Berdasarkan data Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik Indonesia (BPS), Generasi Z atau Gen Z yang lahir antara tahun 1997 dan 2012. Generasi ini telah membawa perubahan besar dalam struktur sosial di Indonesia dengan kehadiran mereka yang sangat mencolok. Mulai dari gaya hidup, akses dalam penggunaan teknologi dan internet, bahkan cara berbudaya.
Generasi Z sangat akrab dengan perkembangan teknologi bahkan sekecil apapun dan juga sangat erat hubungannya dengan internet. Pada saat ini Gen Z digadang-gadangkan mampu memprakarsai era hidup bersama ponsel, komputer dan juga tentu segala hal yang berkaitan dengan internet.
Namun jika dikaitkan dengan kebudayaan, ada beberapa pertanyaan dan permasalahan yang perlu dikupas. Bagaimana bentuk, cara berpikir dan implementasi kerangka berpikir anak Gen Z dalam berbudaya.
Menurut saya, ada 3 hal yang diperhatikan betul oleh kalangan Gen Z dalam berbudaya.
Pertama, Watak Skeptis Generasi Z. Generasi Z cenderung memiliki sifat yang lebih skeptis daripada optimis. Mereka berupaya mencari makna hidup yang mendalam dan membentuk identitas individu, sambil tetap berkomitmen pada isu-isu sosial dan lingkungan.
Di Indonesia, kelompok ini telah berkembang menjadi komunitas yang besar dan semakin berpengaruh. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menunjukkan bahwa populasi Generasi Z mencapai sekitar 68 juta jiwa, atau sekitar 25 persen dari total penduduk Indonesia. Berbeda dengan generasi sebelumnya, Generasi Z menunjukkan keterbukaan yang lebih besar terhadap perbedaan dan keberagaman, menghargai variasi, dan tidak ragu melihat dunia dari berbagai sudut pandang.
Kedua, Pengaruh Budaya Pop dan Kebarat-baratan. Budaya pop memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam kehidupan Generasi Z. Tren dari budaya populer cepat menyebar di kalangan mereka, terutama melalui media sosial. Bahasa dan ungkapan populer di platform digital menjadi bagian penting dari cara mereka berkomunikasi, dengan emoji dan meme menjadi elemen penting dalam interaksi mereka. Generasi Z dengan semangat mudanya mengikuti tren musik pop, K-pop, dan gaya berpakaian yang modis. Ini tidak terlepas dari peran media sosial dan platform digital yang memudahkan mereka untuk mengakses konten-konten terbaru dalam budaya populer.
Gen Z memiliki akses yang mudah untuk mendapatkan informasi itu semua. Namun perlu kita perhatikan, dalam berbudaya, Gen Z acapkali menyalah gunakan akses-akses tersebut. Mereka cenderung mudah tergiring ke dalam hal-hal negatif yang bisa merugikan diri mereka bahkan lingkungan sekitar.
Jika bicara tentang budaya, seharusnya Gen Z harus bisa membedakan mana budaya pop dan budaya barat yang baik dan mana yang tidak. Bahkan jika dikaji lagi, seharusnya Gen Z mampu dan terus melestarikan budaya yang berkembang di masyarat adat.
Contohnya budaya di minangkabau, nilai- nilai adat, tradisi dan budaya mulai pupus dan pudar di tengah masyarakat. Tidak sedikit faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi, bahkan faktor luar dan dalam sangat mempengaruhi nilai adat dan budaya tersebut. Salah satunya adalah pengaruh budaya pop dan kebarat-baratan lalu berkurangnya interaksi sosial antara Gen Z dengan Mamak di Minangkabau.
Ketiga, Kemajuan Teknologi dan Popularitas Media Sosial. Generasi Z di Indonesia memiliki peran krusial dalam melestarikan budaya dan lingkungan di era globalisasi yang sangat terhubung. Namun, mereka juga menghadapi sejumlah tantangan yang harus diatasi untuk mencapai tujuan ini. Tantangan pertama adalah mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia yang kaya dan beragam. Untuk membangun identitas kebangsaan yang kuat, mereka perlu menyadari pentingnya memahami dan menghargai warisan budaya Indonesia. Tantangan terbesar yang mereka hadapi berasal dari pengaruh globalisasi yang bisa mengaburkan nilai-nilai lokal.
Maka dari itu, poin penting yang harus dipahami dan yang harus ditanamkan oleh Gen Z adalah berbudaya dengan baik. Dengan melakukan beberapa cara di antaranya adalah pemanfaatan akses teknologi dan internet yang tepat, menambah wawasan tentang budaya di daerah masing-masing, menjadikan budaya sebagai identitas, tidak terpengaruh dengan budaya asing, dan yang terakhir adalah memiliki rasa cinta dan kepemilikan terhadap budaya masing-masing.
*Penulis: Dedek Wiradi (Gubernur Mahasiswa FBS UNP 2023/2024, Koordinator Pusat ILMIBSI 2024/2025)