Efisiensi anggaran selalu menjadi topik utama dalam kebijakan fiskal sejak terbitnya Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Pemerintah menggunakan istilah efisiensi anggaran untuk menggambarkan kebijakan pemotongan atau optimalisasi belanja negara. Namun, pertanyaannya adalah: Apakah efisiensi anggaran benar-benar menciptakan stabilitas fiskal dan pertumbuhan ekonomi, atau justru memperlambat dinamika pembangunan ?
Makna Efisiensi Anggaran
Efisiensi anggaran bukan sekadar mengurangi pengeluaran, tetapi lebih pada mengalokasikan dana dengan lebih produktif. Dalam teori ekonomi publik, efisiensi anggaran memiliki dua dimensi utama:
Efisiensi Alokatif – memastikan anggaran dialokasikan ke sektor yang memberikan dampak ekonomi terbesar.
Efisiensi Operasional – memastikan setiap rupiah yang dibelanjakan menghasilkan manfaat optimal.
Ketika pemerintah memangkas belanja seremonial, perjalanan dinas, dan honorarium yang tidak proporsional, langkah ini bisa meningkatkan efisiensi. Namun, jika pemangkasan terjadi pada sektor-sektor produktif seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan, dampaknya bisa menurunkan produktivitas dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Kaitan Efisiensi Anggaran dengan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam kerangka permintaan agregat, belanja pemerintah (G) merupakan salah satu faktor utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi (δ):
δ=C+I+G+(X-M)
Di mana:
C adalah konsumsi rumah tangga
I adalah investasi
G adalah belanja pemerintah
X−M adalah ekspor neto
Jika pemotongan anggaran hanya mengurangi belanja tanpa strategi pengalihan, maka nilai G turun, yang dapat menyebabkan permintaan agregat melemah dan pertumbuhan ekonomi melambat. Sebaliknya, jika efisiensi dilakukan dengan mengalihkan dana ke sektor produktif, maka permintaan agregat tetap stabil, bahkan dapat meningkat.
Contoh sederhana: Jika pemerintah memangkas anggaran perjalanan dinas dan mengalokasikan dana tersebut untuk pelatihan tenaga kerja, maka investasi di SDM akan meningkatkan produktivitas dan daya beli masyarakat, yang akhirnya berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi.
Efisiensi Anggaran: Memotong atau Mengalihkan?
Pemerintah harus memahami bahwa tidak semua penghematan menghasilkan efisiensi. Ada tiga skenario yang dapat terjadi:
Pemotongan tanpa strategi → Mengurangi belanja, tetapi menurunkan permintaan agregat, sehingga memperlambat pertumbuhan ekonomi.
Pengalihan ke sektor yang jenuh → Permintaan agregat tetap, tetapi produktivitas menurun karena alokasi tidak optimal.
Pengalihan ke sektor produktif → Efisiensi meningkat, produktivitas naik, dan pertumbuhan ekonomi tetap terjaga.
Oleh karena itu, strategi efisiensi yang benar adalah memastikan setiap rupiah yang dihemat dialihkan ke sektor yang mampu memberikan dampak ekonomi berkelanjutan.
Pemprov Sumbar dan Tantangan Efisiensi Anggaran
Dalam konteks daerah, kebijakan efisiensi anggaran juga menimbulkan tantangan tersendiri, terutama bagi provinsi dengan ketergantungan fiskal yang tinggi seperti Sumatera Barat (Sumbar). Jika Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Transfer ke Daerah (TKD) dipotong secara drastis, maka Pemprov Sumbar harus mencari cara untuk:
✅ Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui optimalisasi pajak dan retribusi daerah.
✅ Menyesuaikan belanja berdasarkan kinerja dengan fokus pada program yang memberikan dampak langsung ke masyarakat.
✅ Memastikan efisiensi tanpa mengorbankan layanan publik, terutama dalam infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
Kesimpulan: Efisiensi Harus Berorientasi pada Pertumbuhan
Efisiensi anggaran bukan sekadar memotong belanja, tetapi mengalokasikan anggaran secara lebih cerdas. Jika efisiensi diterapkan tanpa strategi yang jelas, dampaknya bisa menekan pertumbuhan ekonomi. Namun, jika pemerintah mampu mengalihkan dana ke sektor yang lebih produktif, maka efisiensi ini justru bisa menjadi motor penggerak ekonomi.
Pemerintah pusat dan daerah harus memastikan bahwa kebijakan efisiensi tidak hanya sekadar pemangkasan, tetapi juga mendorong peningkatan produktivitas dan daya saing ekonomi. Dengan strategi yang tepat, efisiensi anggaran bisa menjadi alat untuk menciptakan pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.*
*Penulis: Syafruddin Karimi (Guru Besar Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas)