Tindakan Bullying atau perundungan menjadi salah satu masalah serius yang memberikan dampak negatif pada kesehatan mental, emosional, dan sosial bagi anak. Yang paling miris dan menyesakkan hati adalah tindakan bullying yang masih marak terjadi dan bahkan banyak terjadi didunia pendidikan. Padahal seharusnya dunia pendidikan adalah ruang yang aman dari perbuatan tersebut. Sebab, sekolah merupakan lingkungan Pendidikan kedua setelah keluarga.
Meskipun telah banyak kasus perundungan yang terungkap namun kasus tersebut ibarat puncak es. Masih banyak sekali terjadi perundungan dan bibit perundungan yang menjadi tanggung jawab semua pihak terutama kepala sekolah, guru, orang tua siswa dan siswa itu sendiri. Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menghentikan perundungan terhadap anak disekolah. Tetapi nampaknya perundungan menjadi hal yang lumrah dilakukan dikalangan anak-anak dan terjadi terus menerus.
Maraknya kasus perundungan seringkali berdampak pada korban yang mengalami depresi bahkan kematian. Kasus perundungan yang menyebabkan kematian terjadi hampir diseluruh daerah. Berdasarkan data pengaduan Komisi Perlindungan Anak Indonesia menunjukkan kekerasan anak pada awal 2024 sudah mencapai 141 kasus. Dari seluruh aduan itu, 35 persen di antaranya terjadi di lingkungan sekolah atau satuan pendidikan.
Dari jumlah kasus yang terjadi di sekolah, jenis kekerasan yang banyak terjadi adalah perundungan dimana pelaku terbanyak berasal dari pacar atau teman dari korban. Perundungan atau kasus Bullying yang terjadi dapat berupa tindakan kekerasan secara fisik maupun verbal yang mengintimidasi korban dan merendahkan korban agar tidak bisa melawan. Akibat dari perilaku bullying dapat menghambat korban dalam mengungkapkan perasaanya, pelaku bullying mencari kesenangan yang tidak bisa didapatkanya dan dilampiaskanya dengan membuat orang lain menderita.
Dalam kasus di sekolah biasanya dilakukan oleh siswa atau orang lain, baik secara individu maupun berkelompok yang terjadi berulang secara fisik dan psikologis. Tindak perundungan biasanya dilakukan untuk mendapatkan kekuasaan atau ingin mencari perhatian bahwa dia lebih berkuasa dari lingkungan sosial di sekitarnya. Istilah bullying mungkin bukanlah hal yang asing di kalangan masyarakat, tetapi tidak menutup kemungkinan bagi masyarakat awam yang mereka tahu bahwa suatu ketika anaknya pernah diejek oleh sebagian temannya di sekolah dan mereka beranggapan hal tersebut merupakan suatu hal yang lumrah, sehingga tidak begitu ditanggapi secara serius. Padahal hal tersebut termasuk kategori tindakan yang tidak boleh dianggap sepele, hal ini dapat berakibat fatal pada tumbuh kembang anaknya dikemudian hari.
Perundungan bisa terjadi karena ada niat dari pelaku dan kesempatan dari lingkungannya. Sebagai contoh sikap membiarkan tindakan pelaku bullying sebagai hal yang bisa dilakukan usia anak-anak dan sikap dari teman pelaku bullying yang seolah memberikan dorongan untuk melakukan tindakan bullying. Pemicu tindak perundungan biasanya terjadi adalah iseng yang melebihi batas. Namun, tak jarang juga dipicu kompetisi dan perebutan pacar yang lazim terjadi di kalangan anak dan remaja. Motif lainnya adalah dari segi material, yakni melakukan pemalakan untuk mencari keuntungan ekonomi.
Tindak perundungan sering kali mengakibatkan rasa trauma yang bisa menyebabkan efek negatif pada kejiwaan korban bulying. Tidak jarang, tindakan perundungan mengakibatkan korban tersakiti, terluka, dan bahkan mengalami gangguan mental. Dalam tindak perundungan, korban menjadi murung dan tidak mau bergaul dengan orang lain yang dikategorikan sebagai perilaku antisosial.
Dalam peraturan hukum di Indonesia, Undang-Undang yang mengatur perlindungan kekerasan pada anak diatur dalam Pasal 76c , Pasal 80 ayat (1) Undang-undang No.35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 28 ayat (1) dan (2), Pasal 45 ayat (2), Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Meski di Indonesia sudah ada regulasi mengenai perlindungan terhadap kekerasan yang terjadi pada anak namun, nyatanya masih banyak terjadi kasus perundungan yang kian hari makin bertambah. Tentu hal ini sangat menjadi tantangan yang perlu dilakukan gebrakan yang lebih baik lagi dalam menghentikan tindakan perundungan yang mengancam keselamatan anak-anak.
Jumlah kasus perundungan yang diproses hukum dengan sebaran kasus Bullying dalam Catatan Akhir Tahun Federasi Serikat Guru Indonesia telah merilis catatan Akhir Tahun 2023 terdapat 30 Kasus dengan persebaran kasus terjadi di jenjang 50% terjadi di jenjang SMP/Sederajat, 30% terjadi di jenjang SD/sederajat, 10% di jenjang SMA/sederajat, 10% di jenjang SMK/sederajat. Sepanjang Tahun 2024 ada 46 Kasus anak mengakhiri hidup Dari total kasus itu, 48% diantaranya terjadi di satuan Pendidikan
Maka dari itu, mengingat akan bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari bullying hendaknya sebagai orang tua, guru, maupun masyarakat tidak boleh menganggap enteng dan sepele atas tindak kekerasan dalam bentuk ini. Kita dituntut untuk lebih peka dan peduli terhadap nasib masa depan anak-anak kita di masa yang akan datang. Terdapat banyak cara yang dapat kita lakukan guna mengurangi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, salah satunya ialah sosialisasi dan internalisasi.
Sosialisasi merupakan proses belajar mengajar mengenai nilai, norma, peran, serta hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial. Sedangkan, internalisasi merupakan proses memasukkan nilai dan norma ke dalam diri sehingga terpengaruh dalam kehidupan sosial. Selain itu, berikan ruang aman bagi korban untuk berani bersuara melaporkan segala tindak bullying yang terjadi di lingkungannya. Kemudian secara bersama-sama melawan segala bentuk perundungan yang membuat siswa mengalami trauma.
Kalau bukan dari pihak orang tua dan pendidikan yang merupakan sumber nilai, norma, dan kognitif pertama bagi anak, lalu siapa lagi?. Maka jika orang tua dan sekolah dapat menjalankan perannya dengan menggunakan metode ini karena dua pihak inilah yang bertanggung jawab dalam hal pendidikan anak, sehingga tindakan bullying atau perundungan dapat diatasi walaupun tidak secara langsung untuk mengatasi tindakan ini, tetapi setidaknya tindakan perundungan dapat berkurang.
*Penulis: Salsabilla (Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Andalas)