Saat kita memperingati Tahun Baru Hijriah, boleh jadi banyak pertanyaan yang mencuat dari banyak orang. Bahkan bagi mereka yang tinggal di negara-negara mayoritas Muslim juga banyak yang ingin memahami kisah di balik Tahun Baru Hijriah, yang diperingati pada hari pertama bulan Muharram. Apa pentingnya perayaan ini bagi Muslim? Demikian juga bahwa orang-orang di luar Islam juga melihat betapa berbedanya kalender Islam.
Tahun Hijriah mencatat migrasi Nabi Muhammad SAW dari kota Makkah ke Madinah. Ini adalah peristiwa historis utama di masa-masa awal Islam dan menyatakan dimulainya kalender Islam. Faktanya, perjalanan Nabi Muhammad antara dua kota tersebut menandai titik balik dalam sejarah Islam karena sejarah bergerak menuju fondasi negara Muslim pertama pada waktu itu selama era Nabi Muhammad.
Allah SWT menugaskan Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya bagi umat manusia dan menganugerahkan beliau bimbingan-Nya untuk mendakwahkan Islam; agama semua Nabi dan Rasul yang datang sebelum Muhammad. Semua Nabi dan Rasul berturut-turut menyampaikan agama Allah kepada umat masing-masing sampai Islam ini sepenuhnya sempurna dengan mewahyukan Al-Qur'an ke nabi terakhir Muhammad SAW.
Terkait dengan perbedaan antara kalender Gregorian dan Islam, keduanya sama sekali berbeda dalam hal nama bulan dan tanggal. Dalam kalender Islam, bulan terdiri dari 29 atau 30 hari berdasarkan penampakan bulan, sedangkan dalam kalender Gregorian terdiri dari 30 atau 31 hari.
Ada titik tekan dari kalender Islam dan bulan-bulan dalam Al-Qur'an sebagaimana ditegaskan dalam Al Qur’an, “Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji" (QS 2: 189). Jumlah bulan juga dinyatakan, “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa" (QS 9: 36).
Mengingat hal itu, kalender Islam terdiri dari 12 bulan yaitu Muharram (Terlarang), Shafar (Sunyi), Rabi`ul Awwal (Musim Semi Pertama), Rabi`ul Akhir atau Rabiul Tsani (Musim Semi Kedua), Jumadil Awal atau Jumada Ula (Tanah Kering Pertama), Jumadil Akhir atau Jumadil Tsani (Tanah Kering Kedua), Rajab (Kehormatan), Sya`ban (Terkumpul), Ramadhan (Pembakaran), Syawal (Peningkatan), Dzulqa'dah (Penguasa Gencatan Senjata) dan Dzulhijjah (Yang Berhaji).
Fakta penting dari bulan-bulan Hijriah adalah bahwa masing-masing ditandai bukan pada awal bulan baru, tetapi dengan penampakan fisik bulan sabit pada tempat yang telah ditentukan. Bagi umat Islam, ketika sebuah kalender Islam berlalu, kedatangan tahun baru akan mengingatkan kita akan kenangan indah dari hari yang penting di mana Nabi Muhammad hijrah ke Madinah.
Tahun Hijriah bukan hanya sistem perhitungan waktu lama dan menandai acara-acara keagamaan penting seperti puasa dan haji ke Makkah. Ini memiliki signifikansi agama dan historis yang jauh lebih dalam. Hijrah yang diberkati mencerminkan tantangan terhormat untuk keunggulan manusia dan menyajikan beberapa pelajaran menyangkut pengorbanan, kesabaran, kegigihan, kontrol diri, pengetahuan dan kebijaksanaan. Ini fungsional sebagai peningkatan bagi generasi mendatang untuk memanfaatkannya, sehingga mereka dapat mengurai dan mengatasi kesulitan yang mereka temui.
Isu lain yang tak krusialnya berbicara peringatan Tahun Baru Hijriah adalah bagaimana hukum merayakan, menyampaikan ucapan selamat atau berdoa menyambut datangnya Tahun Baru Hijriah? Apakah ini sesuatu yang dianggap bid`ah atau diperbolehkan? Kalender Hijriah bukan dari sunnah. Jawabannya tergantung kepada bagaimana Anda mendefinisikan bid`ah. Sekelompok minoritas ulama yang selalu tiap tahun menganggap ini bid`ah; tak boleh menyebut ini hari pertama Muharram, tak boleh berdoa hari pertama bulan Muharram, tak boleh menyampaikan ucapan selama kepada sesama Muslim dalam rangka Muharram; jangan lakukan ini sebab bid`ah.
Kita hargai pendapat ini. Tapi tentu ada pendapat alternatif. Imam Suyuti (1445–1505) saat ditanya apakah kita harus menyampaikan ucapan selamat setiap awal tahun baru, seperti kita berdoa setiap awal tahun baru? Ia menjawab, “Memberikan ucapan selamat dan berdoa pada setiap awal tahun bukanlah sunnah dan juga bukan bid`ah, dan bukan bagian dari dîn atau ibadah. Ini adalah pendapat yang benar.
Kenapa? Sebab ini tidak bisa menjadi sunnah sebab tak ada kalender hijriah di zaman Rasul, tapi ia juga bukan bid`ah. Sebab bid`ah adalah mengintrodusir sesuatu ritual yang kita harapkan menjadi bagian dari dîn atau ibadah dan Allah membalas atas apa yang kita dilakukan.
Apakah mendoakan seseorang dalam peristiwa apa pun termasuk bersifat ritual atau sesuatu yang generik? Teman Anda dapat pekerjaan, lalu kita ucapkan, “Semoga Allah memberkahimu dengan pekerjaan ini.
”Seseorang dapat rumah baru, lalu Anda mengatakan, “Mudah-mudahan Allah menurunkan berkah-Nya kepadamu di rumah ini.” Apakah kita perlu bukti atau dalil untuk berdoa secara umum? Tidak. Tak ada yang salah membuat doa secara umum.
Dengan demikian berdoa untuk pelbagai kebutuhan; lulus ujian, momong cucu, punya rumah baru, selesai kuliah, atau lulus ASN bukanlah sesuatu yang menyimpang.
*Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas