Langgam.id — Laju inflasi tahunan (year-on-year/yoy) Provinsi Sumatera Barat pada September 2025 tercatat sebesar 4,22 persen, didorong utamanya oleh kenaikan harga komoditas pangan, khususnya cabai merah yang memberikan andil tertinggi terhadap inflasi.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Barat, Sugeng Arianto, menyampaikan bahwa inflasi ini disebabkan oleh lonjakan harga yang terjadi pada sejumlah komoditas bahan makanan, di antaranya cabai merah, bawang merah, dan daging ayam ras.
"Cabai merah menjadi komoditas dengan kontribusi terbesar terhadap inflasi tahun ke tahun pada September 2025, yakni sebesar 1,30 persen. Kenaikan harga dipicu oleh faktor pasokan dan cuaca yang kurang mendukung," ujar Sugeng, Rabu (1/10/2025).
Indeks Harga Konsumen (IHK) Sumatera Barat pada bulan tersebut tercatat sebesar 110,60, naik dari 106,12 pada September tahun sebelumnya. Secara bulanan (month-to-month), Sumatera Barat mengalami inflasi sebesar 0,85 persen, sedangkan inflasi tahun kalender (year-to-date) mencapai 3,46 persen.
Sugeng menjelaskan, inflasi tertinggi terjadi di Kabupaten Pasaman Barat dengan capaian 6,38 persen, sementara inflasi terendah tercatat di Kota Padang sebesar 3,52 persen. Adapun dua wilayah lainnya, yakni Kabupaten Dharmasraya dan Kota Bukittinggi, masing-masing mengalami inflasi sebesar 4,61 persen dan 4,40 persen.
Dari sisi pengeluaran, kelompok makanan, minuman, dan tembakau mencatatkan inflasi tertinggi secara tahunan, yakni sebesar 8,14 persen, dengan andil sebesar 2,66 persen terhadap inflasi umum. Selain cabai merah, komoditas lain yang memberikan tekanan inflasi signifikan antara lain bawang merah (0,29 persen), emas perhiasan (0,51 persen), sigaret kretek mesin (0,20 persen), minyak goreng, dan daging ayam ras.
Sementara itu, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya juga menunjukkan inflasi tinggi, yakni sebesar 11,66 persen. Peningkatan ini dipengaruhi oleh lonjakan harga emas perhiasan, serta produk kebutuhan rumah tangga seperti popok bayi dan pasta gigi.
Di sisi lain, beberapa kelompok pengeluaran mengalami deflasi, meski tidak signifikan. Kelompok informasi, komunikasi, dan jasa keuangan tercatat mengalami penurunan harga sebesar 0,17 persen secara tahunan, dengan penurunan terbesar berasal dari komoditas telepon seluler.
"Data ini menunjukkan tekanan inflasi di Sumatera Barat masih bersumber dari kelompok pangan bergejolak. Perlu ada penguatan distribusi dan pasokan komoditas hortikultura, terutama menjelang akhir tahun yang rawan gejolak harga," ujar Sugeng.
Komoditas lain yang tercatat menyumbang inflasi secara bulanan adalah cabai hijau, ikan cakalang, cabai rawit, dan beras. Adapun inflasi bulanan tertinggi juga terjadi di Pasaman Barat, mencapai 1,64 persen, disusul Bukittinggi 1,32 persen, Dharmasraya 0,95 persen, dan Padang 0,54 persen.
BPS mengimbau pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk terus memantau pergerakan harga pangan guna menjaga stabilitas inflasi daerah.