MENARIK juga mencermati bakal calon anggota DPR Daerah Pemilihan (Dapil) Sumbar 1 pada Pemilu 2024 mendatang. Mengapa demikian? Pertama, mereka yang diusung partai politik di Dapil ini adalah orang-orang hebat. Paling tidak umumnya mereka adalah tokoh popular dalam masyarakat Sumatera Barat. Selain beberapa petahana yang sekarang duduk di DPR RI, mereka adalah tokoh yang pernah memimpin lembaga pemerintahan, swasta, TNI/Polri dan organisasi kemasyarakatan dengan massa pendukung yang jelas. Kesetiaan massa pendukung mereka ini tidak terbantahkan karena loyalitas dan militansi mereka kepada tokoh yang mereka dukung ini telah teruji sebelumnya baik dalam Pemilu, Pilkada dan pemilihan lainnya.
Kedua, Dapil Sumbar 1 ini terdiri dari 11 kabupaten/kota dengan jumlah pemilih yang cukup banyak. Salah satunya yang akan menjadi daerah pertempuran adalah Kota Padang. Dengan jumlah pemilih yang beragam dari segi latar belakang sosial, budaya dan ekonomi serta tingkat melek politik masyarakatnya yang lebih baik akan membantu pembentukan perilaku memilih mereka. Fakta lain, intensitas informasi yang beredar di Kota Padang yang mudah diserap oleh publik menjadi faktor penting lain dalam membentuk perilaku memilih mereka. Calon anggota legislatif tentu akan berkompetisi mendapatkan dukungan publik yang semakin tercerahkan dengan informasi di daerah ini.
Ketiga, ada delapan kursi yang akan diperebutkan oleh masing-masing partai politik di Dapil Sumbar 1 ini yang saat ini masih dikuasai oleh beberapa partai seperti Partai Gerindra 2 kursi, PAN 2 kursi, PKS 1 kursi, Partai Demokrat 1 kursi, Partai Nasdem 1 kursi, dan Golkar 1 kursi. Dengan munculnya beberapa nama yang maju sebagai calon anggota legislatif untuk keanggotaan DPR, tentu komposisi ini akan berubah seiring dengan dinamika politik di tingkat lokal dan nasional. Misalnya, di tingkat lokal siapa calon presiden yang benar-benar disukai masyarakat Sumatera Barat. Ada tiga kandidat yang bersaing, yaitu Prabowo Subianto, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Ketiga kandidat ini merepresentasikan partai politik utama yang mengusungnya. Anies Baswedan diusung oleh Partai Nasdem, Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra dan Ganjar Pranowo oleh PDI Perjuangan. Belajar dari Pemilu 2014 dan Pemilu 2019 yang dilaksanakan serentak antara Pemilu presiden dan Pemilu legislatif, maka sulit dinafikan efek ekor jas (coattail effect) presiden yang dipilih publik akan berkorelasi langsung dengan partai politik atau calon legislatif yang dipilih publik. Namun, di Provinsi Sumatera Barat sosok presiden yang diidentikan dengan suara masyarakatnya adalah sosok Anies Baswedan atau Prabowo Subianto.
Dalam konteks sehari-hari kedua calon presiden ini digadang-gadangkan akan dipilih oleh mayoritas publik di Sumatera Barat. Kebesaran nama Prabowo Subianto memang masih berbekas dalam kehidupan masyarakat Sumatera Barat. Namun, di sisi lain, nama Anies Baswedan juga semakin menguat dalam persepsi masyarakat untuk dipilih menjadi presiden. Artinya, persaingan di antara kedua calon ini di Sumatera Barat masih ketat dan hasilnya cenderung sangat fluktuatif.
Peluang di Sumbar 1
Satu yang perlu menjadi perhatian bahwa hasil pemilihan presiden ini berdampak pada siapa calon legislatif yang dipilih oleh masyarakat. Jika pada Pemilu 2019 ada efek Prabowo yang bisa menaikan suara Gerindra secara signifikan, maka pada Pemilu 2024 akan ada efek Anies yang akan menaikan suara Partai Nasdem. Walaupun ada klaim dari PKS dan Partai Demokrat bahwa kedua partai ini juga mengusung Anies Baswedan, namun resonansi efek Anies ini, menurut saya, justru akan banyak diterima oleh Partai Nasdem. Artinya, kenaikan suara signifikan partai politik dan calon legislatifnya justru akan diterima oleh Partai Nasdem.
Bagaimana komposisinya? Jika dikaitkan dengan peluang perolehan suara calon anggota legislatif, maka akan ada komposisi suara di Dapil Sumbar 1 yang akan berubah. Apalagi jika dilihat dari metode saint league yang digunakan untuk mengkonversikan suara pemilih menjadi kursi. Metode Saint League ini menggunakan pembagian divisor 1, 3, 5 dan seterusnya dari suara dan sisanya. Dengan melihat perolehan suara pada Pemilu 2019 yang lalu dan dinamika menjelang Pemilu 2024 mendatang, maka Partai Gerindra akan tetap bisa mempertahankan suaranya dengan dua kursi di DPR. Walaupun ini tidak akan mudah dilakukan. Kursi ini akan masih dapat tetap dipertahankan oleh Andre Rosiade serta dua nama lain yang akan bersaing Armen Sjahjohan dengan Suir Syam yang mengisi kursi kedua. Untuk menambah suara jelas akan berat bagi Gerindra dengan melihat pergeseran dukungan pemilih Sumatera Barat ke Anies Baswedan.
Partai Nasdem akan mendapat tambahan suara dari efek Anies ini sebanyak satu kursi sehingga akan bertambah menjadi dua kursi. Menariknya, komposisi keanggotaan DPR dari Nasdem ini akan berubah dan akan bersaing ketat di antara tiga nama yang menjadi calonnya seperti Shadiq Pasadiqoe, Marlis, Lisda Hendra Joni. PKS akan tetap mempertahankan satu kursinya dengan persaingan antara Hermanto dengan Rahmat Saleh. Apalagi basis massa loyalis PKS ini sangat jelas dan konsisten akan memberikan dukungan kepada calon mereka. Partai Golkar akan tetap bisa mempertahankan satu kursinya walaupun akan berat perjuangan yang dilakukan. Kalau tidak ada upaya ekstra, Golkar bisa kehilangan satu kursi tersebut. Ada dua nama yang bersaing, calon petahana Darul Siska dengan Zigo Rolanda. PAN kemungkinan akan berkurang kursinya dari dua menjadi satu karena dinamika politik PAN di tingkat nasional yang ikut mempengaruhi dukungan publik Sumatera Barat. Sepertinya Athari Gauthi Ardi masih dapat mempertahankan kursi tersebut. Partai Demokrat juga akan dapat mempertahankan satu kursinya saat ini ada di tangan Darizal Basir. Sementara, PDI Perjuangan dengan melihat ketatnya persaingan sisa kursi pada Pemilu 2019 akan mendapatkan satu kursi. Apalagi ada nama baru yang punya kans besar untuk mendapat suara tambahan bagi PDI Perjuangan yaitu, Fakhrizal.
Tentu komposisi perolehan suara ini sangat dinamis dan sangat bergantung pada faktor jangka pendek (short term factor) dan jangka panjang (long term factor) yang mempengaruhi perilaku memilih masyarakat Sumatera Barat ke depannya. Misalnya, faktor jangka pendeknya adalah apakah ada isu-isu negatif (hoaks, black campaign, atau masalah hukum) yang menyerang calon presiden sehingga mengubah persepsi masyarakat Sumatera Barat? Sementara efek jangka panjang adalah apakah ada perubahan konfigurasi koalisi partai pendukung presiden di tingkat nasional? Kita tunggu saja, kelanjutan dinamika Pemilu ke depan ini di Sumatera Barat. (*)
Prof. Dr. Asrinaldi adalah Guru Besar Ilmu Politik dan Doktor Studi Kebijakan Universitas Andalas