Langgam.id – Aktivis-konten kreator, Ferry Irwandi, beberapa waktu lalu berhasil mengumpulkan donasi untuk korban banjir dan longsor di Sumatra mencapai angka Rp10 miliar.
Ferry yang merupakan perantau Minang ini menyalurkan bantuan tersebut dengan langsung mendatangi dan bertemu dengan para korban bencana di tiga provinsi. Yaitu, Aceh, Sumatra Utara dan Sumatra Barat.
Aksi Ferry ini mendapat perhatian dari Ketua Komisi XIII Dewan Perwakilan Rakyat, Willy Aditya. Willy pun mengharapkan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memberikan penghargaan kepada Ferry.
Aksi Ferry dalam tanggap darurat bencana di Aceh, Sumbar, dan Sumbar, kata Willy, sangat mencerminkan nilai-nilai Pancasila.
“Mari kita menjadi bangsa yang pemaaf. Kemudian menjadi bangsa yang tidak pelit memberikan apresiasi. Salah satunya kepada Ferry Irwandi,” ungkap politisi NasDem itu dalam forum Refleksi Tahunan 2025 BPIP yang diselenggarakan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (15/12/2025).
Menurut Willy, Ferry sangat layak mendapat apresiasi atas aksinya melakukan penggalangan dana untuk tanggap darurat. Setelah itu, Ferry menyalurkan bantuan tersebut secara transparan ke para korban bencana.
“Aksi Ferry adalah pencerminan dari nilai gotong royong yang ada dalam Pancasila,” beber sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada itu.
Kemudian, kata Willy, BPIP bisa memilih figur-figur selain Ferry, yang bisa merepresentasikan nilai-nilai Pancasila dari berbagai sektor. Ia mencontohkan, polisi, tentara, bidan, dokter, guru, birokrat, aparatur sipil negara, pekerja swasta, atau aktivis.
“Tahun depan, di Refleksi 2026, kita hadirkan di sini,” tutur pria kelahiran di Solok, Sumatra Barat, itu.
Menurut Willy, penghargaan-penghargaan itu merupakan cara BPIP memperlihatkan contoh hidup dari Pancasila itu. Dengan begitu, BPIP bisa berperan sebagai katalisator untuk perubahan struktural, kultural, dan natural. Pancasila adalah pelumas untuk perubahan struktural, kultural, dan natural sekaligus.
“Pancasila, jangan ditempatkan di tempat yang sunyi, tak terjamah. Pancasila adalah keseharian kita semua, jangan mau dijebak dalam narasi besar. Pancasila adalah hal-hal sederhana, kecil-kecil, yang ada di sekeliling kita,” ucap Willy.
Willy mengatakan bahwa dirinya selama lima tahun ini berusaha mendekonstruksi itu, melakukan pendekatan induktif terhadap Pancasila.
“Saya punya teman, (almarhum) Franky Sahilatua, membikin “Pancasila di Rumahku”. Pancasila sebagai keseharian,” ungkap Willy. (*)






