Kala Rokok Menyulut Laju Penyakit Tidak Menular di Mentawai

Kala Rokok Menyulut Laju Penyakit Tidak Menular di Mentawai

Julianus Sakalomak yang berasal dari Desa Malancan, Kecamatan Siberut Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, dipindahkan dari ambulans ke kapal Mentawai Fast setelah diputuskan dirujuk dari Puskesmas Muara Sikabaluan ke rumah sakit Tipe C di Kota Padang, (6/5/2025). Julianus yang diduga menderita penyakit tidak menular dengan dugaan jantung, dimana salah satunya sebab salah satunya kencang merokok, harus dirujuk karena ketidakmampuan Puskesmas di Sikabaluan menanganinya. Foto: Yose Hendra (YH)

Langgam.id - Kepulan asap menyesak selasar rumah Aikup Sakaliou (77), di Dusun Pariok, Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatra Barat, Jumat (2/5/2025). Warnanya pekat, dan tiupannya ke mata bikin perih. Asap itu bersumber dari lenting tembakau lembap yang diisap Aikup begitu mendalam dan berulang-ulang. Dalam kepekatan asap yang ia muntahkan, Aikup kerap terbatuk-batuk. Kendati demikian, sikerei di Desa Muntei itu tak melepaskan gulungan tembakau dari mulutnya. Ia terus saja mengulumnya dengan asyik dan ceria.

Bagi Aikup, merokok baik tembakau yang dilenting sendiri, maupun rokok kretek adalah kebiasaan yang sudah melekat sedari kecil. Ia seperti teman hidup. Sehari-hari, Aikup bisa menghabiskan 2 bungkus rokok ditambah berbatang-batang lenting rokok tembakau.

Tembakau lembap itu datang dari tanah tepi; untuk menyebut Sumatra Barat bagian daratan Pulau Sumatra.

Lampiran Gambar
Aikup Sakaliou, seorang sikerei (dukun) di Desa Muntei, Kecamatan Siberut Selatan, Kepulauan Mentawai, perokok berat sedari kecil kerap batuk-batuk. Namun ia enggan berhenti merokok. Foto: Yose Hendra

Ia menyadari, umur yang semakin renta, batuk semakin menjadi, lebih diakibatkan merokok dari kecil. Namun, batu-batuk yang mendera tiap sebentar itu dibiarkan saja. Kalau pun parah, ia konsumsi obat tradisional dari dedaunan. Sementara belum ada terpikir baginya untuk berhenti merokok.

Bergeser ke utara Siberut, dimana kapal motor menjadi satu-satunya harapan untuk ke sana dari selatan Siberut, Julianus Sakalomak (52) menghela napas berat, bukan karena jarak—tapi karena batuk dan sesak yang kian memalak.

Selasa (6/5/20250), tempat berobat dan merawat Julianus selama ini; Puskesmas Muara Sikabaluan sudah tak sanggup lagi menangani penyakit Julianus karena ketiadaan alat yang dibutuhkan. Pihak Puskesmas dengan kesepakatan keluarga kemudian merujuk Julianus ke rumah sakit Tipe C yang ada di Kota Padang.

Puskesmas adalah ujung tombak dari pembangunan kesehatan Indonesia dengan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) yang di selenggarakannya. Sejak di terbitkannya Permenkes. No 43 tahun 2019 tentang Puskesmas, Puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan yang optimal berdasarkan standar baku yang telah di susun dalam Permenkes tersebut.

Namun untuk konteks di Mentawai, kerap Puskesmas menyerah tatkala dihadapkan pada pelbagai penyakit karena ketiadaan atau minimnya peralatan dan juga dokter.

Wilayah kerja Puskesmas Muara Sikabaluan mencakup seluruh Kecamatan Siberut Utara dengan jumlah 6 desa yakni  Bojakan, Sotboyak, Mongan Poula, Muara Sikabaluan, Sirilogui, dan Malancan. Berdasarkan data BPS tahun 2024, wilayah kerja Puskesmas Muara Sikabaluan berpopulasi 9.383 jiwa. Sementara angka kunjungan sakit Puskesmas Muara Sikabaluan tahun 2024 mencapai 15.258.

Ironisnya, Puskesmas Muara Sikabaluan, hanya punya dua orang dokter umum yakni Sofyan Hadi Lubis dan Clara Inneke. Sekaitan di antara dua dokter ini punya keyakinan berbeda, maka bila hari raya besar, hanya akan ada satu orang dokter jaga. Sementara dokter yang kebetulan saat itu adalah hari rayanya, akan cuti dalam waktu yang cukup panjang.

Lampiran Gambar
Clara Inneke, satu di antara dua dokter yang mengabdi di Puskesmas Muara Sikabaluan. Foto: Yose Hendra

Soal dirujuknya Julianus ke Padang, kata dokter Puskesmas Muara Sikabaluan Clara Inneke yang menanganinya selama ini, pasien Julianus dicurigai mengalami gangguan jantung. Sementara saat ini, alat mendeteksi gangguan jantung, EKG (Elektrokardiogram), tengah rusak.

“Di Puskesmas ini ada standar pengobatan. Jadi untuk hal-hal yang bersifat emergensi itu kami tidak bisa tangani di Puskesmas. Dan obat-obat tindakan untuk mengarah ke jantung  di pihak kita tidak selengkap di rumah sakit,” jelas Clara.

“Memang pasiennya itu faktor riwayat merokok dari bertahun-tahun. Ketika sudah mulai sesak dan lain-lain, mungkin beberapa waktu belakangan baru berhenti merokok,” ia menambahkan.

Syahdan, perjalanan Julianus yang memakan waktu lama ke Padang, pihaknya memasangkan infus, pemberian oksigen ke pasien. Terus pemberian obat-obat yang sesuai dengan keluhan pasien.

Hari Selasa adalah jadwal kedatangan kapal cepat MV Mentawai Fast, moda transportasi yang menghubungkan Mentawai dengan Kota Padang ibukota Sumatra Barat yang berada di daratan Pulau Sumatra. Mentawai Fast merapat ke Pelabuhan Pokai, Siberut Utara sekira pukul 11 siang. Syahdan, Julianus dan sudah siap sedari pukul 10 pagi. Ia dan keluarganya kemudian dinaikkan ke ambulans, untuk diantar ke Mentawai Fast.

Julianus berasal dari dusun terpencil di Desa Malancan. Meski menjadi bagian dari Kecamatan Siberut Utara, namun kawasan Malancan tak bisa diakses dengan kendaraan darat dari Muara Sikabaluan, pusat Kecamatan Siberut Utara. Perhubungan kedua wilayah ini hanya bisa dilakukan lewat jalur dengan menggunakan kapal motor bermesin tempel atau dengan pompong, sejenis sampan.

“Kampung kita jauh, harus pakai jalur laut ke Sikabaluan, dengan naik perahu bermesin robin lebih kurang 2 jam hingga ke Labuhan Bajo kemudian naik motor selama 15 menit atau jalan kaki 1,5 jam. Untuk kapal dari Labuhan Bajo ke Sikabaluan kalau mendadak dicarter dengan membelikan minyak sebanyak 10 liter, tambah lagi Rp.50 ribu. Jadi lebih kurang Rp.150 ribu, sudah baik orang itu,” beber Julianus.

Di kampung, Julianus bekerja serabutan. Kadang menyinso_chainsaw (menggergaji kayu), sekali-kali mengambil madu, dan kadang bidang perkopraan. Pekerjaan yang tak menetap membuat penghasilannya kerap tak menentu. Sementara rokok menjadi kebutuhan yang selalu dipenuhi setiap harinya.

Ia mengaku sebelum jatuh sakit sekarang, rata-rata menghabiskan rokok 1,5 bungkus, dengan harga rokok Rp.15 ribu untuk satu bungkus.

Merokok sudah menjadi kebiasaan yang ia lakoni sejak duduk di bangku SD. Merek rokoknya pun terbilang sembarangan, asalkan berasap.

“Saya perokok, dan bahkan tetap merokok saat menjalankan kerja berat seperti menyinso,” ujarnya.

Dua tahun lalu, malapetaka mendekapnya. Julianus terjatuh saat mencari madu di hutan. Dadanya menghantam batu, tulang rusuknya memar. Hanya obat kampung yang jadi andalan. Meski masih terasa sakit, ia tetap menyinso, kadang mengolah kopra dengan membakar kayu, sambil terus merokok. Belakangan, napasnya makin sesak. Ia curiga asap pembakaran kayu untuk kopra mungkin beracun, ditambah akumulasi merokok selama ini, memperparah batuk dan debar jantungnya. “Sekali hirup, langsung batuk dan napas berat,” ujarnya.

Kini Julianus hanya bisa menyesal. Dada yang kian sesak dan mengap-mengap, ia harus menjalani pengobatan jauh hingga ke Padang. Perjalanan ke Padang, ia didampingi sang istri Bungayati Sidibaru dan anak perempuannya. Keluarga ini hanya membawa bekal seadaanya untuk masa-masa pengobatan di Padang yang tidak tahu entah sampai kapan.

“Hanya bawa beras sedikit. Sementara tempat tinggal belum tahu. Ada sedikit bawa uang,” ungkap Bungayati di atas ambulans, sebelum berpindah ke Mentawai Fast.

Perjalanan ke Padang dari Pelabuhan Pokai lebih kurang 6 jam. Rutenya dari Pelabuhan Pokai, Mentawai Fast berlayar dulu ke Pelabuhan Maileppet di Siberut Selatan dengan waktu tempuh sekira 2 jam. Lalu pukul 15.00 WIB, dari Pelabuhan Maileppet, Mentawai Fast berlayar menuju Pelabuhan Muaro Padang yang berlabuh sekira pukul 18.00 WIB.

Selama di Mentawai Fast, Julianus dengan infus melekat ditubuhnya, memilih rebahan di lantai sudut pintu darurat kabin belakang kapal. Ia lebih benyak berbaring dan kadang tertidur pulas.

Lampiran Gambar

Setibanya di dermaga Mentawai Fast di Pelabuhan Muaro Padang, ambulans tempat rujukannya sudah menanti, dan selanjutnya dibawa ke rumah sakit tersebut.

Tatkala Julianus mesti berobat ke Padang akibat jenis penyakit tak menular yang diidapnya, Mei Lewi Debora, bidan di Puskesmas Muara Sikabaluan dirundung getir dan sedih. Pasalnya, sang suami tengah menderita Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), dengan salah satu penyebabnya rokok  yang diisap bertahun-tahun lamanya.

PPOK adalah peradangan pada paru-paru yang berlangsung dalam jangka panjang. PPOK tergolong jenis penyakit tidak menular. Dalam waktu jangka panjang, PPOK secara umum bisa menyerang paru-paru.

“PPOK yang dialami suami saya karena merokok. Rata-rata 2-3 bungkus dalam sehari,” kata Mei yang tinggal di Dusun Pokai, Muara Sikabaluan.

Dengan rata-rata 3 bungkus per hari, Mei mengaku ada uang sekitar Rp.90.000 'terbakar' tiap harinya mengacu pada harga rokok tersebut Rp.30.000 per bungkus. Ironisnya, sang suami aktivitas hariannya hanya bertani. Hal ini memburukkan ekonomi rumah tangga Mei. Dan ia pun semakin terpukul dengan penyakit yang dialami suami. Untung saja, penyakit ini membuat suaminya berhenti merokok setengah tahun terakhir.

Penyakit tidak menular akibat rokok yang dialami suaminya, berdampak pada diri Mei. Ibu satu orang anak ini kerap naik tensi dan kepala pusing.

Dokter Inneke mengatakan, rata-rata semua pria terutama bapak-bapak di Mentawai adalah perokok berat. Sehingga istrinya atau keluarganya banyak yang perokok pasif.

Alhasil, pasien yang ditanganinya selama ini, sakit lebih banyak diakibatkan oleh rokok.

”Mungkin dari gastritisnya ya, dengan faktornya kena istrinya, biaya hidup, terus keuangan. Seharusnya dalam satu bulan terima gaji segini gara-gara merokok terkendalah dari makanan-makanan yang lain,” jelas Inneke.

Merokok menurutnya, juga pemicu penyakit PPOK bagian sebagian warga yang pernah ditanganinya. ”Tapi tidak terlalu banyak, lebih sering ke hipertensi. Faktor merokok itu bisa juga menyebabkan hipertensi,” ujarnya.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Mentawai tahun 2023, usia perokok 10-18 tahun berjumlah 199 orang (3,3%), tahun 2024 melonjak drastis dengan angka 1.660 orang (88,6%). Dan data tahun 2025 per bulan Mei terdapat 278 orang (14,8%) yang mengkonsumsi rokok.

“Gaya hidup seperti kebiasaan merokok masih menjadi pemicu terjadinya peningkatan kasus penyakit tidak menular,” tukas Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai Desti Simamora.

PTM Puncaki Tren Penyakit di Mentawai

Selama lima tahun terakhir, tren penyakit di wilayah Siberut Utara didominasi oleh penyakit tidak menular (PTM) seperti rematik, gastritis (penyakit lambung), dan hipertensi (darah tinggi). Di samping itu, juga terdapat beberapa kasus penyakit menular, salah satunya ISPA.

Rematik menjadi penyakit tidak menular dengan jumlah kasus tertinggi, mencapai 2.211 orang, menunjukkan betapa luasnya dampak yang ditimbulkan. Di posisi berikutnya, gastritis atau radang lambung menyusul dengan 1.932 kasus. Common cold atau pilek biasa menempati urutan ketiga dengan 1.231 kasus, diikuti oleh ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) sebanyak 868 kasus. Sementara itu, karies gigi atau caries dentis tercatat sebanyak 768 kasus, dan yang terendah adalah alergi kulit (allergia) dengan 635 kasus.

Lampiran Gambar
Infografis 10 Penyakit Terbanyak Puskesmas Muara Sikabaluan Tahun 2024.
Sumber: Profil Puskesmas Muara Sikabaluan 2024

Penyakit-penyakit tersebut tidak menyebar dari orang ke orang, namun tetap menjadi beban kesehatan yang signifikan di banyak negara. Dampaknya tidak bisa dianggap sepele: penyakit tidak menular bisa mengganggu produktivitas dan kualitas hidup seseorang, bahkan memerlukan penanganan jangka panjang.

Menurut Plt. Kepala Puskesmas Muara Sikabaluan Desmawati Sakerebau, penyebab utama PTM ini adalah pola hidup yang tidak sehat, terutama pola makan. Untuk kasus rematik, kemungkinan disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi yang dibutuhkan tulang. Sementara gastritis dan hipertensi, salah satu pemicu utamanya adalah kebiasaan merokok, meskipun ada juga faktor lain yang memengaruhi.

Merokok juga berdampak secara tidak langsung terhadap ekonomi rumah tangga dan kesehatan keluarga. Banyak perempuan di wilayah ini yang mengeluhkan stres akibat harus mengelola ekonomi keluarga dengan penghasilan yang sangat terbatas. Misalnya, jika kepala keluarga berpenghasilan Rp1 juta per bulan tetapi menghabiskan Rp20 ribu per hari untuk rokok, maka sekitar Rp600 ribu habis hanya untuk rokok. Akibatnya, hanya tersisa Rp400 ribu untuk kebutuhan rumah tangga, yang harus dikelola oleh ibu.

“Ini memicu stres, memperparah kondisi gastritis, dan bisa menyebabkan hipertensi,” ujar Desmawati.

Lampiran Gambar
Plt. Kepala Puskesmas Muara Sikabaluan Desmawati Sakerebau. Foto: Yose Hendra

Ia mengatakan, keluhan seperti ini sering disampaikan oleh para ibu rumah tangga kepada petugas Puskesmas atau jejaring relawan kesehatan di lapangan. Mereka berharap suaminya berhenti merokok, tetapi merasa tidak punya kuasa karena mereka bukan pencari nafkah utama.

Dampaknya sangat luas, termasuk pada anak-anak yang mengalami kekurangan gizi hingga stunting. Banyak keluarga yang hanya mampu memberi makan mie instan seperti Indomie, yang rendah gizi.

Data sementara tahun 2025 menunjukkan angka stunting di Siberut Utara mencapai 133 anak atau sekitar 24 persen dari jumlah penduduk. Padahal batas toleransi yang diperbolehkan hanya sekitar 16 persen.

Melonjaknya penyakit tidak menular dalam klasemen penyakit di Siberut Utara juga seirama dengan kondisi Kabupaten Mentawai secara keseluruhan.

Desti mengatakan, berdasarkan data dalam 5 tahun terakhir ditemukan peningkatan kasus penyakit tidak menular di Kabupaten Kepulauan Mentawai. Infografis di bawah menunjukkan sebaran 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Kepulauan Mentawai Tahun 2023.

Lampiran Gambar

“Penyakit hipertensi dan diabetes melitus menjadi penyakit tidak menular paling banyak diderita masyarakat Mentawai,” katanya.

Ikhtiar Mentawai Kendalikan Penyakit Tidak Menular

Pemerintah Kabupaten Mentawai tak tinggal diam sekaitan meningkatnya angka penyakit tidak menular beberapa tahun belakangan. Lewat langkah nyata, mereka berusaha menembus keterbatasan wilayah untuk melindungi masyarakat dari ancaman penyakit tidak menular.

Pemerintah Kabupaten Mentawai memanfaatkan sumber daya lokal, regulasi yang kuat, serta pendekatan budaya, langkah-langkah kecil ini menjadi harapan besar bagi masyarakat di pulau-pulau terpencil.

Dari sisi promotif dan preventif, Pemkab Mentawai telah melakukan berbagai upaya kampanye dengan nama Perilaku CERDIK (Cek kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin beraktivitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres). Hal yang dilakukan dalam program ini adalah promosi kesehatan secara individu kepada pasien yang datang berobat, penyuluhan rutin ke masyarakat, termasuk ke gereja, sekolah-sekolah seperti SMA dan SMP (karena anak sekolah juga banyak yang merokok).

Lampiran Gambar
Kampanye dan promosi antisipasi penyakit tidak menular termasuk soal bahaya rokok, terpampang pada salah satu dinding pelayanan kesehatan di Puskesmas Muara Sikabaluan. Foto: Yose Hendra

“Dan promosi kesehatan juga disampaikan dalam apel pagi dua kali seminggu bersama stakeholder, agar mereka turut menyampaikan ke masyarakat,” ujar Desti.

Desti menyampaikan pemerintah daerah telah mengeluarkan kebijakan konkret dalam menanggulangi PTM. Salah satunya melalui Instruksi Bupati Nomor 000.8.6.2/768/BUP Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Deteksi Dini Penyakit Tidak Menular. Aturan ini menjadi dasar bagi jajaran kesehatan hingga ke pelosok desa untuk melakukan aksi nyata.

“Instruksi ini mempertegas komitmen kami untuk melakukan deteksi dini dan pencegahan PTM secara berkelanjutan, terutama di wilayah pedalaman yang aksesnya masih sangat terbatas,” ujar Desti.

Di setiap Puskesmas di Kepulauan Mentawai, deteksi dini menjadi agenda rutin. Desti menjelaskan bahwa Posbindu PTM menjadi ujung tombak upaya ini. Setiap bulan, petugas turun langsung ke masyarakat untuk melakukan pemeriksaan tekanan darah, gula darah, hingga berat badan.

Tak hanya itu, program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) juga digalakkan di seluruh sekolah di Mentawai. Di sana, siswa diajak mengenal gaya hidup sehat sejak dini, dari makanan bergizi hingga pentingnya aktivitas fisik.

Sementara itu, ibu hamil juga menjadi prioritas penting. Melalui skrining kesehatan rutin, tekanan darah mereka diperiksa, berat badan ditimbang berat badan, dan dites kadar gula darahnya sebagai upaya mencegah komplikasi serius.

Untuk pengendalian tembakau atau rokok sebenarnya, Pemkab Mentawai telah menuangkan Peraturan Daerah Kabupaten Kepulauan Mentawai No 7 Tahun 2019 Tentang Kawasan Tanpa Rokok dan adanya papan informasi tentang kawasan tanpa rokok di tempat umum sekolah, perkantoran dan rumah ibadah..

“Sebenarnya sudah ada Perda yang mengatur larangan merokok di instansi, namun implementasinya belum efektif. Mengubah perilaku memang tidak mudah,” ucap Desti.

Di tengah keterbatasan fasilitasi kesehatan dan kelengkapan medis, Pemkab Mentawai pun memastikan pasien dengan asuransi BPJS yang dirujuk ke Kota Padang, gratis naik kapal Mentawai Fast. Hal ini seperti yang dialami Julianus.

7 Pesan Sikerei: Edukasi Kesehatan dari Budaya Lokal

Langkah unik lainnya datang dari pendekatan budaya. Pemerintah Kabupaten Mentawai telah menggagas program edukasi bernama “7 Pesan Sikerei”—sebuah inovasi yang diluncurkan sejak 22 Februari 2016.

Program ini mengemas pesan kesehatan dalam bentuk yang akrab dengan masyarakat adat Mentawai, yakni melalui filosofi dan simbolik peran Sikerei, sang tabib tradisional.

“Melalui 7 Pesan Sikerei, kami ingin menyampaikan pesan-pesan penting kesehatan yang mudah dipahami masyarakat, termasuk larangan merokok, pentingnya olahraga, hingga menjaga sanitasi lingkungan,” kata Desti.

Isi 7 Pesan Sikerei adalah, S: Stop buang air sembarangan; I: Istirahat yang cukup; K: Konsumsi garam beryodium; E: Enyahkan asap rokok; R: Rajin berolahraga, jauhi narkoba, dan hindari seks bebas; E: Eliminasi penyakit kaki gajah dan malaria, serta temukan, obati sampai sembuh penyakit TB; I: Ingatkan keluarga akan menimbang balita di posyandu setiap bulan, pemberian ASI saja kepada bayi sampai 6 bulan, persalinan oleh tenaga kesehatan.

Lampiran Gambar
Martinus Sagoilok, seorang sikerei di Desa Matotonan, Kecamatan Siberut Selatan,
mencari obat ke kawasan hutan pinggiran kampung. Foto: Yose Hendra

“Harapan kami, ke depan semakin banyak masyarakat yang sadar dan aktif menjaga kesehatannya. Karena pencegahan PTM bukan hanya tugas pemerintah, tapi gerakan bersama,” tukas Desti.

Tantangan Pengendalian PTM

Desti mengaku pelaksanaan pengendalian penyakit tidak menular belum maksimal yang disebabkan beberapa hal seperti Posbindu PTM di setiap wilayah kerja Puskesmas disertai dengan kondisi sarana prasarana yang minim dan kurangnya pembaharuan ilmu petugas kesehatan di lapangan.

Imbasnya, menurut Desti, penjaringan faktor risiko PTM belum dapat dilakukan secara optimal. Sehingga tidak memungkinkan hasilnya akan lebih besar jika dilakukan penjaringan secara menyeluruh dengan mengaktifkan dan membentuk Posbindu PTM di setiap desa serta melengkapi sarana prasarana yang dibutuhkan dalam melakukan layanan Posbindu PTM.

Sisi lain, kala melakukan edukasi dan penyuluhan untuk mendorong perubahan perilaku, petugas kesehatan di lapangan, kerap mendapat tantangan utama pada aspek edukasi dan sosial ekonomi. Tingkat pendidikan yang rendah juga menjadi faktor penghambat perubahan pola hidup sehat.

Dasmawati menyebutkan, penyuluhan yang dilakukan petugas medis Puskesmas Muara Sikabaluan sering mendapat respons sinis. “Istilahnya, kami dicemooh karena dianggap sok tahu, apalagi yang menyampaikan perempuan. Respons seperti ini dalam bahasa Minang disebut mancime’e. Mereka berkata: Kami yang mencari uang, kok ibu yang mengatur? kenapa ibu yang repot?"

Padahal dampaknya nyata, baik secara fisik maupun psikologis. Desmawati pernah memberikan ilustrasi dalam penyuluhan: jika seseorang merokok Rp30 ribu per hari, maka dalam sebulan akan habis Rp900 ribu. Dalam 6 bulan bisa mencapai Rp5,4 juta—jumlah yang cukup untuk membayar biaya kuliah anak.

“Tapi seringkali alasannya, mereka tidak mampu menyekolahkan anak sampai perguruan tinggi,” ujar Desmawati.

Sejauh ini, evaluasi pemerintah daerah terhadap efektivitas program penanggulangan PTM baru sebatas program-program penanggulangan PTM yang sudah terintegrasi dengan pusat dalam hal ini Kementerian Kesehatan. Hal ini dapat dipantau serta evaluasi melalui website ASIK (Aplikasi Sehat Indonesiaku). Selain itu, dapat dilihat dalam pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Kesehatan.

“Tantangan dalam penanggulangan PTM yaitu  masyarakat menganggap PTM merupakan hal yang tidak berpengaruh terhadap kesehatannya, sehingga kesadaran untuk memeriksakan kesehatan sedini mungkin masih rendah,” pungkas Desmawati.

Baca Juga

Polisi menangkap Kaue Campos Valerio (39 tahun), warga negara Brazil atas kepemilikan narkotika jenis ganja seberat 41,67 gram di Mentawai,
1 WN Brasil dan WNI Ditangkap Polisi di Mentawai, Miliki 41,67 Gram Ganja
Andre Rosiade Tepati Janji, Penerbangan Perdana Wings Air Rute Padang-Mentawai 28 Maret 2025
Andre Rosiade Tepati Janji, Penerbangan Perdana Wings Air Rute Padang-Mentawai 28 Maret 2025
Perebutan kursi Bupati dan Wakil Bupati Kepulauan Mentawai pada Pilkada Serentak 2024 berlangsung sengit. Berdasarkan hasil hitung cepat,
Pilbup Mentawai: Paslon 01 dan 03 Susul Menyusul dalam Hitung Cepat
Mentawai Keluar dari Status Daerah Tertinggal, Audy: Kolaborasi Pusat dan Daerah
Mentawai Keluar dari Status Daerah Tertinggal, Audy: Kolaborasi Pusat dan Daerah
Hingga Akhir Agustus 2024, Ditemukan 2.903 Pasien TB di Padang
Hingga Akhir Agustus 2024, Ditemukan 2.903 Pasien TB di Padang
Dinkes Sebut Belum Ada Kasus Cacar Monyet di Padang
Dinkes Sebut Belum Ada Kasus Cacar Monyet di Padang