Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumbar terpilih, Mahyeldi-Audy resmi dilantik pada 25 Februari 2021. Selaku Insan Pengawas Pelayanan Publik di Ombudsman Sumbar, yang saban hari menggeluti laporan atau pengaduan masyarakat terkait pelayanan publik, saya lansung teringat pada visi, misi dan janji-janji Mahyeldi-Audy, khususnya mengenai perbaikan pelayanan publik saat kampanye dulu.
Karena itu, tulisan ini bermaksud sekedar mencatatkan kembali, bahwa Mahyeldi-Audy telah berjanji, pernah punya misi perbaikan pelayanan publik. Saat pencalonan kemarin, Mahyeldi-Audy mengusung visi “Terwujudnya Sumatera Barat Madani yang Unggul dan Berkelanjutan”.
Dari 7 misi yang diusung, salah satu yang berkaitan dengan perbaikan pelayanan publik adalah pada misi ke-7, yakni “Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan dan Pelayanan Publik yang Bersih, Akuntabel serta Berkualitas”.
Kita berharap, Mahyeldi-Audy konsisten dalam menjalankan misinya itu. Lima tahun lagi, siapapun boleh membaca kembali tulisan ini dan menagih janji-janji itu.
Tema yang sama pernah saya tulis saat Mahyeldi maju menjadi Wali Kota pada periode pertama yang berpasangan dengan Emzalmi, terbit di salah satu koran di Sumbar, dengan judul “Visi Pelayanan Publik Cawako Padang”. Salah satu yang saya catat ketika itu adalah, dalam mengusung visi “Mewujudkan Padang sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Pariwisata yang Sejahtera, Religius, dan Berbudaya” Mahyeldi mengusung salah satu misi “Mewujudkan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik, Bersih dan Melayani.
Namun, dalam mengusung 10 program unggulan, tak terlihat program aksi yang berkaitan dengan perbaikan organisasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Itulah kiranya, yang menyebabkan Mahyeldi tampak tidak terlalu fokus pada perbaikan pelayananan publik, khususnya pada lingkup layanan administrasi publik, termasuk pada periode keduanya menjadi Walikota berpasangan dengan Hendri Septa. Mahyeldi cukup serius mengubah layanan jasa publik di pasar dan pariwisata, serta layanan barang publik seperti jalan dan trotoar, tapi belum maksimal memperbaiki layanan administrasi publik yang ditopang oleh Lurah, Camat, Disdukcapil dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.
Mahyeldi memang berhasil membuat Mal Pelayanan Publik (MPP) sebagai ujung tombak layanan administrasi dan perizinan. Namun pada periode awal beroperasi, hasil sidak Ombudsman Sumbar menunjukkan bahwa, MPP Kota Padang belum memenuhi standar pelayanan publik, sebagaimana diatur dalam UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik.
MPP Kota Padang terletak di lantai 4 Pasar Raya Padang, dan sulit diakses oleh lansia, ibu hamil atau masyarakat yang berkebutuhan khusus (disabilitas). MPP Kota Padang tidak menjadi rujukan, karena tidak lebih baik dari MPP Kota Payakumbuh, atau provinsi tetangga, Kota Pekanbaru dan Batam.
Berbeda dengan kali ini, dalam dokumen visi-misi dan program unggulan yang disampaikan pasangan Mahyedi-Audy ke KPU Sumatera Barat. Dalam perbaikan pelayanan publik, Mahyeldi-Audy mengusung misi mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang bersih, akuntabel serta berkualitas.
Dari 15 program unggulan yang ditawarkan, satu yang secara khusus berkaitan dengan misi mewujudkan pelayanan publik yang berkualitas adalah program inovatif yaitu Program Layad Rawat dan Public Safety Center (PSC) 119. Layanan cepat tanggap darurat kesehatan dan keselamatan, bertujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan cara jemput bola, dengan mendatangi rumah warga yang sakit dan kesulitan untuk biaya maupun transportasi.
Program ini, patut kita tunggu. Kendati, saya ragu program ini akan berjalan efektif, karena unit layanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) justru berada dalam kewenangan Bupati/Walikota. Provinsi hanya punya 5 rumah sakit, RS Paru, RSJ HB Saanin, RSUD M. Natsir, RS Pariaman, dan RSAM Bukittinggi.
Dalam elaborasi program unggulan, Mahyeldi-Audy juga menyebutkan perlunya standar pelayanan publik. Ini selaras dengan UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik, dimana dalam memberikan kepastian layanan, unit pelayanan atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) wajib memenuhi standar pelayanan berupa, jenis layanan, syarat, tarif, prosedur dan waktu/lama pelayanan. Diperlukan juga sarana layanan. Minimal berupa loket front office, ruang tunggu dan toilet. Serta, sarana layanan untuk masyarakat berkebutuhan khusus/penyandang disabilitas.
Di era Gubernur Irwan Prayitno, pada tahun 2016, atas penilaian Ombudsman RI, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memang pernah mendapat predikat kepatuhan tinggi atau berada di zona hijau dalam pemenuhan standar pelayanan publik. Tapi itu 4 tahun lalu, uji petik yang dilakukan oleh Asosiasi Ibu Menyusui (AIMI) Sumbar, menunjukkan bahwa sebagian standar layanan dimaksud tidak ditemukan lagi di OPD-OPD yang ada.
Dalam hal kolaborasi pemerintahan, Mahyeldi juga menyebut perlunya partisipasi masyarakat dalam pengawasan pemerintahan. Karena itu, Mahyeldi-Audy diharapkan lebih terbuka terhadap pengaduan publik, telinganya harus lebih lebar, tidak risih terhadap kritik atau pengaduan publik.
Dalam hal ini, Mahyeldi bisa bekerja sama dengan Ombudsman guna mendapatkan laporan-laporan yang terkait dengan potensi maladministrasi di jajaran pemerintahannya. Pasalnya dalam catatan Ombudsman, pemerintah daerah, termasuk pemerintah provinsi masih menjadi instansi yang paling banyak dikeluhkan masyarakat setiap tahunnnya.
Mahyeldy-Audi memang harus membuat peta jalan peningkatanan kualitas pelayanan publik di masa kepemimpinannya. Pasca dilantik ini, salah satu tugas yang diemban Mahyeldi-Audy adalah membina penyelenggaraan pelayanan publik.
Pasal 16 UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan Gubernur adalah pembina pelayanan publik, tugas pokoknya adalah membina, mengawasi dan mengevaluasi penyelenggaraan pelayanan publik di daerahnya masing-masing. Selamat bekerja Pak Mahyeldi-Audy, semoga menjadi pasangan kepala daerah yang melayani. Amin.
*Asisten Muda Ombudsman RI Perwakilan Sumbar