Untuk ukuran masyarakat modern yang terbiasa dimanja oleh teknologi, kata hoaks tentu bukan lagi kosa kata baru untuk masyarakat Indonesia. Hoaks atau berita palsu yang seakan sudah menjadi budaya dalam masyarakat. Dimana hoaxs terus saja menjadi permasalahan dan bayang-bayang dalam mencari informasi.
Mudahnya penyebaran informasi ternyata dimanfaatkan dengan tidak baik oleh sebagian orang untuk menyebarkan berita palsu yang akan menyebabkan pengaruh dalam masyarakat. Memang tidak semua pihak, namun dampak yang disebabkan oleh sebagian oknum ini mampu menimbulkan kekacauan yang cukup fundamental bagi masyarakat dan negara kita.
Akhir-akhir ini seperti yang dapat kita lihat ramai sekali diperbincangkan mengenai pencabutan halal produk-produk israel oleh MUI yang ternyata hanyalah hoaxs belaka. Berita hoaks ini seakan sudah menjadi makanan sehari-hari yang dinikmati masyarakat. Bukan hanya satu media, namun beberapa media yang menyebarkan berita tersebut, sehingga masyarakatpun susah untuk membedakan berita yang berkembang apakah hoaks atau tidak.
Penyebaran berita palsu di Indonesia sudah menjadi masalah yang memprihatinkan dan patut diberikan perhatikan lebih dalam penyelesaiannya. Karena berkat berita hoaks tersebut, berita tidak benar yang juga menjurus pada fitnah menjadi makanan sehari-hari bagi masyarakat, terutama di platform media sosial yang memang sering kali menjadi tempat yang cukup mudah untuk penyebaran hoaks bagi beberapa oknum.
Penyebaran hoaks ini tentu akan menyebabkan dampak yang cukup signifikan dalam masyarakat. Hal ini dapat mengancam stabilitas sosial dan kebenaran informasi. selain itu, penyebaran hoaks uga dapat menimbulkan keretakan dalam hubungan, ketidakpercayaan masyarakat pada pemerintah, dan kekacauan dalam hubungan masyarakat.
Sebanyak 11.642 konten hoaks telah diidentifikasi oleh Tim AIS Direktorat Jendral Aplikasi Informatika hingga Mei 2023. Semua konten tersebut tersebar menjadi konten hoaks kategori pemerintah. penipuan, dan juga politik. Angka Hoaks tahun 2023 ini mengalami kenaikan jika dibantingkan dengan angka hoaks pada 2022.
Selain dibantu oleh teknologi yang makin canggih, penyebaran hoaks dapat dengan cepat terjadi juga disebabkan oleh masyarakat yang cenderung tidak memperivikasi kebenaran dari berita yang di dapatkan.
Hal inilah yang membuat penyebaran berita hoals semakin mudah dan lancar, dimana satu orang yang mendapatkan berita akab mengirim berita pada orang lain. Jika yang mendapatkan berita tidak memperivikasi kebenaran berita tersebut, maka berita hoakslah yang akan dibagikan. Hal itulah yang membuat pemerintah terus gencar mengedepankan slogan koperasi digital. Karena dengan keterampilan dalam memilih informasi yang didapatkan untuk dibagikan akan mengurangi intensitas penyebaran hoaks.
Apalagi untuk masa sekarang yang sedang berada pada masa politik. Dimana periode politik sedang panas-panasnya. Hal ini tentu akan menjadi sasaran empuk bagi oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dalam penyebaran berita hoals. Ini akan sangat merugikan dan dapat merusak reputasi orang lain. Apalagi jika berita hoaks tersebut ditelan mentah-mentah oleh masyarakat Indonesia, hal ini dapat berujung pada keselamatan seseorang.
Akhir-akhir ini kementerian komunikasi dan informatika bahkan sudah menemukan konten dan isu hoaxs tentang pemilu sebanyak 39 sepanjang bulan November. Dan selama 4 bulan terakhir sudah terdapat 96 hoaks yang ditemukan oleh kementerian komunikasi dan informatika. Apakah ini tidak cukup untuk menjadi refleksi bagi kita betapa hoaks sudah menjadi budaya yang terus berada di sekitar kita?
Penanganan berita hoaks tentu sudah diupayakan oleh pemerintah, baik itu dari segi penegakan hukum yang berkaitan dengan hukuman penyebaran berita hoaks, maupun dari segi program-program pendidikan, seperti literasi digital agar masyarakat Indonesia semakin selektif dalam membaca dan membagikan informasi. Selain itu, pemerintah juga sudah melakukan kolaborasi dengan platform media sosial untuk membatasi penyebaran berita hoaks.
Peran media memang sangat dibutuhkan untuk pemberhentian penyebaran berita hoaks ini. Karena media sangat berpengaruh pada opini publik dan dapat mengubah serta membentuk sudut pandang masyarakat. Karena tidak sedikit media yang tergiur dengan penyebaran berita hoaks demi untuk meningkatkan Jumlah penonton atau konsumennya.
Selain itu, media juga dapat memberikan akses pada penyebaran berita hoaks melalui komentar, saring atau pesan langsung. Oleh karena itu, pemerintah juga perlu memperhatikan media dalam pemberantasan hoaks di Indonesia.
Selain peran dari pihak luar tentu peran internal dari diri sendiri adalah hal yang sangat penting. Karena jika diri sendiri tak mampu mengendalikan diri, maka konten hoaks akan tetap tersebar. Maka itulah penting untuk sadar bahwa tak semua berita harus di sebarkan dengan cepat, namun harus disebarkan secara tepat, setelah kita mengetahui kebenarannya. Jangan hanya melihat dari satu media, namun gali lagi berita tersebut, bandingkan dengan media lain, apakah terdapat data yang sama atau tidak.
Generasi muda juga tak luput dari peran ini, terutama gen Z yang begith sangat di butuhkan perannya. Untuk sekelas gen Z yang begitu mahir menggunakan teknologi, maka kita dapat mencari kebenaran berita yang beredar, lalu ikut membantu menyebarkan jika berita yang beredar tersebut tidak benar. Karena gen Z biasanya punya orang-orang yang memiliki pengaruh seperti selegram atau tiktokers sehingga akan lebih mudah dalam penyebarannya karena mereka punya banyak pengikut yang juga dapat membagikan info tersebut.
Untuk Indonesia yang lebih baik, untuk generasi masa depan yang lebih bermutu, mari kita perangi penyebaran berita hoaks ini, mari bersama-sama berjuang membebaskan Indonesia dan masyarakat agar terhindar dan jauh dari berita-berita hoaks yang merajalela. Mari buat pelaku penyebaran berita hoaks tersebut berhenti dari masalah yang di buatnya. Ini bukan hanya tugas negara, namun juga kita sebagai masyarakat yang menjadi pion dalam penyebaran hias tersebut. Berita tersebut di peruntukkan bagi kita masyarakat awam, maka buat para pelaku tersebut jerah dengan memilih berita yang di konsumsi. Serta hati-hati dalam menyebarkan informasi yang didapatkan agar tidak menyebarkan berita yang salah.
*Penulis: Fransiska Vazyabilla (Mahasiswa Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Andalas)