Langgam.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat kasus kekerasan yang mengkhawatirkan terhadap jurnalis saat meliput aksi unjuk rasa menolak RUU Pilkada di Jakarta pada 22 Agustus 2024.
Sebanyak 11 jurnalis dari berbagai media menjadi korban kekerasan oleh aparat kepolisian dan militer, dengan dugaan korban yang mungkin masih bertambah seiring dengan berjalannya peliputan.
Irsyan Hasyim, Ketua AJI Jakarta, mengungkapkan bahwa para jurnalis yang menjadi korban mengalami intimidasi dan kekerasan fisik yang serupa, mulai dari penganiayaan hingga ancaman pembunuhan. "Ini bukan hanya pelanggaran terhadap hak jurnalis, tapi juga merupakan ancaman serius terhadap kebebasan pers di negara ini," tegas Irsyan.
Salah satu insiden serius menimpa dua kameramen Podcast Makna Talks, Edo dan Dory, yang terluka akibat gas air mata yang dilemparkan aparat secara tiba-tiba tanpa peringatan. Selain itu, Angga Permana, jurnalis Konteks.co.id, mengalami luka di kepala saat meliput aksi di depan Gedung DPR. "Kami hanya menjalankan tugas jurnalistik, namun justru menjadi sasaran kekerasan yang brutal," ujar Angga dalam keterangannya.
Kekerasan juga dialami oleh jurnalis Tempo yang berinisial H, yang dipukul dan diancam dibunuh oleh aparat saat merekam kejadian di Kompleks Parlemen DPR RI. Insiden ini terjadi ketika H mencoba mendokumentasikan dugaan penganiayaan terhadap seorang demonstran. "Saya diancam dan dipukul karena merekam kejadian yang sebenarnya, ini sangat mengerikan," ungkap H dengan nada getir.
Ade Wahyudin, Direktur Eksekutif LBH Pers, menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah tindak pidana yang tidak boleh dibiarkan. "Kekerasan ini melanggar Pasal 4 UU Pers yang menjamin kebebasan pers, serta Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan. Aparat yang melakukan tindakan ini harus segera diadili," tegas Ade.
Meskipun jurnalis sudah mengenakan atribut pers yang jelas, mereka tetap menjadi target kekerasan. Ini menunjukkan adanya pola intimidasi yang sistematis. "Dalih aparat bahwa kartu pers tidak terlihat atau alasan lainnya sudah tidak bisa diterima. Kami menuntut Polri segera menghentikan segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis," lanjut Ade.
AJI Jakarta dan LBH Pers juga mendesak Polri untuk mengusut tuntas semua kasus kekerasan yang melibatkan personel kepolisian, serta memberikan sanksi tegas kepada mereka yang terlibat. Selain itu, mereka mengimbau pimpinan redaksi untuk mendampingi jurnalis yang menjadi korban dalam proses hukum, serta mendorong masyarakat sipil untuk berpartisipasi dalam mengungkap praktik kekerasan terhadap jurnalis.
"Dalam situasi seperti ini, solidaritas antarjurnalis menjadi sangat penting. Kami mengimbau semua korban untuk melaporkan kasus kekerasan yang mereka alami dan bersama-sama memperjuangkan hak kita," pungkas Sonya Andomo, Ketua Divisi Advokasi AJI Jakarta. (*/Yh)