Langgam.id - Gubernur Sumatera Barat (Sumbar), Mahyeldi Ansharullah menilai kearifan lokal bisa menjadi pilar utama dalam membangun ekonomi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di Indonesia, khususnya pada daerah sekitar kawasan hutan.
Menurutnya, kebijakan nasional melalui program perhutanan sosial, telah membuka peluang besar bagi masyarakat sekitar kawasan hutan untuk mengelola hutan secara ekologis lestari, ekonomis produktif, dan sosial inklusif.
Mahyeldi mengatakan, berdasarkan data Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar, hingga saat ini Sumbar telah memiliki 259 unit Perhutanan Sosial dengan luas 340 ribu hektar dan menjangkau 206 ribu Kepala Keluarga, atau bermanfaat untuk hampir sekitar 850 ribu penduduk.
Perluasan akses kelola legal oleh masyarakat tersebut juga mampu menahan ekspansi perambahan dan mampu menambah tutupan hutan, dimana tutupan hutan di Sumbar meningkat dari 1.737.964 Ha pada tahun 2022 menjadi 1.741.848 Ha pada tahun 2023.
Dampaknya, berdasarkan hasil survey pendapatan petani hutan yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Sumbar dan telah mendapatkan Rekomendasi dari BPS, Kelompok Perhutanan Sosial dapat meningkat Pendapatannya.
Pada tahun 2021 Pendapatan Petani Hutan sekitar Rp. 1,7 Juta dan pada tahun 2021 meningkat menjadi Rp. 2,7 Juta. Hal ini akan terus diupayakan sehingga nantinya diharapkan Pendapatan Petani Hutan Sumatera Barat mampu berada di atas Upah Minimum Provinsi (UMP).
“Kami di Sumbar, sejak beberapa tahun yang lalu telah memanfaatkan program itu. Hasilnya cukup efektif, ekonomi masyarakat bertumbuh dan kelestarian lingkungan pun ikut terjaga,”ungkap Gubernur Mahyeldi
Hal itu disampaikan Gubernur Mahyeldi saat didaulat menjadi salah satu pembicara dalam acara Pekan Iklim Bali 2025 yang digelar secara kolaboratif oleh Pemerintah Provinsi Bali dan Koalisi Bali Emisi Nol Bersih di Denpasar, Senin (25/8/2025).
Mahyeldi menerangkan untuk mensukseskan program perhutanan sosial, Pemprov Sumbar menjadikan Pemerintahan Nagari (Desa) sebagai pusat pengembangan kelompok usaha perhutanan sosial (KUPS) dan UMKM berbasis sumber daya lokal.
Selain itu, keberhasilan itu menurutnya juga didukung oleh kearifan lokal masyarakat Sumbar yang memandang hutan bukan sekadar sumber ekonomi, tetapi juga warisan sosial, budaya, dan spiritual yang harus dijaga.
“Pengelolaan dan pengembangan sumber daya hutan di Sumbar, juga telah dipayungi dengan Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perhutanan Sosial. Sehingga ada jaminan keamanan bagi kelompok masyarakat yang mengelola secara hukum,” jelas Mahyeldi.
Kendati demikian, Mahyeldi tidak menampik pihaknya masih menghadapi sejumlah tantangan dalam mengintegrasikan kearifan lokal dengan kebijakan modern untuk mencapai ekonomi berkelanjutan. Di antaranya, membangun kolaborasi dengan swasta dalam rangka pembangunan ekonomi hijau, dimana diharapkan swasta berperan besar menjadi mitra yang sejajar dengan kelompok perhutanan sosial, baik dalam pembinaan, pengembangan produk dan pemasaran.
“Ada dua inovasi yang saat ini tengah dimatangkan pihaknya untuk merespon tantangan tersebut, yakni pembentukan nagari hub dan pengembangan koperasi hijau dan kelompok usaha perhutanan sosial enterprise. Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini bisa tuntas,”ungkap Mahyeldi.
Diketahui, dalam forum nasional yang mengangkat tema “Harmoni Alam, Manusia, dan Budaya untuk Ekonomi Berbasis Lingkungan” tersebut, Gubernur Mahyeldi tidak menjadi pembicara tunggal, Gubernur Bali, Wayan Koster juga hadir sebagai pembicara. Mereka didaulat menjadi narasumber karena dinilai sama-sama berhasil mengkolaborasikan kearifan lokal dan potensi ekonomi daerah.