, Edy Utama memiliki pandangan yang sama tentang dampak jaringan kereta api itu.
Dikutip dari laman Diskominfo Padang Panjang, Rabu (7/8/2024), dalam dialog bertemakan Pendidikan Islam Modern di Padang Panjang dan Kaitannya dengan Workshop Seni Warisan Tambang Batubara Ombilin Sawahlunto (WTBOS), Selasa (6/8/2024), di Stasiun Kereta Api Padang Panjang, Kelurahan Silaing Atas, para pembicara mengungkap hal itu.
Budayawan Edy Utama mengatakan, tidak ada penolakan atau perlawanan dari ninik mamak selaku pemimpin nagari terhadap pembuatan jalur kereta api yang memakan tanah ulayat mereka. kebijakan Belanda itu dihadapi dengan cara berbeda.
Walhasil, jalur kereta api ini mendorong akses warga lain berdatangan ke Padang Panjang untuk belajar. Lantaran saat itu, daerah ini terkenal akan kependidikannya.
Ditambahkan Abrar, Padang Panjang ikon perubahan dan kemajuan pendidikan Islam di Indonesia, diperkuat dengan hadirnya Perguruan Thawalib sebagai pendidikan Islam pertama di Indonesia, Kauman Muhammadiyah, dan Diniyyah Puteri.
Kaitannya dengan Keberadaan stasiun kereta api ini, lanjutnya, memberikan kemudahan mobilisasi bagi orang-orang saat itu. Artinya, transportasi kereta api memiliki peranan penting terhadap sentuhan pendidikan.
“Kereta api memunculkan akses petualangan akademik, mendatangkan tokoh-tokoh. Di samping itu, petualangan akademik lain terhadap hadirnya majalah Al Munir, diakses sampai ke Jakarta menginisiasi KH Ahmad Dahlan bertemu Inyiak DR di stasiun kereta api ini,” tuturnya.
Kegiatan ini turut dihadiri Niniak Mamak dan Bundo Kanduang dari KAN Gunuang, KAN Lareh Nan Panjang, KAN Bukit Surungan, komunitas, sanggar-sanggar seni, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, seniman, dan budayawan. (*/Fs)