Langgam.id – Dukungan terhadap petani bawang merah di Rimbo Tinggi, Jorong Galagah, Nagari Alahan Panjang, Kecamatan Lembah Gumanti, Kabupaten Solok, terus mengalir. Setelah kunjungan anggota DPD RI Irman Gusman beberapa waktu lalu, dua mantan Rektor Universitas Andalas (Unand) yakni Musliar Kasim dan Werry Darta Taifur turut hadir langsung di tengah-tengah petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Kumbang Jantan, Senin (12/5/2025).
Mereka hadir persis saat Rahmi Awalina, dosen Fakultas Teknologi Pertanian Unand, tengah diskusi dengan kelompok tani tersebut dalam konteks pengabdian masyarakat secara mandiri.
Kehadiran Musliar yang juga pernah menjabat Wakil Menteri Pendidikan dan Kabudayaan 2011-2014 dan Werry serta rombongan, disambut antusias para petani. Hal ini menandai meningkatnya perhatian kalangan akademisi terhadap sektor pertanian yang selama ini dianggap sebelah mata. Kunjungan ini juga menjadi momentum peluncuran gagasan penguatan petani melalui pendekatan edukatif.
Sementara itu, Rahmi membawa gagasan pembelajaran melalui model sekolah lapangan bagi petani bawang.
“Sekolah lapangan bukan sekadar penyuluhan sesaat. Ke depan kita ingin ada kurikulum sederhana untuk petani, mulai dari memahami iklim, mengenal siklus tanaman, sampai bagaimana menangani panen yang tidak terserap pasar seperti tomat,” jelas Rahmi.

Menurutnya, sekolah lapangan juga akan membahas strategi pascapanen dan hilirisasi. “Kadang tomat dibuang karena kelebihan pasokan. Ini bisa diolah jadi es krim, pasta, saus, atau produk olahan lainnya. Hal serupa juga berlaku untuk bawang. Kita harus dorong pemanfaatan hasil panen secara maksimal,” tambahnya.
Alahan Panjang sendiri dikenal sebagai penghasil bawang merah terbesar kedua di Indonesia. Menurut data BPS 2023, Kabupaten Solok menghasilkan 216.148 ton bawang merah dari luas panen 13.898 hektare, berkontribusi 10,9 persen terhadap produksi nasional. Tiga kecamatan penyumbang terbesar adalah Lembah Gumanti, Lembang Jaya, dan Danau Kembar.
"Jika dihitung secara kasar dengan harga rata-rata Rp30 ribu per kilogram, sektor ini berpotensi menyumbang triliunan rupiah ke daerah. Namun ironisnya, perhatian pemerintah dinilai masih minim," kata Yulnofrins Napilus, salah satu penggiat petani di Alahan Panjang.
Menurut Nofrins, kedatangan dua tokoh akademik itu bukan sekadar silaturahmi, melainkan kepedulian untuk meningkatkan inovasi dan mutu pertanian Alahan Panjang khususnya bawang, dan bagaimana petaninya makmur sejahtera. “Salah satu dari mereka sangat antusias membahas isu pertanian. Ini sinyal positif bahwa pertanian di Alahan Panjang mulai diperhatikan serius,” ujarnya.
Masalah utama yang dihadapi petani bukan soal pasar. “Bawang belum keluar dari ladang, sudah ada yang menunggu. Tapi harga yang jadi soal. Fluktuatif. Ada indikasi permainan harga yang merugikan petani dan menguntungkan tengkulak,” tambahnya.
Petani, lanjut Nofrins, juga masih kekurangan pupuk dan pengetahuan dasar seperti pengolahan tanah, serta penggunaan pestisida dan teknologi pertanian. Sayangnya, masih banyak petani yang berjuang sendiri tanpa dukungan teknologi dan akses informasi.

“Petani di sini sangat mandiri. Tapi dengan keterbatasan pupuk, kesalahan teknik, dan fluktuasi harga, mereka rawan rugi besar. Kalau gagal panen setengah hektare, bisa hilang Rp100 juta. Tapi kalau berhasil, potensi ekonomi sangat besar,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa masalah utama petani bukan soal pasar. “Bawang belum keluar dari ladang, sudah ada yang menunggu. Tapi harga bisa dimainkan. Ini yang merugikan,” ucapnya.
Kunjungan dua mantan Rektor Unand dan sejumlah akademisi dinilai membuka ruang baru kolaborasi antara dunia pendidikan dan petani. Suhardi, Ketua Kelompok Tani Kumbang Jantan, menyebut kehadiran para akademisi memberi harapan.

“Semoga kegiatan seperti ini bisa rutin. Kami butuh dukungan ide dan ilmu dari luar untuk maju. Sekolah lapangan itu sangat kami tunggu,” ujar Suhardi.
Dengan sinergi antara petani, akademisi, dan perhatian dari tokoh nasional seperti Irman Gusman, masa depan pertanian Alahan Panjang kian menjanjikan. Sekolah lapangan dan hilirisasi produk menjadi langkah konkret mengangkat harkat petani dari pinggiran ke pusat perhatian. (*/Yh)