“Leiden is lijden” pemimpin adalah menderita. Pepatah kuno belanda yang diucapkan Kasman Singodomedjo saat berkunjung ke rumah Haji Agus Salim pada tahun 1925.
Sebagian memahaminya sebagai kesederhanaan pemimpin, banyak juga yang memahaminya sebagai suasana hati pemimpin dalam menjadi pelayan dari masyarakat yang dipimpinnya.
Dalam hal pilkada kali ini saya ingin memahami pepatah ini sebagai panduan bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya nanti.
Sebagai seorang yang cukup aktif dalam pergaulan dan organisasi di Padang, saya mengenal cukup dekat pasangan calon ini, baik Fadly Amran maupun Buya Maigus. Saya mengetahui sepak terjang Fadly Amran semenjak beliau pulang dari pendidikannya di Amerika Serikat.
Dalam usia yang cukup muda saat itu, Fadly dengan segala kecukupan atau kelebihan yang dimiliki dalam hidupnya masih berfikir untuk berbuat lebih banyak terhadap masyarakat, dan menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari dirinya sendiri.
Sebenarnya Fadly bisa banyak melakukan untuk kepentingannya dirinya sendiri, namun dia memutuskan untuk ikut serta berperan aktif sebagai sekretaris umum di Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Padang.
Selepas dari sekretaris umum BPC HIPMI Kota Padang, minat Fadly untuk berkhidmat lebih pada masyarakatpun tumbuh dan mendorong keberanian Fadly untuk mengemban amanah yang lebih besar, dengan menjadi ketua umum BPC Hipmi Padang.
Komitmennya dalam memimpin membuat banyak elit politik dan tokoh masyarakat meliriknya dan membukakan lebih banyak peluang untuk menyalurkan ide gagasannya kepada masyarakat. Bak gayung bersambut , pada akhir masa jabatannya di HIPMI kota Padang, Fadly kembali diberikan amanah serta mandat dari organisasi organisasi kepemudaan lainnya untuk bertarung menjadi ketua DPD KNPI Kota Padang.
Dengan komitmennya mencurahkan isi hatinya Fadly kembali dipercaya dalam memimpin wadah tempat berhimpunnya organisasi organisasi kepemudaan, yang ada di Padang. Dia pernah dihargai dengan pin emas warga kehormatan Kota Padang pada 2016.
Sehingga, proses kaderisasi, dinamika dan konflik serta tempaan yang dihadapinya di berbagai bidang, menjadikannya pemimpin yang kita lihat saat ini.
Ketenangan dalam menghadapi konflik, kejernihan pikiran dalam memberi solusi atas setiap permasalahan yang terjadi membawanya kepada jabatan jabatan organisasi lainnya ditingkat Sumatera Barat hingga menjadi Wali Kota Padang Panjang.
Jadi jika memimpin adalah menderita, saya tidak dapat membayangkan seperti apa penderitaan yang dirasakan Fadly Amran saat memilih jalan sunyi sebagai pemimpin dan telah mengorbankan sangat banyak baik waktu, pikiran, tenaga bahkan materi untuk lingkungan dan masyarakat.
Ikhsan Fausta Alinia adalah pengurus KNPI Sumbar