Jalur Rempah Ajang Pertukaran Ilmu, Budaya dan Agama

Jalur Rempah Ajang Pertukaran Ilmu, Budaya dan Agama

Foto: YH

Langgam.id - Jalur rempah bukan semata perdagangan rempah-rempah yang bersumber dari nusantara, melainkan juga pertukaran ilmu, budaya, dan agama. Jalur rempah bakah disebut anomaly terbesar dalam sejarah.

Hal demikian disampaikan oleh Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra, dalam webinar internasional Jalur Rempah yang diselenggarakan Balai Pelestarian Nilai Budaya Provinsi Sumatra Barat dan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI) Sumatra Barat, kemarin.
Azyumardi menjelaskan rempah atau rempah-rempah dalam bahasa Inggris disebut spices yang berasal dari bahasa Latin species yang berarti ‘barang yang memiliki nilai istimewa’—bukan barang biasa.

“Karena itu tidak mengherankan kalau orang-orang berani menempuh perjalanan jauh ke Timur—khususnya Kepulauan Nusantara—untuk mendapatkan spices yang mengandung banyak nilai ritual dan pengobatan serta eksotisme,” katanya.
Rempah-rempah hanya bisa tumbuh di kawasan tropis seperti Nusantara; dan lebih khusus lagi Kepulauan Maluku yang menghasilkan berbagai macam rempah dikenal dalam literatur perjalanan sebagai ‘Spice Islands’.

Menurut UNESCO, jalur rempah adalah nama yang diberikan pada rute jaringan pelayaran yang menghubungkan Dunia Timur dengan Dunia Barat. Jalur rempah ini terbentang dari sebelah barat-selatan Jepang menyambung dengan Kepulauan Nusantara (Indonesia) melewati selatan India menuju laut Merah untuk melintasi daratan Arabia-Mesir terus memasuki Laut Tengah dan pesisir selatan Eropa.

Menurut Azyumardi, jalur rempah secara berangsur-angsur mulai terbentuk sejak tahun 2000 SM. Berbagai rempah seperti kayu manis, merica, dan cengkeh mulai menemukan jalannya ke Eropa.

Sejak masa sejarah paling awal tersebut, sudah terdapat orang-orang—khususnya para pelayar—yang mencoba mencari dan melayari jalur rempah. Pada awalnya, perjalanan dan pelayaran mereka terbatas pada sejumlah kecil pelabuhan, tetapi dengan perjalanan waktu mereka berhasil melayari laut atau lautan lebih jauh menjangkau pelabuhan yang lebih jauh pula, sehingga semakin dekat ke bumi tempat di mana rempah-rempah dihasilkan.

Dikatakannya, perjalanan perpindahan barang-barang—dalam hal ini rempah—di antara timur dan barat dengan melintasi laut, lautan dan pelabuhan yang melibatkan berbagai bentuk jaringan—disebut sebagai jalur rempah. Terdapat jaringan di antara para pembeli dan penjual; dan di antara pihak terakhir ini dengan para penaman dan penghasil rempah.

Menurutnya lagi, jalur rempah bukan hanya berisi perdagangan rempah-rempah, tetapi juga sekaligus menghasilkan pertukaran ilmu, budaya, sosial, bahasa, keahlian-ketrampilan dan bahkan agama di antara berbagai orang yang berasal dari bermacam tempat yang jauh.

“Karena itu, jalur rempah sekaligus juga menjadi melting pot berbagai konsep, gagasan dan praksis; dan jalur rempah menjadi sarana perpindahan semua itu dari satu tempat ke tempat lain,” ungkapnya.

Sisi lain, cendekiawan asal Lubuk Alung, Padang Pariaman ini menyebutkan, masa puncak jalur rempah tercapai sejak kemunculan Islam dan kebangkitan Dinasti Umaiyah dan Abbasiyah.
“Mereka ini membangkitkan kembali perdagangan melewati jalur rempah pada masa pra-Islam. Sejak abad 7 dan 8 M, para pelayar dan pedagang Muslim dari Arabia seperti dilaporkan al-Ramhurmuzi dalam Aja’ib al-Hindi berlayar ke pelabuhan/ibukota Sriwijaya untuk membeli rempah-rempah. Para pelayar dan pedagang Muslim dari Arabia ini kemudian juga sampai ke ‘Kepulauan Rempah-rempah’ (Spice Islands), Maluku,” imbuhnya.

Dengan demikian, bersama para pelayar dan pedagang Muslim lokal yang mendapat patronase dari sultan atau raja lokal, pedagang Muslim Arabia membangkitkan kembali jalur rempah. Sepanjang jalur rempah ini, perdagangan berlangsung secara bebas (international free trade).

“Dengan berlakunya perdagangan bebas ini, muncullah masa yang disebut sejarawan Anthony Reid sebagai ‘the age of commerce’—masa kejayaan perdagangan di ‘negeri bawah angin’ (the land below the wind atau zirbadat dalam bahasa Arab),” katanya.

Dalam masa pasca-Abbasiyah, tulis Azyumardi dalam makalahnya, pengembara Eropa mulai mencari jalur sutera. Christopher Columbus yang berlayar ke arah barat guna menemukan rempah-rempah; sebaliknya Vasco de Gama yang berlayar ke arah timur untuk tujuan yang sama; atau Magellan yang menyeberangi Lautan Fasifik dengan niat yang lagi-lagi sama.

“Menyimak semua ini, bisa dipahami kenapa akhirnya kekuatan-kekuatan Eropa terlibat dalam pertarungan, kontestasi dan perang untuk menguasai rute perdagangan dan sekaligus bumi penghasil rempah-rempah—terutama Nusantara. Kedatangan kolonialisme Eropa yang menerapkan monopoli perdagangan rempah dan komoditas lain tak bisa lain kecuali mengakibatkan retardasi perdagangan dan ekonomi masyarakat local,” bebernya.

Selain itu, kata Azyumardi, jalur rempah memainkan peran penting dalam menumbuhkan ‘kosmolitanisme Islam’ baik di tingkat lokal wilayah kesultanan atau kerajaan tertentu maupun pada level Kepulauan Nusantara secara keseluruhan.

“Dengan kosmopolitanisme Islam, suku-suku, kekuasaan lokal (kesultanan atau kerajaan) yang bisa disebut sebagai ‘mikrokosmos’ terekrut dan terintegrasi ke dalam ‘makrokosmos’ atau lingkungan global dan internasional lebih luas,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan, soal hasrat China untuk menghidupkan narasi Jalur Sutra Maritim yang menyasar wilayah selatan China.

"Presiden Jokowi juga ingin menjadikan Indonesia sebagai ‘poros maritim’ (maritime axis) di antara Lautan India dan Lautan Pasifik. Sayangnya, sebagaimana Jokowi mengakuinya, rencana dan pengembangan dunia maritim Indonesia ‘hanya’ merupakan pelengkap sepenuhnya (full complementary) rencana dan program China tentang ‘jalur sutra maritim’. Hasilnya, Menlu China berjanji, bakal sepenuhnya berpartisipasi aktif dalam pembangunan Indonesia sebagai kuasa maritim (matime power),” bilangnya.

Pembicara lain di webinar ini, sejarawan dari UIN Raden Intan Lampung Abd. Rahman Hamid mengatakan, perdagangan dan jalur rempah telah menjadi pemicupenyebaran agama (Islam) ke Nusantara bagian Timur yangmenempatkan orang Melayu sebagai satu di antara aktorutamanya (Rempah dan Islamisasi).

“Peran penting orang Melayu dalammemacu perkembangankota-kota pelabuhan di jalur rempah Nusantara, khususnyaMakassar dan Bima,” ujarnya.

Kepala BPNB Sumbar Undri mengemukakan bahwa kegiatan webinar internasional Jalur Rempah merupakan salah satu usaha untuk mensosialisasikan kegiatan jalur rempah sebagai program perioritas dari Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek.

"Utamanya, memperkenalkan jalur rempah baik aspek sejarah, budaya dan aspek lainnya, serta usaha langkah untuk mewujudkan jalur rempah dapat diakui sebagai warisan budaya dunia oleh Unesco," ujar Undri.

Sebelumnya, alumnus Sejarah Unand ini mengemukakan, perlu untuk menelusuri jalur rempah, baik dari aspek sejarah dan budaya.

“Manfaat yang didapatkan, selain memperkenalkan rempah untuk pemajuan kebudayaan juga kedepannya dengan potensi yang kita miliki dapat mengangkat harkat, martabat, jati diri serta kesejahterahan masyarakat kita,” ujar Undri.

Undri menambahkan, bahwa agenda kali ini merupakan salah satu rangkaian kegiatan festival dan muhibah jalur rempah, yang salah satu titiknya yakni di Provinsi Sumatera Barat.

“Sebagai lembaga dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, BPNB Sumatera Barat memiliki tugas dalam mengemban amanah dalam memajukan kebudayaan yang sesuai dengan UU nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,” papar Undri.

Pihaknya berharap melalui kegiatan webinar ini mengangkat dan merekonstruksi kembali potensi yang berkenaan dengan jalur rempah, baik dari aspek sejarah dan budaya.

“Selain memperkenalkan rempah untuk pemajuan kebudayaan juga kedepannya dengan potensi yang kita miliki dapat mengangkat harkat, martabat, jati diri serta kesejahterahan masyarakat kita,” ujar Undri.

Hingga saat ini lanjutnya dengan memperkenalkan komoditas rempah, serta dapat memperbaiki tata niaga komoditas pertanian produk lokal mendunia.

“Hal ini dapat terwujud bila akar sejarah dan budaya dalam tata niaga komoditas pertanian teridentifikasi, serta digerakkan dengan kearifan lokal yang kita miliki serta telah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat kita,” ungkap Undri.

Terpisah, Ketua MSI Cabang Sumbar Wannofri Samry menegaskan bahwa program kerjasama antar MSI dan BPNB Sumbar, juga bahagian dari  dukungan kepada kemendikbud guna memperjuangkan jalur rempah sebagai satu warisan dunia.

"Bagi bangsa-bangsa di nusantara, Indonesia khususnya,   wabil khusus lagi Minangkabau," paparnya.

Webinar kali ini merupakan bahagian dari kegiatan MSI Sumbar dan BPNB Sumbar dalam rangka untuk mendukung program Kemendikbud untuk merevitalisasi jalur rempah yang dulu pernah jaya.

Kalau secara historis bisa nanti  diikuti makalah-makalah nara sumber sudah berabad-abad rempah-rempah menjadi bahagian perdagangan nusantara. Bahkan dengan ini pula  wilayah nusantara ini menjadi rebutan bagi orang asing. Hal ini juga bisa menjadi sumber perebutan wilayah kekuasaan di antara penguasa lokal," ungkapnya.

Sampai sejauh ini ungkapnya hal yang jarang diperhatikan adalah mengenai jaringan rempah dan perkembangan Islam di nusantara.

“Jadi jalur rempah ini akan diajukan sebagai world heritage dari UNESCO. kita mendudkung ini bersama manfaatnya akan meningkatkan kembali motivasi bersama di tengah masyarakat akan industri rempah-rempah yang pernah jaya pada masa lampau. Untuk mengingatkan kembali memeori masyarakat mengenai jalur rempah,” papar Wannofri.

Selain Azyumardi, Rahman Hamid, webinar ini juga di menghadirkan pemateri dari Tenaga Ahli Kemenko Maritim Republik Indonesia (RI) Horst H Liebner. Ia memaparkan soal Perahu Nusantara dalam Jalur Rempah Dunia.

Kegiatan webinar Internasional Jalur Rempah ini dimoderatori Dosen Univeristas Negeri Padang (UNP) Azmi Fitrisia, juga pengurus MSI Cabang Sumbar serta host, Fadila Dayaning Buana serta didukung segenap pihak penyelenggara, termasuk media partner serta ditayangkan secara Live YouTube BPNB Sumbar.

Baca Juga

MSI Sumbar Dorong Penetapan Cagar Budaya Melalui Tahapan Akademik
MSI Sumbar Dorong Penetapan Cagar Budaya Melalui Tahapan Akademik
Ketua PDRI Mr. Sjafroeddin Prawiranegara dan Panglima Besar Jenderal Sudirman saat bertemu di Yogyakarta setelah PDRI. (Foto: Ist)
Gali Nilai Perjuangan Sejarah PDRI, MSI Sumbar Gelar Seminar di Limapuluh Kota
MSI Sumbar dan BPNB Gelar Webinar Soal Jalur Rempah Internasional di Sumbar
MSI Sumbar dan BPNB Gelar Webinar Soal Jalur Rempah Internasional di Sumbar
Diduga Persoalan Tambang Ilegal, Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Tewas Ditembak Rekannya
Diduga Persoalan Tambang Ilegal, Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Tewas Ditembak Rekannya
7.764 Pekerja Pekebun Sawit di Pasbar Terima Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan
7.764 Pekerja Pekebun Sawit di Pasbar Terima Perlindungan BPJS Ketenagakerjaan
Pemko Payakumbuh terus berupaya mengatasi tumpukan sampah yang berserakan liar di beberapa titik di Kota Payakumbuh.
Mulai 2025, Pemko Padang Bakal Terapkan Sistem Swakelola Sampah Berbasis Kelurahan