Implikasi Merekatkan Harga Diri di Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental

Implikasi Merekatkan Harga Diri di Media Sosial Terhadap Kesehatan Mental

Nabila Khairani. (Foto: Dok. Pribadi)

Penggunaan media sosial telah merevolusi cara kita berinteraksi secara online. Dalam beberapa tahun terakhir, fenomena merekatkan harga diri melalui self-promotion di media sosial telah menjadi semakin umum. Setiap orang memiliki kemampuan untuk mengunggah foto dan konten yang mewakili diri mereka, membangun citra yang diinginkan, dan mendapatkan apresiasi dari orang lain. Namun, ada implikasi yang lebih dalam dari praktik ini terhadap kesehatan mental pengguna.

Merekatkan harga diri di media sosial adalah ketika seseorang secara aktif berusaha menunjukkan aspek positif dari dirinya sendiri, misalnya prestasi, penampilan, atau kebahagiaan, melalui unggahan dan update status. Dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan dan persetujuan dari orang lain, beberapa individu dapat terperangkap dalam kecanduan self-promotion, yang dapat merusak kesehatan mental mereka.

Salah satu implikasi dari merekatkan harga diri di media sosial adalah risiko perbandingan sosial yang meningkat. Melalui fitur-fitur seperti jumlah like, komentar, dan pengikut, pengguna media sosial dapat dengan mudah membandingkan prestasi dan popularitas mereka dengan orang lain. Hal ini dapat memicu perasaan rendah diri dan tidak puas dengan diri sendiri, terutama ketika mereka merasa tidak sebanding dengan orang lain yang tampak sukses dan bahagia.

Selain itu, kesenjangan antara realitas dan citra yang dibangun di media sosial juga dapat menyebabkan tekanan psikologis. Banyak orang hanya membagikan momen-momen terbaik dan paling indah dalam kehidupan mereka, sering kali menyembunyikan tantangan dan kegagalan yang mereka hadapi. Hal ini dapat menciptakan persepsi palsu bahwa semua orang selalu bahagia dan berhasil dalam kehidupan mereka, yang dapat membuat orang lain merasa tidak adekuat dan merasa tertekan untuk mencapai standar yang dirasakan.

Selain dampak perbandingan sosial dan tekanan psikologis, merekatkan harga diri di media sosial juga dapat mempengaruhi hubungan sosial dan interpersonal seseorang. Penggunaan berlebihan media sosial, yang terfokus pada self-promosi, dapat mengurangi kualitas interaksi langsung dan mengganggu komunikasi sehari-hari. Seseorang dapat menjadi terisolasi, merasa kesepian, dan merasa kurang terhubung dengan dunia nyata karena terlalu terikat dengan dunia maya yang sering kali tidak mencerminkan realitas yang sebenarnya.

Dalam beberapa kasus ekstrem, merekatkan harga diri di media sosial juga dapat berkontribusi pada masalah kesehatan mental seperti gangguan makan, depresi, dan kecemasan sosial. Pengguna media sosial yang bergantung pada validasi eksternal dan apresiasi dari orang lain dapat menjadi rentan terhadap perasaan rendah diri, self-doubt, dan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Ini mengingatkan kita pentingnya menjaga keseimbangan dalam penggunaan media sosial dan memprioritaskan kesehatan mental kita.

Bagaimana kita dapat mengurangi dampak negatif merekatkan harga diri di media sosial terhadap kesehatan mental? Pertama, kita harus membawa kesadaran akan efek psikologisnya dan mengingat bahwa apa yang disajikan di media sosial tidak selalu mencerminkan realitas. Kita harus menjaga perspektif yang sehat dan tidak membandingkan diri kita dengan orang lain secara berlebihan.

Kedua, penting untuk membatasi waktu yang dihabiskan di media sosial. Menetapkan batasan dan mengalokasikan waktu untuk lebih banyak berinteraksi dalam kehidupan nyata dan menjalani aktivitas yang menyenangkan di luar media sosial dapat membantu menjaga keseimbangan.

Ketiga, fokus pada kualitas hubungan sosial yang real dan mendalam. Jalin kontak dengan teman-teman dan keluarga, berbagi momen dalam hidup secara langsung, dan membangun hubungan yang bermakna. Kualitas hubungan nyata jauh lebih berharga daripada jumlah like atau komentar yang diterima di media sosial.

Terakhir, ingatlah bahwa kebahagiaan dan harga diri sejati tidak berasal dari validasi orang lain di media sosial. Mereka berasal dari menjalani kehidupan yang sesuai dengan nilai-nilai pribadi kita, berkontribusi pada komunitas, dan merawat kesejahteraan pribadi kita.

Merekatkan harga diri di media sosial dapat memiliki implikasi yang signifikan terhadap kesehatan mental kita. Penting bagi kita untuk lebih sadar dan bijaksana dalam penggunaan media sosial, menjaga keseimbangan, dan memprioritaskan kesehatan mental kita. Kita memiliki kendali atas cara kita memengaruhi diri sendiri maupun orang lain di dunia maya ini, dan penting untuk menjaga keselamatan dan kesejahteraan kita saat bersosialisasi di media sosial.

*Penulis: Nabila Khairani (Mahasiswi Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)

Baca Juga

Pernahkah anda merasa tidak aman saat berjalan sendirian, baik siang maupun malam? Atau pernah menyaksikan tindakan pelecehan seksual?
Membongkar Stigma dan Kesenjangan Hukum dalam Kasus Pelecehan Seksual
Mungkin dari judul tulisan ini kita tersadar bahwa judul tulisan ini dapat memberikan dua tema pembahasan yang mungkin berbeda, tapi
Integrasi Nilai Kepemimpinan dalam Islam dan Dinamika Medsos Hari Ini
Istilah social butterfly merupakan ungkapan populer yang merujuk pada kemampuan seseorang dalam bersosialisasi secara efektif. Istilah ini
Social Butterfly: Pentingnya Kecerdasan Sosial dalam Kehidupan dan Perkembangannya Sejak Usia Dini
Sejak masa kolonial, pajak telah menjadi isu sensitif yang menimbulkan resistensi di kalangan rakyat. Kebijakan perpajakan yang diterapkan
Resistensi Perpajakan: Relevansi Sejarah dan Implikasinya pada Kebijakan Pajak Modern
Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang lebih dikenal dengan singkatan H.O.S Tjokroaminoto merupakan seorang tokoh yang lahir di Ponorogo pada 16 Agustus 1882.
Warisan Intelektual H.O.S. Tjokroaminoto: Guru Para Tokoh Bangsa
Thomson Reuters melaporkan bahwa Indonesia menempati posisi ketiga di antara negara-negara dengan konsumsi busana Muslim terbesar pada
Dekonstruksi Islam Identitas: Refleksi atas Praktik Keagamaan Kontemporer