Langgam.id - Sebanyak 52 peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) memulai pendidikan, seluruhnya berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Program ini merupakan langkah strategis pemerintah untuk memastikan dokter spesialis tersedia di seluruh wilayah, terutama daerah asal peserta, setelah mereka menyelesaikan pendidikan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa seleksi peserta PPDS dari daerah bertujuan agar mereka kembali mengabdi di tempat asalnya.
"Dengan begitu, masyarakat tidak perlu lagi dirujuk ke kota besar hanya untuk mendapatkan layanan dokter spesialis," ujar Menkes Budi dikutip dari InfoPublik, Minggu (9/2).
Saat ini, Indonesia hanya mampu mencetak 2.700 dokter spesialis per tahun, jauh dari kebutuhan ideal yang mencapai 32.000 dokter spesialis per tahun. Akibatnya, layanan kesehatan, terutama untuk penyakit katastropik seperti stroke, jantung, kanker, dan gagal ginjal, masih belum merata.
Pemerintah menargetkan agar dalam beberapa tahun ke depan, seluruh rumah sakit, termasuk di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan, memiliki tenaga dokter spesialis yang cukup. Sistem ini diharapkan membantu dokter muda dari daerah melanjutkan pendidikan spesialis tanpa terkendala biaya, sekaligus memastikan mereka kembali berkontribusi bagi masyarakat di wilayahnya.
Peserta didik PPDS tahun ini tersebar dalam berbagai bidang, seperti Ilmu Kesehatan Anak, Ilmu Kesehatan Mata, Neurologi, Jantung dan Pembuluh Darah, Ortopedi dan Traumatologi, serta Onkologi. Program ini menjadi langkah awal dalam pemerataan layanan kesehatan spesialis di Indonesia.
Kementerian Kesehatan mengapresiasi kerja sama Kementerian Keuangan (LPDP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, universitas, serta kolegium dalam menyukseskan program ini.
Sebagai bagian dari transformasi sistem kesehatan, pemerintah juga membangun 66 rumah sakit baru di berbagai kabupaten/kota, dilengkapi dengan fasilitas modern. Namun, pembangunan infrastruktur ini tidak akan berdampak besar tanpa ketersediaan tenaga medis yang memadai.
Menkes Budi menekankan bahwa tantangan utama bukan hanya kekurangan dokter spesialis, tetapi juga distribusi yang tidak merata. Oleh karena itu, sistem pendidikan dokter spesialis kini lebih berorientasi pada kebutuhan daerah dan mempercepat penempatan tenaga medis di wilayah yang masih kekurangan.
Selain mempercepat jumlah dokter spesialis, pemerintah berkomitmen menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih profesional dan berbasis kompetensi. Pendidikan dokter spesialis di Indonesia akan semakin mengadopsi standar internasional, di mana peserta akan mendapatkan pendampingan langsung dari konsulen tanpa terbebani biaya pendidikan yang tinggi. (*/Yh)